Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah,
hari ini berasa dapat kado (sebelum) ulang tahun yang saaangaat istimewa.
Dengan izin Allah, kami berkesempatan mengikuti seminar A Home Team yang
diadakan Ibu Profesional Tangerang Selatan. Sudah
jauh-jauh hari kami mengosongkan agenda-dan mengisi celengan- agar bisa
kecipratan inspirasi dari Pak Dodik dan Bu Septi.
Bu Septi
mendapat giliran pertama untuk berbicara. Entah mengapa, aura ibu professional
langsung terasa dari suara, intonasi, bahasa tubuh, dan isi perkataan beliau.
Padahal baru kalimat pembuka lho.
Beliau
membuka dengan apresiasi kepada peserta yang hadir tepat waktu.
Menurut beliau,
setiap acara IP harus dimulai sesuai dengan jadwal, berapapun peserta yang
hadir. Sebab, jika kita ingin mengubah persepsi masyarakat Indonesia (oh iya
termasuk saya, ehm) yang sering berkata “Ah, gak papa terlambat..nanti juga
acaranya pasti belum mulai”, kita harus memulainya dari komunitas terkecil
bernama keluarga, di sini diwakili oleh para ibu yang tergabung dalam IIP.
Setelah
applause untuk para hadirin yang tepat waktu (tidak termasuk kami, hiks), Bu
Septi menjelaskan kesepakatan dalam mengikuti seminar ini. Bu Septi juga
menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh beliau berdua adalah pengalaman yang
bisa cocok atau bisa tidak dengan peserta. “Kami hanya menyampaikan apa yang
sudah kami jalankan,” tutur Bu Septi. Itulah integritas.
Berikutnya,
kami diajak bermain games perkenalan dengan lagu. Games ini sangat berhasil mencairkan kebekuan
antar peserta. Kami saling berkenalan dan tertawa bersama.
Melihat
suasana riang diantara para peserta, Bu Septi menjelaskan hikmah dibalik
permainan ini. Menurut beliau, jika ingin membangun tim dengan anak, maka kita
harus bisa bergaya seperti anak-anak. Lebur menjadi anak-anak ketika terlibat
dalam kegiatan bersama mereka. Itu yang membuat anak betah dan tidak bosan
bersama orangtua. Jika kebersamaan dengan orangtua terasa membosankan, anak
akan lebih suka membangun tim dengan teman-teman di luar rumahnya.
Sampai sini
saya langsung pasang iket kepala. Bertekad lebih menjiwai lagi saat-saat bisa
bermain dengan anak-anak. Selama ini rasanya saya termasuk orangtua yang
membosankan. Datar dan kudet.
Berikutnya Bu Septi masuk ke dalam materi dengan
memulai kisah pernikahannya. Tahun 1995 Pak Dodik meminang Bu Septi. Syaratnya
satu: Pak Dodik ingin anak-anaknya kelak dididik sendiri oleh ibunya. Pak Dodik
tidak memberi Bu Septi waktu untuk menjawab selama beberapa hari, melainkan
dalam hitungan kelima saat itu juga. “Bener-bener dihitung saat itu juga,
bener-bener kayak pramuka,” tutur Bu Septi disambut tawa seluruh hadirin.
Hitungan keempat Bu Septi langsung menjawab bersedia, tanpa benar benar tahu
konsekuensi dari pilihannya.
Sebab
menurut Bu Septi, Pak Dodik memiliki dua hal yang membuat Bu Septi mantap memilih.
Alasan pertama lagi-lagi mengundang tawa audiens karena Bu Septi menyampaikan
dengan cara yang jenaka. Menurut beliau, Pak Dodik itu penampakannya CLING
banget gitu, kayaknya gak bosen ditonton 24 jam, wkwkwk, ternyata Bu Septi
terpikat pesona cowok ganteng tahun 90-an :D
Nah, alasan
keduanya yang idealis: Pak Dodik memiliki kapasitas untuk menjadi imam. Bu
Septi tidak menceritakan detail tentang ini. Beliau hanya mengatakan, suami
yang bisa menjadi imam bukanlah yang berkata, “Adek mau apa saja terserah,
selama adek bahagia”. Bu Septi tidak melanjutkan penjelasan ini, namun saya
sendiri merasa sangat mendapat gambaran peran imam tersebut melalui cerita
beliau berdua sepanjang seminar.
