Sunday, 2 September 2018

Diswap Serba Serbi Konsekuensi dalam Mendisiplinkan Anak oleh Yunda Fitrian, S.Psi


BACA INI DULU


Bismillah,

Sebelum mulai masuk ke materi, mari kita samakan persepsi.

1.     ๐Ÿ’Ž  Ilmu itu cahaya, maka seharusnya ia menerangi, bukan membuat kita frustrasi.

Kelak ketika kita mencoba menerapkan ilmu parenting pada anak, mungkin kita akan bertemu berbagai hambatan. Santai saja, pelan-pelan, dan yang penting, SESUAIKAN dengan kondisi anak masing-masing. Sebab tiap anak UNIK, pasti memiliki kekhasan yang membuat orangtua mesti luwes dalam mendidiknya.

2.     ๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž  Belajar adalah bagian dari ikhtiar sementara hasil dari semua ikhtiar kembali kepada Allah. Jadi kembalikan semua kepada Allah, jangan bergantung pada manusia.

3.  ๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž     Kata ‘anak’ dalam diskusi ini merujuk pada usia lahir hingga sebelum baligh.


Selanjutnya kita langsung masuk ke materi

๐Ÿ’š๐Ÿ’š๐Ÿ’š Serba-Serbi Konsekuensi dalam Mendisiplinkan Anak ๐Ÿ’š๐Ÿ’š๐Ÿ’š


_“Bingung ngadepin anak..dilembutin gak ngerti-ngerti, dikasarin tambah jadi..terus aku kudu piye??!!”_


Ayah Bunda, jika ada diantara kita yang pernah merasakan kebingungan menghadapi perilaku anak, maka BERSYUKURLAH karena artinya Allah sedang memberi kita kesempatan belajar ๐Ÿ’–


Belajar sabar mendidik calon khalifah yang terlahir membawa berbagai fitrah.

Allah titipkan ia pada kita karena tahu kita MAMPU membimbingnya menjadi manusia berguna.


Cara pandang MENENTUKAN bagaimana kita bersikap. Bagaimana kita memaknai berbagai tantangan dalam mendidik anak dan akhirnya menentukan KEKUATAN KOMITMEN dan KONSISTENSI kita.



Banyak orangtua yang merasa STRES menghadapi anak karena para pandang yang KELIRU. Orangtua yang STRES hanya akan menghasilkan anak yang stres hingga akhirnya masalah keluarga tak kunjung beres.



Oleh karena itu, sebelum berangkat ke hal-hal teknis dalam mendisiplinkan anak, yang paling penting adalah kita memiliki CARA PANDANG yang tepat dalam melihat perilaku anak.


((Bagian 1))

*TIGA PRINSIP* dalam memandang perilaku anak

1. ๐Ÿ‘ถ๐Ÿป Anakku *BUKANLAH* aku.

Setiap anak lahir dengan kombinasi DNA yang unik, membawa bakat istimewanya sendiri. Ia akan hidup di zaman yang BERBEDA dari orangtuanya. Anak memiliki akal, rasa, dan kehendaknya sendiri. Ia bukanlah miniatur orangtuanya.


Anak bukan robot yang tidak punya pilihan atas perintah pembuatnya. Anak bukan boneka, yang selalu imut lucu sepanjang masa. Ketika datang masa ia mampu berkata tidak bahkan mungkin melawan orangtua, ketahuilah itu bukti bahwa anak kita sedang *belajar membuat pilihan sendiri*. Jangan buru-buru berprasangka buruk atau mematikan inisiatif anak.

2. ๐Ÿ‘ถ๐Ÿป๐Ÿ‘ถ๐Ÿป Anak adalah peniru ulung dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

Perilakunya adalah hasil pengamatan terhadap lingkungan sekitar. Ia melakukan trial-error  untuk mencapai tujuan. Sebuah perilaku akan DIULANG dan DIPERTAHANKAN ketika BERHASIL mengantarkan pada TUJUAN. Jika ternyata ternyata TIDAK berhasil membuat anak mencapai tujuan, perilaku tersebut akan PUNAH.

