Bagian 1 Diswap WAG Belajar Parenting, Maret 2018
🍧🍨🍦🍉 7 Langkah Mengelola Stres dan Marah Menjadi Indah❤⭐🏝
oleh Yunda Fitrian
Mengapa kita STRES dan MARAH pada anak?
Mungkin ada beragam jawaban unik tergantung pengalaman masing masing kita dalam mengasuh anak.
Namun demikian, benang merah semua jawaban itu sama: karena kita manusia.
Sesederhana itu.
Kita adalah manusia yang bisa stres dan marah kapan saja.
Saat lelah, banyak masalah, dihimpit berbagai beban atau tuntutan, kita bisa stres.
Saat harapan tak tercapai, harga diri direndahkan, keinginan tak didengarkan, dibantah, dan dimusuhi, kita akan marah.
Wajar. Manusiawi.
Begitu pula anak kita. Mereka adalah manusia.
Mereka bisa bersalah, bertengkar, membangkang, berbohong, memukul, sebab mereka bukan malaikat. Mereka tak akan manis sepanjang waktu.
Kalau mau anak yang manis sepanjang waktu, beli Barbie saja 🧚🏻♀
Mereka bukan robot 👾 yang dikendalikan remote control. Mereka manusia yang bisa memilih.
Mereka bisa terluka, kecewa, bersedih hingga mendendam ketika mendapati orangtua yang stres dan marah sepanjang waktu. 👺
Maka mari kita samakan persepsi bahwa stres dan marah itu MANUSIAWI.
Kita tidak perlu ANTI, yang kita perlukan ANTI-SIPASI.🛡🛡🛡🛡🛡
Antisipasi agar:
😡Stres dan marahnya orangtua TIDAK MELUKAI fisik dan psikis anak anaknya.
😈Stres dan marah orangtua TIDAK DILAMPIASKAN pada anak.
😭Stres dan marah orangtua TIDAK MENGHANCURKAN keindahan masa kanak kanak.
☠Stres dan marah orangtua TIDAK menjadi TRAUMA yang menghantui sepanjang hidup anak-anaknya.
Maka untuk sampai pada antisipasi itu, kita butuh belajar dan berlatih CARA MENGELOLA stres dan marah.
💎💎💎💎
[14:42, 4/27/2018] Yunda Fitrian: Bagian 2
Mari fokus pada diri sendiri, bukan menyalahkan anak sebagai sumber stress dan marah kita.
Sebab kita pernah menjadi anak-anak, sementara anak-anak belum pernah menjadi orangtua.
Sebab otak anak-anak belum matang dalam mengelola informasi, sedangkan kita orangtua telah jauh melampaui kemampuan berpikir mereka.
Maka siapa yang harus memahami siapa?
Jangan sampai ada ‘anak’ yang membesarkan anak karena kita tak mampu bersikap sebagai orang dewasa.
Apapun perilaku anak yang membuat kita stress dan marah-marah, semestinya kita memegang KENDALI penuh dalam memilih respon terhadap mereka.🕹🕹🕹
Haruskah anak yang tidak bisa diam kita pukul agar diam?
Haruskah anak yang sering menangis kita bentak agar tangisnya berhenti?
Apapun perilaku anak yang menurut kita bermasalah, pilihan kita hanya dua:
Langkah 1 🛠Mengubah perilaku anak dan situasi yang dihadapi
Langkah 2 🔬Mengubah sudut pandang atas perilaku anak atau situasi tertentu
Mana yang PERLU dan paling mungkin untuk dilakukan?
Agar dapat menemukan dengan tepat jawabannya, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan:
Apakah perilaku atau situasi tersebut:
a. 👶🏻FITRAH alamiah atau sesuai tahap perkembangan anak
b.🧕🏻Tidak melanggar syariat dan norma
c. 👷🏻♀Tidak membahayakan diri maupun orang lain baik dalam jangka waktu singkat maupun lama
Perilaku yang jelas melanggar fitrah, tidak sesuai tahap perkembangan, melanggar syariat dan norma, membahayakan diri dan orang lain tentu yang diperlukan adalah langkah 1.
