Suami Ogah Ikut
Seminar Parenting? Tujuh Tips Ini Bisa Luluhkan Hatinya!
“Saya
mendidik anak dengan keras, seperti ayah mendidik saya. Tapi ada kalanya saat
berada di kantor, saya menitikkan airmata menyesali kerasnya saya pada anak. Istri
sayalah yang memperkenalkan ilmu parenting pada saya. Alhamdulillah, ia tidak pernah
bosan mengajak saya belajar. Meskipun saya sangat lambat dan merasa begitu
berat mengubah diri” ujar seorang bapak, memberi pengakuan dalam sebuah seminar
parenting yang kami-saya dan suami-hadiri.
Saya ingat,
awal-awal punya anak, saya juga sendirian datang ke seminar parenting, tanpa
ditemani suami. Alhamdulillah beliau mengizinkan meski belum mau ikut serta.
Dalam pandangan
suami, seminar parenting itu hanya acara untuk kaum ibu. Tak sepenuhnya salah. Memang biasanya 99 % yang hadir kaum Hawa. Kaum
Adam biasanya hadir hanya dalam hitungan
jari, itupun rata-rata hasil pemaksaan istri.
Kesulitan mengajak
suami untuk hadir dalam seminar parenting sepertinya memang masalah sejuta
emak. Butuh kegigihan layaknya pejoeang 45 melawan kumpeni. Gerilya siang
malam. Kalau perlu bersiasat dan main ‘drama’.
Bagi yang belum menikah, bahasan ini beserta
solusinya sudah saya singgung di buku Yakin Dia Jodohmu? Bagi yang terlanjur
sayang, eh terlanjur menikah terus menemui kesulitan mengajak suami belajar
bersama, silakan intip sampai selesai tulisan ini J
Perjuangan mengajak
suami belajar parenting terkadang menjadi boomerang dalam rumahtangga. Tak jarang
memicu konflik dan memperlebar jurang perbedaan dalam mendidik anak. Istri
merasa lelah karena usahanya tak kunjung berbuah. Suami gerah karena merasa
istri cari-cari masalah.
Setelah
merenungkan pengalaman diri, mendengar berbagai curhatan para istri, belajar di
sana sini, saya mencoba meramu 7 tips main cantik agar suami luluh bersedia
ikut seminar parenting tanpa pemaksaan J Silakan disimak J
Tips 1: pahami
starting point (titik awal pijakan) suami.
Setiap orang memiliki starting point
yang berbeda untuk bergerak. Starting
point ini bisa dilihat dari pengalaman dan pola pikir suami dalam
pengasuhan anak.
Suami yang dibesarkan
di keluarga keras, pola pikirnya pun skeptis, tentu tak bisa disamakan
pendekatannya dengan suami yang latar belakang keluarga adem ayem, pola
pikirnya open minded.
Dengan
memahami starting point, kita tidak overexpectation, berharap terlalu
tinggi. Tidak kecewa ketika suami belum menunjukkan ketertarikan belajar
parenting. Terima dulu dan atur strategi baru. Jangan sampai frustrasi karena
pembandingnya rumput tetangga, yang suaminya kok yaaa asyik banget diajak belajar
sama-sama.
Letakkan
segala sesuatu pada tempatnya. Letakkan harapan pada suami sesuai titik
pijaknya. Bukan titik pijak kita, atau suami tetangga.
Tips 2: for things to change, I must change first.
Sebelum menuntut suami peduli isu parenting, berusaha dulu menunjukkan manfaat
belajar parenting. Praktekkan ilmu yang didapat di keluarga, jadilah agen
perubahan.
Mulai dari
diri sendiri, saat ini juga, dan yang terkecil. Ketika belajar bahwa suara
tinggi itu buruk dampaknya untuk otak anak, kita duluan yang mempraktekkan bersuara
lembut di keluarga.
Daripada
sibuk menceramahi anak dan suami, usahakan dulu diri memberi bukti. Biarkan
suami dan anak menyaksikan perubahan yang terjadi.