Setelah
menikah, Bu Septi mulai menjalani hidup baru dengan gelar ibu rumahtangga.
Barulah beliau sadar bahwa ternyata peran itu tidak mudah. Tidak ada yang
bercita cita menjadi ibu rumahtangga karena dianggap TIDAK PUNYA PEKERJAAN. Dan
buat saya epic banget waktu Bu Septi menirukan narasi saat berbincang dengan
tetangganya:'
Tetangga:
“Kerja dimana Bu?”
Bu Septi:
“Saya ibu rumah tangga”
Tetangga:
“Ooooh ibu rumah tangga...kasian yaa udah sekolah tinggi-tinggi cuma jadi ibu
rumahtangga!”
Kayaknya
banyak audiens yang pernah mengalami..berarti mereka bakal jadi next Bu Septi
lah ya, Ibu Rumah Tangga Profesional yang menginspirasi..AAMIIN :D
Masa
penyesuaian diri sungguh berat dirasakan Bu Septi. Dari perempuan yang awalnya
aktivis kampus kini harus di rumah saja. Di tahun awal itu juga masih sering
terjadi konflik antara Pak Dodik dan Bu Septi karena masing-masing masih
mendahulukan egonya.
Tahun
berikutnya, 1996, Enes lahir, disusul Ara 15 bulan kemudian. Jadi Bu Septi ini
mengalami sundulan, istilah awam buat yang anaknya lahir deketan.
Nah, jangan
minder nih kalau anaknya lahir sundulan, berarti lagi dapet kawah candradimuka
buat jadi emak tangguh macam Bu Septi ;D
Bu Septi
menyadari, anak sulungnya ini lahir dalam kondisi kedua orangtuanya masih fakir
ilmu, masih saling mengedepankan ego, ekonomi pun belum mapan. Oleh karena itu,
orangtua wajib minta maaf pada anak sulung. Kami pun sepakat itu terjadi pada
sulung kami, hiks. Maafin Ayah dan Ibu yaa Kakak Faza ;(
Usia yang
berdekatan membuat Enes dan Ara kompak membangun tim, sebab mereka punya common
enemy bernama ibu. Mereka mengenal dengan baik kelemahan ibunya: menanggung
beban menyetrika baju.
Suatu
malam, Bu Septi mendapati kedua anak itu tertawa gembira sambil mengaduk-aduk
pakaian rapi yang baru saja selesai disetrika. Awalnya Bu Septi kaget dan ingin
marah. Namun alih-alih menjelma menjadi ibu geram yang galak, beliau justru
menurunkan gaya menjadi anak-anak. Bu Septi ikut mengaduk-aduk setrikaan sampai
Enes dan Ara bingung dan bertanya, “Ibu kenapa Bu?” karena biasanya ibunya
tidak begitu.
Setelah
proses mengaduk aduk setrikaan selesai, Bu Septi berkata, “Oke, sekarang Ibu
jadi semut besar, kalian semut kecil. Kita akan mengumpulkan makanan. Ibu semut
besar membawa makanan di keranjang sampai ke sarang. Kalian semut kecil membawa
remah remah makanan dengan rapi. Remah remahnya baju-baju ini ya, kalian lipat
rapi lalu masukkan ke keranjang ini!”
Enes dan
Ara bersemangat dan baju baju itupun rapi kembali, tanpa harus ada suara ibu
yang menggelegar marah atau anak-anak yang menangis ketakutan. Bu Septi makin
sering main dengan anak-anak dan mendapatkan ‘bonus’ berupa karya yang beliau
hasilkan dari interaksi dengan anak.
So sweet,
ini buat saya ngena banget. Secara sebelum berangkat seminar, habis terjadi
drama saat saya menyuruh duo kakak cuci sepatu. Saya pun bertekad akan
menurunkan gaya menjadi anak-anak, ketika sedang terlibat bersama mereka.
Pasang iket kepala (lagi).
Tahun 1998,
ketika Bu Septi mulai berdamai dengan penyesuaiannya sebagai IRT, datang ujian
baru berupa krisis moneter. Pak Dodik keluar dari bank dan mereka memutuskan
membangun cikal bakal usaha Abacabaca, sebuah metode belajar membaca.
