Sunday, 11 March 2018

Mendampingi Anak di Era Milenial oleh Ustadzah dr. Aisyah Dahlan



Catatan Singkat Kajian Tematik Dhuha Masjid Ash Shaaf Emerald Bintaro, Sabtu 10/03/18
Mendampingi Anak di Era Milenial oleh Ustadzah dr. Aisyah Dahlan

Anak-anak era milenial tidak suka disebut generasi galau, sebutlah mereka dengan label yang positif misalnya generasi hebat.

Apa yang harus dilakukan jika terlanjur jauh dari anak? perbanyak memeluk anak. Sebab saat dipeluk tubuh manusia mengeluarkan hormon endorphin yang memunculkan rasa bahagia. Hormon ini bisa disebut narkotika alami. Sebagian orang yang tidak memperolehnya secara alami, mencarinya dari narkoba.

Jika anak sudah terlalu besar sehingga malu tidak mau dipeluk, terutama anak lelaki, cukup tepuk-tepuk bahunya.

Sebelum baligh, hormon yang keluar dari tubuh manusia hanya satu cangkir, begitu baligh hormon keluar langsung sebanyak satu galon. Akibatnya anak kaget dengan segala perubahan fisik dan mental yang ia rasakan, begitu pula orangtua kaget dengan perubahan perilaku anak yang drastis. Anak lelaki jadi lebih laki daripada ayahnya, anak perempuan lebih perempuan dari ibunya.

Setelah melewati 3 tahun dari masa baligh, tubuh baru dapat menyesuaikan diri dengan pengeluaran hormon tersebut.

Semua generasi mengalami masa pubertas, saat hormon keluar dalam jumlah sangat besar. Bedanya, generasi milenial sekarang lebih bebas dan jujur mengekspresikan gejolak diri. Terutama melalui kecanggihan teknologi.

Generasi tua cenderung menyikapi kecanggihan teknologi dengan negatif. Khawatir terhadap pengaruh buruk dari teknologi tersebut. Namun lama kelamaan, generasi tua pun ikut memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memudahkan urusan mereka.

Oleh karena itu, orangtua tidak perlu melarang sama sekali penggunaan gadget, yang diperlukan adalah KESEPAKATAN yang tegas dalam pemakaian gadget.

Bagaimana untuk sampai pada kesepakatan yang tegas itu? Kuncinya ada di QS. Ali Imran: 159, “Maka berkat rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

Ayat tersebut menyebutkan dengan jelas TAHAPAN untuk sampai pada kesepakatan. Pertama Allah menyuruh kita untuk berlaku lemah lembut.

Berusahalah untuk selalu lembut kepada anak. Contohkan bicara dengan suara lembut, berperilaku lemah lembut.

Jangan sampai kita sulit untuk berlaku lembut pada anak, bahkan ketika menyebut nama Allah di hadapan anak kita melakukannya dengan nada tinggi dan sambil marah-marah. Hati-hati anak malah trauma dengan nama Allah sebab hanya mendengar nama Allah disebut dalam kemarahan.

Selanjutnya maafkanlah anak. Sebagai orangtua, ketika merasa kesal dengan perbuatan anak, maafkanlah. Dengan memaafkan, muncul ketenangan hati dan anak pun dapat ditenangkan.

Berikutnya mohonkan ampunan atau doakan anak. Ketika menghadapi anak marah, maafkan lalu doakan dalam hati mohon pada Allah agar menenangkannya. Jangan sampai ketika anak marah orangtua menyuruh anak tenang tetapi dirinya sendiri ikut marah. Jadi saat anak tantrum atau marah, orangtua lebih baik diam dulu dan doakan anak.

Setelah orangtua sudah mendoakan, anak pun sudah tenang, barulah bermusyawarah. Buat kesepakatan dan jalankan dengan tegas. Dengarkan pendapat dan perasaan anak sebelum orangtua berbicara dan menawarkan kesepakatan.

Musyawarah atau bersepakat dengan anak lelaki dan perempuan berbeda caranya, jika dikaitkan dengan keunikan otak masing-masing.

Bicara dengan anak lelaki, tidak perlu melihat langsung wajahnya. Sebab mereka lebih suka melihat benda mati atau benda yang bergerak dinamis. Karena itu mereka lebih tertarik pada gadget maupun melakukan aktivitas gerak tubuh. Jika punya anak lelaki yang tidak bisa diam, bersyukurlah karena artinya ia ‘laki banget’. Tidak perlu dimarahi.

Anak perempuan, lebih suka melihat wajah, tapi tetap bisa fokus meski yang bicara tidak berada di hadapannya langsung.

Anak lelaki juga memiliki sudut pandangan mata yang sempit, fokus ke depan. Jadi ketika bicara, pastikan kita berada di depannya. Sudut pandangan mata yang sempit ini pula yang membuat lelaki sulit menemukan barang yang dicari. 

Perempuan sudut pandangan matanya luas. Ia bisa melihat tikus yang berlari di pojok dapur ketika sedang memasak.


Jika sudah fokus, sekitar 10 menit setelah memulai kegiatan seperti nonton tv atau main gadget, pendengaran lelaki akan menurun. Maka jika kita bicara atau panggil namanya ia tidak akan mendengar. Lebih baik dekati, colek, berhadapan, baru ajak bicara.

Anak lelaki juga sebaiknya tidak diajak bicara di malam hari. Sebab stok kata-katanya terbatas, hanya 7000 dan sudah habis di sekolah. Mengajak bicara anak lelaki di malam hari tidak akan bisa menddapat respon banyak. Sementara perempuan dengan stok kata-kata 20.000 masih bisa banyak bicara.

Jangan nasihati atau buat kesepakatan saat perut anak kosong. Anak tidak akan bisa menyerap dengan baik. Ajak anak makan-makan di luar, berdua saja.

Kalau ingin membuat kesepakatan tentang game online, coba minta anak menyebutkan 3 manfaat dari game tersebut. Tujuannya agar persepsi anak dan orang tua sama, dan anak bisa mencari sisi baik dari game yang ia mainkan.

Setelah itu sepakati DURASI dan WAKTU bermain. Jalankan kesepakatan, jika dirasa masih kurang pas, jangan buru-buru diganti. Jalankan dulu kesepakatan minimal sebulan, baru kembali ajak bicara untuk mengubah kesepakatan. Sebab jika terlalu sering mengajak anak bicara kesepakatan ia akan bosan.

Jangan total melarang anak menggunakan gadget, sebab banyak pula manfaat yang bisa diambil. Misalnya anak bisa membaca ebook, tasmi' quran, belajar dari video tutorial, dan sebagainya. Yang perlu dilakukan adalah membuat anak cerdas dan bijak menggunakan gadget.

catatan ditulis 15 menit setelah kajian dimulai sampai selesai, oleh Yunda Fitrian

No comments:

Post a Comment