Bagaimana kalau
kita kesulitan mengubah diri? Percayalah, jika kita bertekad, akan selalu ada
jalan untuk memperbaiki diri. Tidak harus instan dan totalitas, yang penting
terus berproses. Orang yang berusaha mengamalkan ilmu akan terlihat
perubahannya jika ilmu tersebut memang berkah dan manfaat baginya.
Tips 3:
hargai kebaikan dan perhatian suami pada anak, sekecil apapun. Konon, banyak
suami tak mau lagi terlibat mengasuh anak karena selalu dikritik, tak dihargai.
Saat ia mau
membantu memakaikan celana anak, istri marah karena memakaikan celananya terbalik.
Ketika suami mau membantu menyuapi anak, dan hasilnya lebih berantakan dari
saat anak makan sendiri, suami kembali kena semprot istri.
Saya pernah
juga beberapa kali mendapati istri yang menjatuhkan harga diri suami di depan
anak-anaknya. Saat suami menasihati anaknya, sang istri membantah dan
menyatakan hal yang berlawanan (yang sebaliknya juga banyak sih, istri
nasihatin anak suami malah belain). Pengalaman-pengalaman seperti ini
seringkali membuat suami memilih mundur dan lepas tangan karena merasa usahanya
sia-sia. Sang istri toh sudah terlalu perkasa.
Lelaki
adalah makhluk yang memiliki gengsi tinggi. Semakin kita mengungkapkan
penghargaan, semakin ia jatuh di pelukan. Semakin kita meremehkan, semakin jauh
ia berkeliaran.
Percayalah
ada 1001 usaha suami yang patut diapresiasi manakala mau melihat dengan mata
baik sangka dan hati seluas samudera. Katakan dengan verbal penghargaan dan
terimakasih atas usaha suami membersamai anak meski jauh dari sempurna.
Tips 4: banyak
ngobrol dan berkegiatan bersama. Trik bikin obrolan asyik bagai pengantin baru
sudah pernah saya tulis di sini: http://jejakyundafitrian.blogspot.co.id/2018/03/malas-ngobrol-dengan-pasangan-ini-6.html , silakan dibaca lagi.
Kegiatan bersama
biasanya akan asyik kalau istri mau coba mengikuti hobi suami. Tidak harus
memaksakan diri untuk suka semua yang suami sukai. Pilih satu kegiatan saja
yang kita bisa ikuti agar bisa masuk lebih jauh ke dunianya. Dengan berkegiatan
bersama, pintu obrolan terbuka.
Saat itulah
istri bisa mulai berbincang santai tentang harapan dan hasil belajarnya (di
seminar atau komunitas parenting). Tentu saja, di awal jangan langsung bicara
masalah dan curhat lainnya. Apalagi membandingkan suami dengan ayahnya Si Fulan
dan Fulanah. Bisa kelar acara ngobrol ganti perang dunia ketiga :D
Bicara yang
ringan dulu dan menggugah selera. Pastinya jauhkan juga urusan yang berhubungan
dengan dompet. Biarkan langit rumahtangga bebas sejenak dari tagihan SPP
sekolah anak dan hutang cicilan rumah :D
Tips 5:
jadilah problem solver. Ketika anak
punya masalah, istri bisa memberikan solusi berdasarkan hasil belajarnya.
Minimal punya referensi informasi.
Alih-alih
mencari siapa yang salah, lebih bijak mengajak suami mengenang kembali betapa
bahagianya mereka saat pertama kali
bergelar orangtua. Apakah kebahagiaan
itu akan tersia-sia atau terus diperjuangkan bersama?
Posisikan
diri sebagai survivor, bukan korban. Bahasakan
bahwa suami punya kekuatan yang tak dimiliki istri, untuk melalui badai
bersama-sama. Dan bukankah anak ini
adalah hasil ‘karya’ bersama pula?
Tips 6: kenalkan
tokoh parenting laki-laki. Bagi saya ini penting. Sebab ketika yang bicara sesama
lelaki, suami akan merasakan lebih banyak kesamaan sudut pandang dan
pengalaman.
