Thursday, 15 March 2018

Kajian Buku Mencetak Generasi Rabbani, Bab Mengajarkan Anak Ihsan, Ust Abu Ihsan Al Maydani

Kajian Buku Mencetak Generasi Rabbani, Bab Mengajarkan Anak Ihsan, Ust Abu Ihsan Al Maydani, Kamis 15 Maret 2018, Masjid Ash Shaf Bintaro

Ihsan adalah derajat tertinggi dalam Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam mengajarkan ihsan dalam dua makna;

Pertama, Mengerjakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya (professional). Allah mewajibkan setiap Muslim berbuat ihsan dalam segala urusannya, bahkan dalam urusan menyembelih hewan sekalipun. Pisau ditajamkan sebaik-baiknya dan hewan dibuat senyaman mungkin:

Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.”  (HR. Muslim)

Dalam Islam dilarang menghina diri sendiri dengan memikul sesuatu yang tidak mampu dilakukan dengan baik. Islam membawa umatnya untuk maju karena mengajarkan profesionalisme dalam mengemban amanah sekecil apapun. 

Agar sampai pada tingkat ihsan, setiap Muslim perlu terus belajar untuk meningkatkan kualitas dirinya. Seorang ibu belajar menjadi ibu yang professional baik dalam mendidik maupun manajemen rumah tangga.  Seorang ayah menjadi ayah yang professional dengan terus meningkatkan kompetensinya dalam memimpin rumahtangga, mendidik istri dan anak-anaknya.

Inilah urgensi menuntut ilmu, agar kualitas diri meningkat menuju derajat ihsan. Imam Syafii pernah berkata, barang siapa yang ingin sukses dunia, tuntutlah ilmu dunia. Siapa yang ingin sukses di akhirat, tuntut ilmu akhirat. Jika ingin sukses keduanya, tuntutlah ilmu keduanya.


Dalam mendidik anak untuk ihsan, perhatikan bagaimana anak menjalani rutinitasnya. Jika anak bersekolah, ada saatnya anak bosan dan malas. Orangtua perlu melihatnya sebagai hal yang wajar. Tidak perlu memarahi anak. Gali dan munculkan alasan pentingnya sekolah atau menuntut ilmu agar anak bersemangat kembali.

Ketika anak menjalankan tugas rumahtangga, seperti membereskan kamar tidur misalnya. Ajarkan ia melipat selimut dengan ihsan, simetris dan rapi misalnya. Sambil tanamkan bahwa Allah menyukai perbuatan ihsan.


Makna ihsan yang kedua adalah muraqabatullah. Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Muslim tentang malaikat Jibril yang bertanya pada Rasulullah tentang ihsan. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam menjawab, ihsan adalah beribadah seakan akan kamu melihat Allah, kalaupun engkau tidak melihatNya, yakinlah Allah selalu melihatmu (HR Muslim).

Inilah derajat ikhlas yang tertinggi, berupa perasaan selalu berada dalam pengawasan Allah. Sehalus apapun yang tersirat dalam hati, selalu mawas diri, khawatir amalnya tidak diterima karena rusak niat yang melenceng.


Mukmin yang berada pada derajat ini tidak pernah merasa sudah aman dengan amalannya. Ia tidak merasa bangga diri karena tahu syaitan selalu terus berusaha menggoda hingga titik terjauh dalam ibadahnya. Sifat jujur pun akan selalu menjadi karakter diri, sebab yakin Allah selalu membersamai.
Jika ihsan jenis ini sudah tertanam pada anak, orang tua tidak perlu capek mengawasi. Sebab anak akan selalu berbuat jujur karena yakin Allah-lah yang mengawasi tanpa henti.

Jangan sampai sebagai orangtua kita tertipu dengan anak yang manis di hadapan tapi berperilaku buruk di luaran. Ini akan terjadi jika anak hanya takut pada pengawasan orangtua. Di luar rumah ia merasa  tidak ada orangtua yang mengawasi sehingga bisa berbuat sekehendak hati.

Maka orangtua perlu terus menerus melatih anak untuk menumbuhkan ihsan muraqabatullah. Ini tidak serta merta muncul dalam diri anak, atau langsung tertanam setelah sekali orangtua menasihati.

Penting pula mengendalikan diri kita jika mendapati anak jujur mengakui perbuatan buruknya. Jangan marah besar ketika anak jujur mengakui kesalahan. Sebab kemarahan itu hanya akan membuat anak berhenti bercerita dengan jujur.

Apresiasi kejujuran anak, bantu anak memperbaiki kesalahannya. Inilah yang akan membuat anak nyaman untuk menjadi orang yang jujur. Jangan sampai anak memilih berbohong karena kejujurannya hanya mendatangkan amarah orangtua.

Ajak anak bercerita melalui QS Al Mujadilah ayat 7:

Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa·apa yang ada di langit dan apa yang di bumi? Tiada pembicaraan rahasia di antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang Keempat, dan tidaklah berlima melainkan Dialah yang Keenam. Dan tidak pula kurang dari demikian dan tidak lebih banyak melainkan Dia beserta mereka di mana saja mereka berada. Kemudian akan Dia beritakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan itu di hari qiyamat kelak. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Yakinkan anak bahwa Allah selalu membersamai hambaNya. Ingatkan pula tentang hadits Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam tentang kejujuran:

Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’”(HR Muslim)

Demikianlah dua makna utama dari ihsan sesuai hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Selain itu, ihsan juga bermakna berbagai macam kebaikan sebagaimana tercantum dalam QS Al Qashash ayat 77:

…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Islam telah mengajarkan dasar dari kebaikan atau perbuatan ihsan adalah keinginan untuk berbagi hal baik terhadap sesama. Mulai dari yang sederhana seperti berbagi senyuman hingga yang besar seperti berbagi harta.

Salah satu kaidah dalam Islam adalah tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan orang lain. Perhatian kepada keselamatan orang lain termasuk di dalamnya. Oleh karena itu seorang Muslim sepatutnya menaati peraturan yang mengandung kemaslahatan orang banyak. Misalnya dalam berkendara, menjaga kebersihan, dan sebagainya.

Sebagian negara non Muslim telah mempraktekkan ihsan dalam hal ini. Kita lihat bagaimana negara tersebut bersih, tertata, dan sangat menghargai peraturan terkait keselamatan bersama. Maka marilah kita sebagai Muslim lebih giat lagi menjadi teladan dalam perilaku ihsan.

*Catatan dibuat oleh Yunda Fitrian sejak kajian dimulai hingga sesi tanya jawab pertama






No comments:

Post a Comment