Anak terlahir fitrah, orangtualah yang menentukan akan dibawa kemana fitrah tersebut. Fitrah di sini mencakup segala potensi kebaikan bawaan yang Allah instalkan dalam diri anak. Maka ketika anak berperilaku buruk, yang pertama kita lakukan adalah BERCERMIN. Apa saja yang sudah kita contohkan? Sebab anak meniru apa yang kita lakukan, bukan hanya  mendengarkan apa yang kita perintahkan.





3. ๐Ÿ‘ถ๐Ÿป๐Ÿ‘ถ๐Ÿป๐Ÿ‘ถ๐Ÿป  Anak adalah TITIPAN Allah.

Allah Mahatahu hikmah dibalik takdirNya. Jika Allah titipkan anak pada kita, Dia tahu kita MAMPU menjaga fitrahnya.

Di akhirat Allah akan meminta pertanggungjawaban atas titipan tersebut. Maka perlakukan anak sesuai tuntunanNya.


Apapun perilaku anak, jika kita memandangnya dengan tiga prinsip ini, insyaAllah hati kita akan lebih LAPANG. Akal pun menjadi TENANG bekerja mencari solusi, bukan sibuk menyalahkan kanan kiri.


[3/9 06.11] Yunda Fitrian: ((Bagian 2))

Nah, sekarang kita masuk ke teknis dalam mendisiplinkan anak.  Kembali ke pertanyaan awal _“Bingung ngadepin anak..dilembutin gak ngerti-ngerti, dikasarin tambah jadi..terus aku kudu piye??!!”_



Untuk menjawabnya, pahami dulu bahwa:

❗Mendisiplinkan anak tidak sama dengan MENGEKANG anak.

❗Mendisiplinkan anak juga tidak harus dengan KEKERASAN.

Lihat sosok teladan kita, Rasulullah SAW. Tidak pernah ada satu riwayat pun mengisahkan beliau berlaku keras pada anak-anak. Namun lihat anak-anak hasil didikan Rasulullah SAW. Semua menjadi sosok harum sepanjang sejarah, bahkan menuai keridhoan Allah di dunia dan akhirat.

Maka yakinlah anak-anak kita pun BISA dididik tanpa KEKERASAN. Sebab seperti apapun zaman berubah, mendidik dengan kekerasan hanya menghasilkan generasi pemarah.



_Jadi mesti lembut gitu? Tapi anak saya gak mempan dilembutin. Ngelunjak! Kalo sama ayahnya yang galak, dibentak atau dipukul dia baru kapok!_

Nah, kalau kasusnya seperti ini saya cuma bisa bilang, mau meniru cara Rasulullah atau yakin dengan cara sendiri?

Hati-hati, mendidik dengan cara seperti ini bisa menghasilkan anak yang hanya manis di depan orangtua, tapi liar di belakang…waspadalah…

Lembut TIDAK SAMA dengan LEMBEK

Lembut tapi TEGAS lebih efektif daripada keras tapi TIDAK KONSISTEN


((Bagian 3))


Lalu BAGAIMANA cara mendisiplinkan anak TANPA kekerasan?

Lakukan TIGA kunci disiplin RAMAH ANAK:

1.๐Ÿฃ Pahami tahap perkembangan anak secara umum

2.  ๐Ÿฃ๐ŸฃAmati PESAN dibalik perilaku anak

3.๐Ÿฃ๐Ÿฃ๐Ÿฃ Terapkan kesepakatan, komitmen dan KONSISTEN dengannya

Simak penjelasannya berikut ini๐Ÿฆ๐Ÿง๐Ÿจ

1. ๐Ÿฃ Pahami tahap perkembangan anak secara umum

_Kenapa anak gak ngerti-ngerti ya dibilangin berkali-kali?_

Karena anak BUKAN orang dewasa.
Otak anak belum berkembang sempurna.  Kemampuan mengartikan bahasa, ruang, waktu, dan peristiwa masih sangat sederhana.