Sebaliknya, perilaku yang masih tergolong fitrah, sesuai tahap perkembangan, tidak melanggar syariat dan norma, tidak membahayakan diri dan orang lain, yang diperlukan adalah langkah 2.
[14:42, 4/27/2018] Yunda Fitrian: Bagian 3
SOLUSI dan APLIKASI
Karenanya, sebagai orangtua, yang kita butuhkan adalah:
1.📚Mengenali fitrah dan tahap perkembangan anak.
Sebagian kita keliru merespon perilaku anak karena tidak paham fitrah dan tahap perkembangan anak.
Balita yang tidak bisa diam kita pukul padahal fitrah dan tahap perkembangan balita memang bergerak dan mengeksplorasi sekitarnya. Sangat wajar jika mereka tak henti bergerak dan bermain ke sana kemari.
Ingat kisah Rasulullah ketika seorang balita buang air kecil di baju beliau?
Ketika sang ibu merenggut anak itu dengan kasar karena marah melihat anaknya mengencingi Rasulullah, beliau Shallallahu alayhi wasallam yang sangat memahami fitrah anak bersabda:
“Sesungguhnya baju yang kotor ini bisa dicuci dan dihilangkan kotorannya, namun siapa yang bisa menghilangkan kekeruhan jiwa seorang anak atas bentakan dan renggutan yang kasar yang telah dilakukan kepadanya.” (HR Muslim).
Mengenali fitrah dan tahap perkembangan anak juga penting untuk membantu kita menentukan cara paig efektif agar anak mengerti mana perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan.
Bicara pada anak usai 7 tahun tentu beda dengan anak 3 tahun, dan seterusnya. Pengetahuan inilah yang akan membedakan sikap orangtua terhadap masalah perilaku anak.
2.⛔Melatih diri untuk jeda sebelum merespon.
Ketika dada rasa sesak dan panas melihat perilaku anak, menjauhlah dari anak. Jangan biarkan emosi marah meledak di depan anak.
Rasulullah mengajarkan kita mengubah posisi, berwudhu, bertaawudz ketika marah agar ada jeda berpikir.
Jangan sampai emosi sesaat menutup akal sehat.
Ada banyak teknik yang bisa dipakai untuk melatih jeda.
Kita bisa memilih yang paing mungkin untuk dilakukan. Saya sendiri biasanya dengan istighfar dan mendiamkan anak.
Pernah pula saat amarah memuncak saya sembunyi ke kamar mandi dan menghantam air dengan gayung sampai gayung tersebut rusak. Setelah energi terkuras, tak sanggup lagi marah, baru keluar menemui anak-anak.
Seringkali, kesulitan kita untuk jeda berasal dari pengalaman masa lalu atau pola asuh orangtua kita.
Dunia psikologi mengenal istilah inner child healing untuk membantu kita mengubah jejak masa lalu yang tidak menyenangkan. Bahasan ini tidak akan saya detailkan karena butuh ruang tersendiri 🙏🏻😊
3.🐣Menyampaikan pesan kemarahan dalam bentuk yang mudah dipahami anak dan tidak menyakiti.
Tiap kemarahan memiliki pesan yang sangat bisa tersampaikan dengan baik jika diungkapkan dalam situasi yang tepat.
Orangtua sering berkata bahwa mereka marah pada anak karena sayang. Anak dengan keterbatasan pemahamannya tidak akan mempu menghubungkan kata sayang dengan bentakan, cubitan, atau pukulan orangtua.
Jika kita marah karena anak kasar pada adiknya, sampaikan pesan kemarahan tersebut lewat cerita menjelang tidur di malam hari.
Masukkan nasihat dan pesan dalam dialog tokoh cerita.