Di tahun
2000, barulah wirausaha resmi dimulai, selain Abacabaca, lahir pula metode
berhitung Jarimatika serta dirintisnya komunitas Ibu Profesional. Bu Septi
menyebut semua ini sebagai ‘bonus’ dari kegiatannya bermain bersama anak.
Tahun 2003,
Elan lahir, buku Jarimatika terbit serta Enes dan Ara mulai homeschooling. Bu
Septi kian merasa usahanya menjalani profesi IRT mulai mengecap buah yang
manis. Kiprahnya perlahan mulai meluas dan mendatangkan keuntungan materi.
Semua itu tidak berlangsung lama, sebab tahun 2006 ujian kembali datang.
Menurut Bu
Septi, kalau sudah merasa senang, akan datang ujian. Jika ingin sukses, harus
senang dengan ujian. Siap mental menerima tantangan. Ini juga ngena banget buat
saya, kayaknya saya masih cemen banget dah kalau dapet ujian.
Ujian Bu
Septi dan Pak Dodik adalah harus pindah ke kota kecil Salatiga untuk merawat
kedua orangtua Pak Dodik yang sudah sepuh dan mulai sakit sakitan.
Bu Septi
sebenarnya cukup terpukul saat harus pindah. Usaha yang sedang berkembang di
Jakarta harus ditinggal. Masuk ke lingkungan yang berisi pedagang dan petani,
sama sekali bukan target market mereka. Namun demikian, semua keadaan harus
diterima. Perlahan Bu Septi berdamai dengan dirinya, tentu dengan dukungan
penuh dari Pak Dodik.
Beliau
meyakini apapun yang dilakukan dengan kesungguhan dan ridho suami, suatu hari
akan menuai hasil. Tahun 2008, barulah Bu Septi bisa kembali tune in
melanjutkan kerja besarnya di Jakarta dulu. IIP telah sistematis dan makin
berkembang. Bu Septi dan Pak Dodik mulai dikenal publik, diliput berbagai media
nasional. Materi pun mengalir deras. Sesuatu yang tidak pernah didapatkan di
Jakarta, ternyata tercurah di kota kecil Salatiga.
Bagi
sepasang suami istri, dua fase terpenting adalah hari ketika dipertemukan
dengan jodoh kita, dan hari ketika kita menemukan jawaban mengapa dipertemukan.
Alhamdulillah, insyaAllah kami berdua sudah saling paham misi dibalik rencana
Allah mempertemukan kami..
Berikutnya
Bu Septi memberikan dua gambar. Gambar pertama kerumunan orang di pasar. Gambar
kedua sebuah tim sepakbola yang sedang merayakan keberhasilan mencetak gol.
Beliau bertanya apa persamaan dan perbedaan kedua gambar tersebut.
Setelah audiens
kompak menjawab, Bu Septi bertanya, keluarga kita lebih mirip kerumunan atau
tim? Keluarga tim adalah yang memiliki tujuan bersama, bergerak dengan
terkoordinasi, dan berkomunikasi. Bentuk komunikasinya bahkan tidak selalu
bersuara, tetapi bisa saling memahami.
Untuk bisa
sampai ke tahap saling memahami, saling percaya sebagai tim, Bu Septi meminta
kami melakukan simulasi. Kami diminta bergantian menceritakan kehebatan
pasangan selama satu menit. Sesi ini sangat menggelitik bagi kami berdua, dan
benar-benar menjadi kesempatan yang baik buat semua pasangan yang hadir.
Rutinitas
sehari hari seringkali membuat suami istri tenggelam dalam kesibukan
masing-masing. Tidak punya waktu untuk saling mengapresasi, yang ada hanya
saling mengevaluasi. Jujur saya sendiri harus menahan diri tidak membarengi
deretan kehebatan yang sudah saya sebutkan dengan embel embel seperti, “tapi
kamu itu blablabla”. Rasanya lidah udah gatel pengin ngasih feedback, tapi buru
buru inget bahwa ini sesi APRESIASI bukan EVALUASI. Ternyata oh ternyata saya
berbakat jadi kritikus suami, maafin istrimu ini Sayaaang #sungkemsamasuami.
Selama
suami dan istri masih sibuk dengan mengevaluasi dan lupa mengapresiasi, maka
selamanya rumahtangga hanya akan menjadi tempat dua ego yang bertarung. Aku dan
kamu, tidak pernah ada KITA.