Misalnya, ketika orangtua dengan mata melotot dan suara tinggi bilang listrik itu bahaya bisa bikin kesetrum sampai meninggal, apa yang anak pahami? Bisa jadi ia hanya tahu kalau orangtua melihatnya memegang colokan listrik, ia akan dimarahi. Maka saat orangtua tak melihat, ia tetap mencoba karena rasa ingin tahu yang tinggi.

Jadi JANGAN HARAP anak ngerti hanya dengan SEKALI orangtua memberi pengertian. Inilah ladang pahala kesabaran ๐Ÿ’ช๐Ÿป๐Ÿ’ช๐Ÿป

Bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa, tentu tetap ada cara agar proses anak sampai pada tahap mengerti itu lebih cepat. Apa saja caranya?

๐Ÿ’กGunakan bahasa yang singkat dan jelas. Semakin muda usia anak, gunakan semakin sedikit kata dalam satu kalimat. Katakan perilaku apa yang diharapkan dan boleh, bukan hanya sekadar larangan.

๐Ÿ’กMasukkan pengetahuan lewat cerita dan permainan. Semakin banyak waktu bersama yang diisi dengan cerita dan permainan, semakin besar peluang anak paham dengan maksud orangtua.

Bermain peran tentang peraturan yang ingin dijelaskan merupakan cara efektif untuk membuat anak paham. Bonus dari semua ini adalah hubungan orangtua dan anak makin lekat sehingga anak akan tergerak untuk nurut karena cinta pada orangtua, bukan karena takut kemarahannya.

๐Ÿ’กMinta anak mengulangi penjelasan orangtua dengan bahasanya sendiri untuk mengetahui apa yang ia tangkap.

Mau tau lebih lengkap? Nanti bisa ditanyakan saja yaa☝๐Ÿป✋๐Ÿป


2. ๐Ÿฃ๐Ÿฃ Amati PESAN dibalik perilaku anak

Anti sering mencubit adiknya. Kadang alasannya nggak sengaja atau bercanda. Sudah dijelaskan berkali-kali dan ujung-ujungnya menangis kalau diberitahu.

Coba kita lihat lebih dekat ada apa dibalik perilaku Anti?
Apakah Anti benar-benar belum mengerti penjelasan orangtuanya atau perilaku tersebut hanya CARA untuk menyampaikan kecemburuan pada adiknya?

Ada banyak perilaku anak yang sebenarnya hanya cara menyampaikan rasa. Karena keterbatasan bahasa, anak tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata. Akhirnya muncul perilaku tertentu yang menjadi usaha untuk mencapai maksudnya. 

3.๐Ÿฃ๐Ÿฃ๐ŸฃTerapkan kesepakatan, komitmen dan konsisten dengannya

_Kata Mama, aku gak boleh main hape. Tapi pulang kerja, Papa kasih aku main hape. Berarti main hape boleh donk :D _

Virus yang membuat penegakan aturan tidak efektif bernama INKONSISTENSI alias TIDAK KONSISTEN. Apa yang disepakati tidak dijalankan. Akibatnya anak tidak percaya lagi dengan kesepakatan yang dibuat orangtua. Akhirnya anak dengan percaya diri melanggar aturan bersama.

Berbagai penyebab TIDAK KONSISTEN itu adalah:

๐Ÿฉ TIDAK TEGA

๐Ÿฉ MALAS

๐ŸฉTIDAK FOKUS

๐ŸฉMembuat kesepakatan yang SULIT dijalankan

๐ŸฉBEDA perlakuan antar orangtua maupun dengan pihak lain di lingkungan rumah atau keluarga

Silakan tanya untuk penjelasan lebih lengkap ☝๐Ÿป✋๐Ÿป

Sampai di sini sudah nyambungkah mengapa anak masih terus melanggar aturan?