Pada anak yang lebih besar, di atas usia 5 tahun, sudah bisa dijelaskan dengan bahasa sederhana dan diajak berempati.
Misalnya, anak diajak bicara berdua lalu orangtua mengatakan Ayah/ Bunda sedih melihat kakak berteriak pada adik. Kalau ada yang teriak sama kakak, perasaan kakak gimana?
Nasihat yang sama, disampaikan dengan cara dan waktu berbeda, akan menghasilkan respon yang berbeda. Semakin tepat cara dan waktu menyampaikannya, semakin mungkin anak merespon sesuai maksud orangtua.
4. 📝Buat kesepakatan dan tegas menjatuhkan konsekuensi, sesuai tahapan usia anak.
Jika perilaku anak menganggu dan berulang, sudah saatnya kita membuat kesepakatan. Misal, anak berulangkali memukul anak tetangga ketika bermain.
Ajak anak bicara dan buat konsekuensi. Prinsip pemberian konsekuensi ini punya lapak tersendiri yang tidak mungkin saya bahas detail di sini. Silakan sama-sama belajar dari berbagai sumber yang sahih.
5. ❤Empati; berada di posisi anak.
Sejenak bayangkan episode stres dan marah yang pernah kita tampilkan di hadapan anak. Kira kira, apa yang dirasakan anak saat itu? Apa yang ia pikirkan? Apa yang sebenarnya ia butuhkan?
Bukankah kita semua pernah menjadi anak anak? Mari kembali ke masa kanak kanak kita.
Adakah episode dimana kita menjadi sosok tak berdaya, merasa ketakutan, tak aman mencari perlindungan, sebab orangtua sedang stres dan marah pada kita?
Bagaimana rasanya saat itu? Apakah kita mau, anak anak kita mengalami hal yang sama?
Apakah kita mau, emosi sesaat orangtua melukai jiwa anak selamanya?
Apakah kita ingin, rasa sakit itu tinggal selamanya dalam hati anak, hanya karena luapan sesaat dari stres dan marah kita?
6. 🎤Berbagi dengan sesama orangtua yang terpercaya.
Jangan sembarang cerita perilaku buruk anak, di sembarang tempat.
Jaga kemuliaan anak sebagaimana kita ingin dijaga oleh anak. Tutupi aib anak, tapi ceritakan pada orang yang tepat dan paham mengenai perilaku anak. Jangan sampai kita terus menerus menutupi perilaku bermasalah anak tanpa solusi.
Jika perilaku anak sudah mengganggu diri dan orang lain, tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, jangan ragu untuk berkonsultasi pada psikolog anak. Terpenting, tetap berikan anak penerimaan dan kasih sayang tulus tanpa syarat.
7.🕋Menggantungkan harap pada Allah semata.
Bukan psikolog, ustadz, guru, atau ahli parenting manapun yang mampu membolak balik hati anak anak kita. Sehebat apapun usaha kita mendidik anak, Allah-lah yang memiliki jiwa mereka. Kita hanya dititipkanNya sementara.
Tugas kita adalah menjaga titipan tersebut dengan sebaik-baiknya. Agar kelak ia kembali kepada Allah dalam keadaan fitrah, seperti saat kita melahirkannya.
Tugas kita adalah bersungguh sungguh belajar agar tak salah langkah dalam mengemban amanahNya.
Wallahua’lam bish shawab, kebenaran dari Allah dan kekeliruan dari saya pribadi. Teman teman dapat mendalami pembahasan ini dari berbagai referensi yang saya gunakan:
Buku Fitrah Based Education, Harry Santosa
Buku Senyaring Tawa Ananda, Yeti Widiati
Yuk Jadi Orangtua Shalih, Ihsan Baihaqi
Mendidik Anak Disiplin dan Tetap Bahagia, Ihsan Baihaqi
Sentuhan Jiwa untuk Anak Kita, Muhammad Badri
No comments:
Post a Comment