Sesi
menyebutkan kehebatan selesai. Bu Septi kemudian mengingatkan kami dengan
pertanyaan:
Jadi apakah
Anda YAKIN SUDAH MENIKAHI ORANG HEBAT?
Apakah Anda YAKIN SUDAH MENIKAHI ORANG BAIK?
Apakah Anda YAKIN SUDAH MENIKAHI ORANG BAIK?
Sebab dulu
ketika memutuskan menikah, tentu kita berani memilih pasangan kita karena kita
yakin mereka hebat dan baik. Kita memilih mereka karena kita pun berusaha
menjadi orang hebat dan baik. Sebagaimana janji Allah, lelaki yang baik untuk
perempuan yang baik, dan sebaliknya.
Maka mari sama-sama fokus pada kehebatan
dan kebaikan pasangan, dibanding terus menuntut kekurangannya.
Setelah
menemukan kembali kehebatan dan kebaikan pasangan, tahap berikutnya adalah
membangun komunikasi produktif. Bagaimana menyampaikan keinginanmu dan keinginanku
menjadi keinginan kita. Cita citamu dan cita citaku menjadi cita cita kita. Dengan
begitu, terbangunlah pondasi rumahtangga KITA selangkah lagi menuju TIM yang
tangguh.
Untuk
sampai ke langkah selanjutnya yaitu fokus kekuatan, Bu Septi dan Pak Dodik menerapkan
forum mastermind di keluarga. Forum mastermind adalah sarana komunikasi
keluarga dimana semua anggota berkumpul untuk mendengarkan cerita sukses
pekanan masing-masing. Bu Septi kemudian meminta kami melakukan simulasi
mastermind.
Ruangan
mulai riuh dengan cerita masing-masing orang di kelompoknya. Saya dan suami
sekelompok dengan Mbak Nita dan Mas Dian sepasang suami istri yang baru menikah
dan dikaruniai seorang putri berusia 2 tahun. Memang terasa sekali emosi
positif dan kedekatan yang terbangun ketika kami saling mendengarkan cerita
sukses satu sama lain, sekecil apapun itu. Saya sepakat, teknik mastermind ini
sangat cocok diterapkan di forum keluarga. Syaratnya, semua yang mendengarkan
dilarang nyinyir atau menimpali cerita yang lain dengan komentar negatif, kayak
di temlen belakangan ini…hehehe.
Langkah
berikutnya adalah BERBAGI PERAN. Tahap ini yang paling banyak ditanyakan di
sesi diskusi, yang sebenarnya sesi Pak Dodik. Inilah salah satu keunikan
seminar A Home Team kemarin, sesi diskusinya puaaanjaang bener. Meski tetap tak
mampu menampung semua pertanyaan.
Jadi
setelah 45 menit Bu Septi presentasi, Bu Septi memanggil Pak Dodik untuk
menjelaskan. Lucunya, Pak Dodik hanya perlu beberapa detik untuk bicara, lalu
langsung mempersilakan peserta bertanya sehingga akhirnya sesi diskusi
berlangsung 2 jam 30 menit, dengan berhasil menjawab kurleb 12 pertanyaan!
Emejing :D
Nah, detik
detik awal Pak Dodik bicara itu, beliau menyampaikan hal ini. Menurut beliau,
manusia hanya akan tertarik dengan sesuatu yang sesuai KEBUTUHANnya. Kalimat
ini beliau sarikan dari pengalamannya ketika menyimak Elan saat ditanya di
forum seminar. Saat itu ada orang tua yang bertanya, kenapa anak-anak seneng
banget sama game online? Elan menjawab, karena game online itu update, minimal
sekali sebulan pasti ada yang baru, bikin seru dan penasaran. Jadi anak gak
pernah bosan, karena kebutuhannya akan sesuatu yang baru, menyenangkan, seru
terpenuhi oleh game online. Maka, kalau mau jadi orang tua yang tidak
membosankan, harus selalu update dengan dunia anak. Setuju pake banget 1000
kali (lebay).
Setelah itu
dibuka sesi diskusi pertama, saya masih sempat catat rapi, hehe. Supaya enak
dibaca, saya langsung tulis dengan jawabannya. Kalau sudah gak ada nama
orangnya, berarti catatan saya udah gak rapi :D
Pertama
pertanyaan Mbak Widhya, teman sekelas Bunsay saya. Beliau menanyakan apakah Bu
Septi mengalami fase penolakan di awal perannya sebagai IRT?