((Bagian 4))
MEMAHAMI KESEPAKATAN DAN KONSEKUENSI

Mendisiplinkan anak tidak sama dengan menghukum anak. Menghukum adalah pendekatan polisi atau hakim. Gunakanlah pendekatan orangtua pada anak, yaitu dengan KESEPAKATAN dan KONSEKUENSI. Apa bedanya? Silakan ditanyakan saja di sesi diskusi ☝๐Ÿป✋๐Ÿป

Kita langsung bahas RAMBU-RAMBU Kesepakatan dan Konsekuensi:

1. ๐ŸฆSEBELUM membuat kesepakatan*

๐Ÿ’Kesepakatan dibuat atas dasar *persetujuan bersama*. Artinya, anak sudah dijelaskan tentang konsekuensi yang akan ia terima jika melakukan suatu hal.

Contoh: “Kak, Dek, hari ini kita jalan-jalan mau senang-senang ya. Jadi semuanya main sama-sama, yang akur. Kalau ada yang marah-marah, ngambek, tenangin diri dulu kita diemin. Setuju semuanya?”

Tunggu sampai anak menjawab dan tanya kembali apa kesepakatan yang  sudah dibuat.

๐Ÿ’ Kesepakatan dibuat agar semua mudah dan nyaman, bukan mempersulit. Jadi usahakan buatlah kesepakatan yang memang BISA dijalankan.

Contoh: “Kak, Dek kita mau jalan-jalan. Kalau di mobil ada yang rewel, nanti mama turunin di jalan!”

Kalau Anda memang tega dan merasa aman untuk menurunkan anak di jalan, silakan. Tapi kalau tidak mungkin dilakukan, JANGAN PERNAH ucapkan!



2. ๐Ÿฆ๐ŸฆSEBELUM menegakkan konsekuensi
Jika pelanggaran terlanjur terjadi, sebelum menindak anak dengan konsekuensi, lakukan dulu yang berikut ini:

๐ŸฆKonfirmasi/ tabayun: tanya dulu, dengarkan dulu KENAPA anak melakukan sesuatu. Terutama jika anak berkonflik. Kita harus tahu dulu kronologi lengkapnya sebelum menjatuhkan konsekuensi.

Meskipun Anda tahu mungkin jawabannya hanya _ngeles_  atau pembenaran supaya tidak dijatuhi konsekuensi, tetap DENGARKAN DULU. Anak akan belajar mengungkapkan pikiran dan perasaannya, serta merasa dihargai.

๐ŸฆPersonal
Usahakan tidak menjatuhkan konsekuensi di depan umum. Cukuplah diantara yang membuat kesepakatan.

๐ŸฆJika belum ada kesepakatan, cukup ingatkan lalu buat kesepakatan

Jika anak memang belum pernah dijelaskan peraturannya, jangan buru-buru menjatuhkan konsekuensi. Peringatkan saja lalu buat kesepakatan jika ia mengulangi perilaku tersebut.

Mulai usia 7 tahun anak sudah bisa diminta memikirkan alternatif konsekuensi untuk dirinya sendiri. Orangtua dapat memilah dan menjelaskan konsekuensi mana yang dapat disepakati.


((Bagian 5))

Agar kesepakatan lebih efektif, pilihkan konsekuensi yang tepat. Saya akan contohkan seperti yang sudah berusaha diterapkan di rumah saya. Berikut prinsip penerapan konsekuensi dan contohnya:


1.   ๐Ÿ‰ Merugikan pelaku, yaitu dengan mengambil kesenangan. Bisa juga dengan memberikan tanggungjawab/ menanggung akibat dari perbuatannya (konsekuensi alami)

Contoh: menonton TV melebihi jatah waktu yang disepakati: TV dimatikan, jatah besok dipotong dari jatah yang berlebih hari ini.


2.  ๐Ÿ‰Tidak berbentuk amalan ibadah ritual/ hablum minallah

Mengapa? Karena anak akan menghubungkan ibadah tersebut dengan kondisi tidak enak atau terpaksa.

