Kajian Buku Mencetak Generasi Rabbani, Bab Mengajarkan Anak Ihsan, Ust
Abu Ihsan Al Maydani, Kamis 15 Maret 2018, Masjid Ash Shaf Bintaro
Ihsan
adalah derajat tertinggi dalam Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam
mengajarkan ihsan dalam dua makna;
Pertama, Mengerjakan
segala sesuatu dengan sebaik-baiknya (professional). Allah mewajibkan setiap
Muslim berbuat ihsan dalam segala urusannya, bahkan dalam urusan menyembelih
hewan sekalipun. Pisau ditajamkan sebaik-baiknya dan hewan dibuat senyaman
mungkin:
“Sesungguhnya Allah
memerintahkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak
membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih,
maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya
dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.” (HR. Muslim)
Dalam Islam
dilarang menghina diri sendiri dengan memikul sesuatu yang tidak mampu
dilakukan dengan baik. Islam membawa umatnya untuk maju karena mengajarkan
profesionalisme dalam mengemban amanah sekecil apapun.
Agar sampai
pada tingkat ihsan, setiap Muslim perlu terus belajar untuk meningkatkan kualitas
dirinya. Seorang ibu belajar menjadi ibu yang professional baik dalam mendidik
maupun manajemen rumah tangga. Seorang
ayah menjadi ayah yang professional dengan terus meningkatkan kompetensinya
dalam memimpin rumahtangga, mendidik istri dan anak-anaknya.
Inilah
urgensi menuntut ilmu, agar kualitas diri meningkat menuju derajat ihsan. Imam
Syafii pernah berkata, barang siapa yang ingin sukses dunia, tuntutlah ilmu
dunia. Siapa yang ingin sukses di akhirat, tuntut ilmu akhirat. Jika ingin
sukses keduanya, tuntutlah ilmu keduanya.
Dalam mendidik
anak untuk ihsan, perhatikan bagaimana anak menjalani rutinitasnya. Jika anak
bersekolah, ada saatnya anak bosan dan malas. Orangtua perlu melihatnya sebagai
hal yang wajar. Tidak perlu memarahi anak. Gali dan munculkan alasan pentingnya
sekolah atau menuntut ilmu agar anak bersemangat kembali.
Ketika anak
menjalankan tugas rumahtangga, seperti membereskan kamar tidur misalnya. Ajarkan
ia melipat selimut dengan ihsan, simetris dan rapi misalnya. Sambil tanamkan
bahwa Allah menyukai perbuatan ihsan.
Makna ihsan
yang kedua adalah muraqabatullah. Makna ini sesuai dengan hadits yang
diriwayatkan Muslim tentang malaikat Jibril yang bertanya pada Rasulullah
tentang ihsan. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam menjawab, ihsan adalah
beribadah seakan akan kamu melihat Allah, kalaupun engkau tidak melihatNya,
yakinlah Allah selalu melihatmu (HR Muslim).
Inilah derajat
ikhlas yang tertinggi, berupa perasaan selalu berada dalam pengawasan Allah. Sehalus
apapun yang tersirat dalam hati, selalu mawas diri, khawatir amalnya tidak
diterima karena rusak niat yang melenceng.
Mukmin yang
berada pada derajat ini tidak pernah merasa sudah aman dengan amalannya. Ia tidak
merasa bangga diri karena tahu syaitan selalu terus berusaha menggoda hingga
titik terjauh dalam ibadahnya. Sifat jujur pun akan selalu menjadi karakter
diri, sebab yakin Allah selalu membersamai.
Jika ihsan
jenis ini sudah tertanam pada anak, orang tua tidak perlu capek mengawasi. Sebab
anak akan selalu berbuat jujur karena yakin Allah-lah yang mengawasi tanpa
henti.
Jangan sampai
sebagai orangtua kita tertipu dengan anak yang manis di hadapan tapi
berperilaku buruk di luaran. Ini akan terjadi jika anak hanya takut pada
pengawasan orangtua. Di luar rumah ia merasa tidak ada orangtua yang mengawasi sehingga
bisa berbuat sekehendak hati.
Maka orangtua
perlu terus menerus melatih anak untuk menumbuhkan ihsan muraqabatullah. Ini tidak
serta merta muncul dalam diri anak, atau langsung tertanam setelah sekali
orangtua menasihati.
Penting pula
mengendalikan diri kita jika mendapati anak jujur mengakui perbuatan buruknya. Jangan
marah besar ketika anak jujur mengakui kesalahan. Sebab kemarahan itu hanya
akan membuat anak berhenti bercerita dengan jujur.
Apresiasi kejujuran
anak, bantu anak memperbaiki kesalahannya. Inilah yang akan membuat anak nyaman
untuk menjadi orang yang jujur. Jangan sampai anak memilih berbohong karena
kejujurannya hanya mendatangkan amarah orangtua.
Ajak anak
bercerita melalui QS Al Mujadilah ayat 7:
Tidakkah engkau
perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa·apa yang ada di langit dan apa yang di
bumi? Tiada pembicaraan rahasia di antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang Keempat,
dan tidaklah berlima melainkan Dialah yang Keenam. Dan tidak pula kurang dari
demikian dan tidak lebih banyak melainkan Dia beserta mereka di mana saja
mereka berada. Kemudian akan Dia beritakan kepada mereka apa yang mereka
kerjakan itu di hari qiyamat kelak. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.
Yakinkan anak
bahwa Allah selalu membersamai hambaNya. Ingatkan pula tentang hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam tentang kejujuran:
Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu
anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada
kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang
selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh
sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta
membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke
Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan
dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’”(HR Muslim)
Demikianlah
dua makna utama dari ihsan sesuai hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wasallam. Selain itu, ihsan juga bermakna berbagai macam kebaikan sebagaimana
tercantum dalam QS Al Qashash ayat 77:
…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Islam telah
mengajarkan dasar dari kebaikan atau perbuatan ihsan adalah keinginan untuk
berbagi hal baik terhadap sesama. Mulai dari yang sederhana seperti berbagi
senyuman hingga yang besar seperti berbagi harta.
Salah satu
kaidah dalam Islam adalah tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan orang
lain. Perhatian kepada keselamatan orang lain termasuk di dalamnya. Oleh karena
itu seorang Muslim sepatutnya menaati peraturan yang mengandung kemaslahatan
orang banyak. Misalnya dalam berkendara, menjaga kebersihan, dan sebagainya.
Sebagian negara
non Muslim telah mempraktekkan ihsan dalam hal ini. Kita lihat bagaimana negara
tersebut bersih, tertata, dan sangat menghargai peraturan terkait keselamatan
bersama. Maka marilah kita sebagai Muslim lebih giat lagi menjadi teladan dalam
perilaku ihsan.
*Catatan
dibuat oleh Yunda Fitrian sejak kajian dimulai hingga sesi tanya jawab pertama
No comments:
Post a Comment