Bu Septi
menjawab, penolakan itu ada. Sebab yang beliau rasakan dari sekitar, dan dari
dalam diri sendiri, tidak ada yang MENGHARGAI statusnya sebagai IRT. Merasa malu dan minder tiap bertemu
tetangga kanan kiri yang rapi wangi berangkat di pagi hari.
Setelah
beberapa saat berada dalam keterpurukan, Bu Septi mendapat ilham. For things to
change, I MUST CHANGE. Jika ingin orang lain menghargai profesi IRT, maka IRT
sendirilah yang harus berubah menghargai diri sendiri. Maka Bu Septi pun
memulai sebuah perubahan kecil: ganti kostum.
Ia
memutuskan mengganti daster dan bergo kusut khas emak-emak rumahan menjadi baju
formal selayaknya akan bekerja professional di luar rumah. Pak Dodik pun
bertanya heran, “Kamu mau kemana?” saat melihat Bu Septi berubah kostum di pagi
hari. Bu Septi hanya menjawab, saya ingin berangkat menunaikan tugas saya sebagai
ibu rumah tangga.
Begitu
terus Bu Septi mengubah cara berpakaiannya sampai 90 hari. Di hari ke-91 ia
mulai merasa malu dengan kostumnya ketika berbelanja di tukang sayur hanya
ngobrol masalah harga sayuran. Dengan kostum seorang professional mestinya ia
beralih dari tukang masak keluarga menjadi MANAJER GIZI KELUARGA. Bu Septi malu
jika hanya keluar antar jemput anak, ia harus beralih menjadi MANAJER
PENDIDIKAN KELUARGA.
Dengan
kostum itu ia juga malu hanya menjadi kasir keluarga, maka ia beralih menjadi
MANAJER KEUANGAN KELUARGA. Semua itu memacu Bu Septi untuk berubah menjadi IBU
PROFESIONAL, ibu rumah tangga yang meningkatkan kualitas dirinya, bersungguh
sungguh dan totalitas dalam menjalankan peran menjadi MANAJER KELUARGA.
Pertanyaan
kedua, sampai sesi kesimpulan bersambung dulu yaaa…harus kembali berjibaku
dengan realita emak beranak tiga :D
Alhamdulillah
ala kulli hal, terimakasih sudah membaca (6 halaman A4 XP) tulisan saya ;)
Sesi foto di akhir seminar. Gak muaat ;D |
Alhamdulillah akhirnya berhasil mencegat Bu Septi dan kasih oleh-oleh buku Yakin Dia Jodohmu? buat Enes dan Ara :D |
salam kenal mbak Yunda. Terimakasih resumenya sangat bermanfaat terutama buat saya yang datang terlambat.
ReplyDeletesilakan berkunjung ke laman saya:
htttp://jurnalaqiqa.blogspot.co.id
sama sama mba Intan :)
DeleteMbak Yunda terima kasih resumenya. Saya kebagian di KC, hanya bisa masuk pas 15 menit terakhir. Mendapat gambaran setelah membaca tulisan Mbak Yunda, gimana serunya sesi di dalam :)
ReplyDeletesama sama Mba Nani, part 2 nya jangan lupa baca juga biar lengkap ;D
DeleteTeh yunda salam kenal lagi teh..pernah jumpa teteh isi acara di sekolah amiera creative😊 barangkali teh Yunda masih ingat saya hehe.. hatur nuhun teh sudah menceritakan isi seminar langsung terbayang bagaimana serunya suasana dan isi seminarnya ...soalnya saya ga bisa hadir bersama pasangan😢. Sekali lagi terima kasih teh Yunda
ReplyDeleteTeh yunda salam kenal lagi teh..pernah jumpa teteh isi acara di sekolah amiera creative😊 barangkali teh Yunda masih ingat saya hehe.. hatur nuhun teh sudah menceritakan isi seminar langsung terbayang bagaimana serunya suasana dan isi seminarnya ...soalnya saya ga bisa hadir bersama pasangan😢. Sekali lagi terima kasih teh Yunda
ReplyDeleteSama sama Teh Dwi, semoga bermanfaat :D semoga ketemu lagi yaa kapan2 ;)
Delete