Contoh: mengejek konsekuensinya minta maaf dan menyebutkan kebaikan orang yang diejek, bukan dengan menyuruh anak menghafal Alquran.

3. ๐Ÿ‰ Tidak menyakiti tubuh

Islam membolehkan memukul anak dengan begitu banyak syarat sehingga seolah memukul itu sebenarnya tidak diperbolehkan. Bahasan lengkap tentang memukul ini bisa dibaca di berbagai buku parenting nabawiyah.

4. ๐Ÿ‰ Tidak mempermalukan, yaitu dengan melabel anak di depan umum atau menyerang harga diri anak

•  Contoh: tidak membereskan bekas main disebut pemalas dan diceritakan di depan tamu dengan si anak mendengar langsung.

5. ๐Ÿ‰ Diberikan bertahap sesuai perkembangan anak

Contoh: Kalau ada yang melakukan kekerasan fisik misal mencubit, harus minta maaf dan mengusap yang dicubit. Kalau masih diulang, akan dikeluarkan dari rumah sesuai angka usia menit. Kakak 8 tahun berarti 8 menit di luar, adik 5 tahun berarti 5 menit.

6. ๐Ÿ‰ Hanya jika sengaja, sebab yang tidak sengaja tidak bisa diberi konsekuensi. Agar anak tidak _tipu-tipu_ bilang gak sengaja, jelaskan bahwa jika perilaku itu berulang dalam *waktu berdekatan dan sudah diingatkan tapi tetap dilakukan* maka dianggap sengaja. Ketika anak mengatakan tidak sengaja, tetap berikan penjelasan perilaku yang diharapkan

• Contoh: membuat adik terjatuh saat bermain mengaku tidak sengaja kali pertama tidak diberi konsekuensi tapi diingatkan cara bermain aman dan berikutnya ada konsekuensi.



7.  ๐Ÿ‰ Setelah ada kesepakatan

Konsekuensi dijatuhkan HANYA JIKA SUDAH ADA kesepakatan.Contoh: anak minta eskrim saat kondangan, jika belum disepakati ya harus kasih, kecuali anaknya nrimo ๐Ÿ˜‡ Orangtua juga tetap bisa merujuk pada kondisi kesehatan anak saat itu atau pengetahuan yang sudah pernah dijelaskan sebelumnya.


Terakhir, apapun kesepakatan yang ingin kita buat di rumah, pastikan anak paham MANFAAT aturan. Beri anak kebebasan untuk mengeksplorasi diri dan lingkungan. Cukupkan batasan atau larangan hanya pada tiga perilaku berikut:

⛔ Mengganggu kenyamanan diri sendiri dan orang lain.

Indikator sederhana untuk ketidaknyamanan adalah munculnya rasa tidak tenang.

⛔ Membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Dalam bahasa anak, perlu dijelaskan apa bahayanya. Apakah bisa membuat tubuhnya sakit, atau terganggu dalam bekerja. Hindari menakut-nakuti berlebihan seperti misalnya tangan bisa buntung, kepala retak, dsb.

⛔ Merugikan dan menyakiti orang lain.

Cara sederhana untuk mendefinisikan rugi adalah ajak anak berada di posisi orang lain. Apakah ia suka menerima perilaku tersebut?

Selain tiga perilaku tersebut maka BOLEHKAN anak melakukan apapun. Sebab aturan agama dan norma sosial pun pasti telah mencakup ketiga larangan tersebut. Selamat berjuang, semoga Allah menguatkan๐Ÿ’ช๐Ÿป๐Ÿ’ช๐Ÿป๐Ÿฆ๐Ÿฆ๐Ÿ’š๐Ÿ’š๐Ÿ’Ž๐Ÿ’Ž


Referensi:

๐Ÿ“—Tujuh Kiat Orangtua Shalih Menjadikan Anak Disiplin dan Bahagia, Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

๐Ÿ“— Sentuhan Jiwa untuk Anak Kita, Dr Muhammad Muhammad Badri


No comments:

Post a Comment