"Setelah
menikah lebih dari 5 tahun, orang mulai berpikir; ‘pernikahan ini ternyata
tidak menguntungkan buat saya’. Ini tidak akan terjadi jika masalah-masalah sebelum
tahun ke-5 telah diselesaikan" kalimat itu terlontar di suatu siang saat
kami para married women sedang menunggu
waktu pulang kerja. Yang bicara barusan-sebut saja namanya Emi- adalah temanku yang
usia pernikahannya telah mencapai masa ABG, 14 tahun. Aku dan teman satunya
lagi, yang usia pernikahannya baru 2 tahun hanya bisa manggut-manggut.
Apa
yang dikatakan Emy mengingatkanku pada kelas Psikologi Keluarga. Menurut teori
psikologi, masa krisis pernikahan adalah 5 tahun. Setelahanya, pernikahan relatif
lebih stabil. Tentu saja ini tidak berlaku umum. Sejumlah kecil kasus menunjukkan
pernikahan yang berusia tanggung maupun sepuh sekalipun dapat kandas. Pernikahan
orangtuaku sendiri kandas setelah 14 tahun. Ada pula yang sudah menikah 25
tahun akhirnya memutuskan bercerai. Menurut mereka, perceraian justru menjadi
jalan yang bisa mengantar pada ketentraman dan kebahagiaan pribadi serta
keluarga. Pada sebagian kasus, aku sepakat dengan ini. Mungkin karena itulah
Allah membolehkan perceraian meski dibenci-Nya, karena ia bisa menjadi pintu
darurat kala pernikahan hanya membawa mudharat.
Kelanggengan
sebuah pernikahan memang misteri tersendiri bagi semua yang menjalaninya. Mungkin
ada resep-resep tertentu yang menjadi bumbu
wajib, seperti komunikasi yang sehat, saling percaya dan setia, serta doa.
Selebihnya menurutku, adalah kuasa Allah atas hati setiap hamba-Nya.
Cinta
yang berada di hati suami dan istri, sepenuhanya dalam genggaman Allah, karena
Dia-lah Pemilik segala cinta. Dia pula Yang berkehendak membolak balik setiap
hati. Seorang teman bijak lainnya mengajarkanku
sebuah doa yang indah untuk pernikahannya:
“ya Allah, aku titipkan
mata, raga, hati, dan jiwa suamiku seluruhnya pada-Mu, karena Engkaulah pemiliknya,
bukan diriku. Jagalah ia dalam penjagaan-Mu yang kokoh dan sempurna”
Sungguh sebuah doa yang
rendah hati dan indah sekali. Pada hakikatnya, sekeras apapun seorang istri
‘membentengi’ suaminya dari godaan luar, tetap saja Allah yang memiliki benteng
paling kokoh untuk setiap hamba-Nya.
Semua
pasangan pastilah berharap pernikahannya langgeng sampai kakek nenek, sampai
suatu pagi salah satu dari mereka mati, seperti lirik lagu Sheila on 7. Namun perjalanan
menyatukan dua jiwa dengan segala perbedaannya
memang tak semudah menyanyikan lagu Saat Aku Lanjut Usia.
Ada
contoh nyata pernikahan luar biasa yang dapat menginspirasi kita. Diantaranya kisah
Bapak Eko Pratomo dan istri. Bapak Eko
Pratomo, seorang pengusaha sukses di bidang saham. Sejak melahirkan anak kedua,
hampir 20 tahun yang lalu, istrinya menderita lumpuh sekujur tubuh. Sehari-hari
Pak Eko merawat istrinya dengan penuh perhatian. Pak Eko marah dan menangis
ketika anak-anaknya meminta beliau ‘menyerahkan’ urusan merawat sang istri pada
anak-anaknya. Pak Eko tegas mengatakan bahwa apa yang selama ini ia lakukan adalah
usaha untuk membalas cinta dan kebaikan sang istri. Subhanallah.
Semoga
saja Allah menjaga hati kita dan pasangan agar senantiasa memiliki mawaddah-cinta-
dan sakinah-ketenangan- dalam mahligai rumahtangga kita, aamiin.
*By Yunda Fitrian-a special gift for special firends :)
No comments:
Post a Comment