Tuesday, 27 February 2018

Jiwa Serapuh Kaca



Ini adalah hari terburuk dalam hidup Leonardo Di Caprio, meskipun sebelumnya ia baru saja merayakan keberhasilannya membekuk penjahat. Ia pulang ke rumah dengan perasaan bangga dan begitu gembira. Ia tak tahu, saat itu di rumahnya telah terjadi  tragedi yang akan mengubah seluruh hidupnya menjadi gelap gulita.

Sampai di rumah, sembari melepas lelah ia menceritakan dengan antusias pengalaman keberhasilannya barusan pada istrinya. Namun ia merasa ada yang aneh karena rumah begitu sepi, padahal seharusnya ketiga anak mereka sudah pulang sekolah dan berada di rumah.

Perasaan tak enak mulai menjalari Leo mengingat istrinya dalam kondisi kejiwaan yang tak stabil. Sebelum mereka pindah ke rumah baru ini, sang istri pernah membakar apartemen mereka karena stress.

Sejak itu, Leo mulai menyadari ada yang salah dengan mental istrinya. Kendati demikian, alih-alih menuntaskan masalah bersama, Leo justru melarikan diri dengan sibuk bekerja sepanjang waktu.

Sedetik kemudian Leo tersadar bahwa ia tak seharusnya membiarkan sang istri bergelut sendirian dengan mental yang tak sehat. Keselamatan jiwa anak-anak dapat menjadi taruhannya. Sayangnya, kesadaran Leo datang terlambat.

Ada yang bisa tebak apa yang terjadi? yang sudah nonton film Shutter Island pasti ingat adegan tragis ini. Leo menemukan 3 anaknya sudah tewas tenggelam di danau belakang rumah. Sementara istrinya hanya termenung duduk memandangi danau. Datar, tanpa ekspresi apa-apa.

Image result for shutter island sinopsis
Adegan yang bikin jantung berasa naik ke tenggorokan
Shutter Island ini salah satu film paling berkesan buat saya (seperti film film Om Leo lainnya, ihiw fans inih ceritanya). Tapi saya bukan mau bahas film ini. Saya mau bahas apa yang sudah saya tulis di buku Yakin Dia Jodohmu? bab Menikahi Jiwa Serapuh Kaca. Seandainya Leo dalam Shutter Island baca buku YDJ, mungkin ceritanya akan berbeda...Menurut saya semua ini juga relevan dengan beberapa berita meresahkan tentang orangtua (spesifiknya ibu) yang membunuh anak-anaknya karena diduga mengalami gangguan jiwa.

Tidak ada gangguan kejiwaan yang terjadi dalam satu malam. Prosesnya bukan karena satu dua kejadian atau setahun dua tahun pernikahan. Gangguan kejiwaan itu interaksi faktor biologis, psikologis, dan sosial sepanjang hidup seseorang, sejak dalam kandungan bahkan mungkin sejak proses pembuahan yang menyebabkan ia menjadi bakal calon manusia.

Kalaupun ada kejadian traumatis, itu bukan penyebab tunggal. Di belakangnya pasti ada sejarah, dan di depannya (setelah kejadian traumatis tersebut) pasti ada berbagai faktor yang membuat kejadian tersebut terus menggerus jiwa. Seperti di film ini, Leo pun akhirnya mengalami gangguan jiwa karena tak mampu memaafkan dirinya (Leo membunuh istrinya setelah menemukan mayat ketiga anaknya tadi).

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan kejiwaan, yang tidak akan saya bahas di sini karena bisa berubah jadi buku teks psikologi dan psikiatri nanti. Yang jelas, semakin dini deteksi dan penanganan yang dilakukan ketika seseorang mengalami gangguan jiwa, semakin besar harapan untuk menjalani hidup layaknya manusia normal.

Bab Menikahi Jiwa Serapuh Kaca di buku YDJ membahas lengkap tentang ini. Mulai dari contoh kasus, cara deteksi, pencegahan hingga tips menghadapi pasangan yang menderita gangguan jiwa. Ketika menikah, kita tidak serta merta tahu semua sisi kepribadian pasangan. Sangat mungkin, ada sisi gelap pasangan yang menyimpan potensi gangguan kejiwaan. Setelah berstatus sebagai suami istri, kita wajib saling peduli dengan kesehatan mental pasangan. Jangan sampai terjadi apa yang dialami Leo di film Shutter Island (atau yang belakangan terjadi di negeri ini, hiks sedih...).

Penderita gangguan jiwa bisa hidup berdampingan dengan orang normal, beraktivitas seperti orang pada umumnya. Dukungan dan pendampingan dari orang terdekat adalah kekuatan yang sangat berarti bagi penderita. Pun jika tidak dapat menjalani kehidupan normal kembali, ada langkah-langkah penyesuaian yang mestinya dapat dilakukan agar kualitas hidup penderita maupun lingkungan terdekat tetap stabil tanpa tragedi.



Bab Menikahi Jiwa Serapuh Kaca, buku Yakin Dia Jodohmu?


Tak hanya berlaku buat pasangan, kita sendiri pun hendaknya senantiasa mengecek kewarasan diri. Jangan sampai terlalu banyak mengamati pasangan tapi lupa bercermin kepribadian sendiri.

Kalau kepala sudah mulai terasa sering berat, seperti penuh dengan masalah yang tak ada penyelesaian, saatnya BICARA pada orang yang dapat dipercaya. Jika perasaan tak berdaya, putus asa, dan hilang selera beraktivitas apapun mulai menerpa, carilah teman BICARA. Sebab tenggelam dalam pikiran sendiri tak banyak mengubah keadaan. Ada orang lain yang sangat mungkin membantu kita menawarkan sudut pandang yang lebih terang.

Ada banyak cara untuk menjaga kesehatan jiwa. Mendekatkan diri pada Tuhan, melatih keterampilan berpikir positif, berkomunikasi efektif, bergabung dengan komunitas produktif, semua dapat menjadi jembatan agar emosi teralirkan. Jauh dari kata frustrasi. Luka yang membekas di jiwa tersembuhkan kembali.

Dalam konteks parenting, kita sangat perlu membekali anak dengan coping strategy (cara mengatasi dan mengelola stres). Tidak cukup merangsang kognitif anak untuk problem solving. Sebab seringkali dalam hidup, kita tidak kuasa menyelesaikan masalah atau mengubah keadaan. Ada situasi tertentu yang di luar kendali kita sebagai manusia. Mengubah sudut pandang, menerima, mengambil hikmah adalah keterampilan yang tak kalah penting untuk dikembangkan. InsyaaAllah terkait ini saya berniat sharing workshop pengelolaan emosi yang saya ikuti 17-18 Februari lalu. Doakan saya sehat dan sempat :)


Begitulah. Semoga kita semua bisa menjalani (sisa) hidup ini dengan jiwa yang sehat. Saling menguatkan dan mendoakan dalam setiap episode kehidupan. Selalu ingat bahwa Tuhan dekat dan Maha Mengabulkan permohonan hambaNya. Bahwa Dia sejatinya tidak pernah menguji di luar batas kemampuan manusia. Bahwa selalu ada kemudahan di tengah kesulitan yang sedang melanda.

"Jika kita tidak mampu mengubah keadaan, ubahlah sudut pandang. Jika kita tak mampu menyelesaikan masalah, terima dan berdamailah. Kita selalu punya pilihan; untuk menyerah atau tabah (Fitrian, 2018)".

Ini lho penampakan bukunya bagi yang belum order...eh belum tau ;D




No comments:

Post a Comment