Titik balik
suami saya sendiri ketika beliau mengikuti seminar Abah Ihsan bersama saya yang
sedang hamil besar anak ketiga (bisa dihitung berapa tahun perjuangan saya
sodara sodaraa). Gaya Abah yang entertaining, membuat suami hepi dan gak
berasa diceramahi tentang anak.
Dari situ Alhamdulillah
lanjut ikut program workshop 2 harinya
Abah (PSPA). Sampai sekarang, kami makin
sering pergi bareng ke seminar parenting, meski bukan Abah pengisinya. Malah kadang
suami yang ngajak saya ke seminar parenting, atau dia pergi sendiri ketika saya
belum bisa hadir.
Tidak harus
Abah Ihsan kok. Ada Ustadz Bendri, Ayah Irwan
Rinaldi, Pak Dodik Mariyanto, Ustadz Budi Ashari, dan ayah-ayah lain yang
mungkin bisa jadi jalan hidayah bagi para suami untuk menyadari perannya
sebagai imam keluarga. Pastikan saja, kita sebagai istri tidak membandingkan
suami dengan tokoh-tokoh tersebut, karena suami malah bisa jadi ilfil dan makin
ogah belajar bersama.
Tips 7:
berdoa dan lakukan amalan istimewa. Siapa yang mampu membolak-balik hati
manusia jika bukan Allah, pemiliknya? Di bulan Ramadhan ini, tiap detiknya
adalah waktu berdoa yang mustajab. Mari terus doakan suami agar mampu menjadi
imam bagi keluarga, bahkan imam bagi lingkungan sekitarnya.
Bulan baik
ini juga menjadi momentum yang paling tepat untuk memulai amalan istimewa dan
berbagai kebiasaan baik lainnya. Bisa dengan amalan ibadah khusus yang sifatnya
ritual, atau kebiasaan baik yang sifatnya muamalah. Untuk yang terakhir disebut,
boleh dibaca lagi tulisan saya yang ini http://jejakyundafitrian.blogspot.co.id/2018/04/kecil-kecil-cabe-rawit.html .
Alhamdulillah,
selesai sudah saya berbagi ide untuk Ramadhan Berdaya kita. Tentu, belajar
mendidik anak tidak harus dengan ikut seminar parenting. Namun ikut seminar
parenting adalah satu titik tolak yang sangat berpeluang membuka pintu
kesempatan belajar mendidik anak. Ada sensasi dan penghayatan yang lebih dalam ketika
hadir langsung dan menyimak ilmu dalam seminar parenting, dibanding hanya
membaca artikel, buku, atau streaming.
Berbahagialah
para istri yang suaminya sudah alert
masalah parenting ini, bahkan menjadi imam sejati yang memandu biduk rumahtangga
tanpa istri harus bersusah payah menyadarkannya.
Bersyukurlah
para istri yang suaminya selalu mengizinkan untuk terus belajar, meski ia
sendiri belum mau bergabung. InsyaAllah akan ada waktunya ia tergerak karena
melihat perjuangan istri.
Bersabarlah,
terus berusaha bagi para istri yang suaminya jauh dari sosok imam keluarga,
atau telah menjadi single parent
karena berbagai sebab. Yakinlah Allah tak pernah menguji di luar batas
kesanggupan hamba-Nya. Bukankah Maryam mendidik Isa Alayhissalam tanpa sosok
ayah? Begitu pula di sekitar kita, ada banyak perempuan tangguh yang
membesarkan anak-anaknya sendirian, dan mereka berhasil.
InsyaAllah
ada pahala berlimpah atas setiap jerih payah dan airmata doa yang menyertai
perjuangan para istri untuk mengajak suaminya belajar bersama.
Wallahu a’lam
bish shawab. Semoga membawa manfaat bagi yang membaca, membagi, atau
mempraktekkannya J
Salam Semangat
Belajar,
Yunda
FItrian, Penulis Buku Yakin Dia Jodohmu?
No comments:
Post a Comment