Tiap anak terlahir dengan potensi menjadi baik (fitrah), orang tualah yang membentuknya menjadi bermasalah.
Anak terlahir dengan potensi jujur. Namun ketika ia tak sengaja menumpahkan air, orang tua melotot sambil berteriak, "siapa yang numpahin air?!"
Sehingga ia belajar, jujur mengakui kesalahan hanya akan membuatnya kena omelan.
Yang ingin anak tetap dalam fitrah jujur, mari ganti respon kita dengan berlatih:
"Airnya tumpah sayang, ayo dilap. kalau tidak dilap bisa licin nanti ada yang jatuh".
"Airnya tumpah sayang, ayo dilap. kalau tidak dilap bisa licin nanti ada yang jatuh".
Begitu juga ketika anak membawa pulang kertas ulangan bernilai buruk. Tidak perlu disalahkan. Cukup bertanya apa yang bisa ayah ibu bantu?
Karena semua orang, makin disalahkan hanya akan makin banyak berbuat salah.
Anak lahir dengan fitrah menjadi mandiri. Namun orang tua merusak fitrah itu ketika ia belajar memasang kancing dan kesulitan, lalu berkata:
"Sini mama bantu, lama amat sih!", begitu berulang ulang ketika anak lelet memasang tali sepatu, membuka tutup tempat minum dan seterusnya.
"Sini mama bantu, lama amat sih!", begitu berulang ulang ketika anak lelet memasang tali sepatu, membuka tutup tempat minum dan seterusnya.
Sehingga ia belajar, aku tidak bisa apa apa. Mama Papa lah yang punya daya.
Maka jangan salahkan anak ketika usianya mendewasa tapi jiwanya tetap kerdil dalam ketergantungan.
Yang ingin anaknya tetap dalam fitrah mandiri, mari ganti respon kita dengan menahan diri. Biarkan anak mencoba. Beri ia kesempatan karena percayalah ia pasti bisa.
Ayah bunda mari terus belajar untuk menjaga ananda tetap dalam fitrahnya. Menjadi manusia yang hatinya selalu hidup dalam kebaikan. Sebab sejak lahir ke dunia, tugas kita adalah menjaga fitrahnya. Menjadi manusia beraqidah lurus dan memakmurkan bumi dengan segala potensi kehebatannya.
(Bersambung..)
(Bersambung..)
No comments:
Post a Comment