Friday, 4 May 2018
(Jangan) Terjebak Nostalgia_copas dari FB Yunda Fitrian
(Jangan) Terjebak Nostalgia
"Selama 12 tahun menikah, saya sudah bolak balik cari-cari alasan untuk bercerai. Saya tidak pernah benar-benar mencintai suami saya," tukas seorang teman menutup pertemuan kami di suatu senja. Pertemuan yang berlangsung hampir 3 jam dan 90 % membicarakan 'sang mantan'.
Teman saya ini mengaku masih mencintai mantan kekasih yang konon menunggunya sehingga belum menikah sampai saat ini. Memang, dulu ia dijodohkan dengan suaminya yang sekarang. Orang tuanya tidak setuju dengan sang mantan karena beda suku bangsa.
Sesaat sebelum kami berpisah menuju rumah masing-masing, ia sempat-sempatnya memperlihatkan foto sang mantan. Seolah belum puas mencurahkan isi hatinya pada saya.
Di perjalanan pulang, tak habis pikir saya merenungkan cerita teman tadi. Ia merasa belum ikhlas menikah dengan suami yang sekarang, padahal mereka hidup mapan dan sudah punya anak pula.
Teman saya pun sadar bahwa suaminya baik hati, cerdas, penyayang, dan mau menerima kekurangan dia sebagai istri. Tak ketinggalan, dekat dengan sang putri.
Namun tetap saja, teman saya ini memilih hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Memilih menyimpan kenangan dan harapan. Bahkan curi-curi interaksi lewat dunia maya, walaupun belum berani bertemu di dunia nyata.
Ketidakikhlasan ini membuatnya gagal fokus untuk membesarkan putri semata wayangnya dengan optimal. Selalu saja ia menyalahkan suami, padahal suaminya tidak selalu salah.
Curhatan tersebut membuat saya bercermin pada kehidupan pernikahan saya sendiri. Sebelum menikah, saya dan suami pun punya masa lalu.
Saya sempat dekat dengan seseorang. Suami pun sempat naksir dan ditembak teman perempuan di angkatannya. Alhamdulillah, masing-masing kami tidak sempat pacaran dengan para mantan gebetan, apalagi obral kata cinta.
Saat taaruf, kami saling jujur tentang apa yang pernah terjadi. Kami tidak ingin punya ganjalan tentang kisah masa lalu.
Sejak taaruf pula, kami sepakat bahwa kisah masa lalu kami sudah case closed. Tidak layak dijadikan beban dalam hidup pernikahan. Kami ingin hidup di masa depan.
Kami saling memaafkan, bagi saya pribadi sekaligus memaafkan diri sendiri yang sudah begitu khilaf mengingkari prinsip menjaga hati.
Alhamdulillah, sampai hari ini kami berdua masih komitmen dan saling percaya bahwa interaksi dengan orang-orang yang pernah jadi sesuatu di masa lalu itu TIDAK PERLU. Selain hanya membuka pintu fitnah dan godaan syaitan, juga tidak sehat untuk sebuah pernikahan.
Bayang-bayang masa lalu memang tidak mudah berlalu. Ada kenangan yang tak memudar oleh waktu. Bagi sebagian orang, bahkan kenangan itu dijadikan pelarian dari ketidakpuasan hari ini. Masalah pernikahan ada yang bermula dari sini.
Semua tentang masa lalu menjadi salah satu bahasan penting dalam buku kedua saya. Ada solusi untuk masa lalu yang membayangi, baik bagi yang bersiap atau sudah menikah.
Caranya, baca buku #yakindiajodohmu? :) Tunggu tanggal mainnya yaa...
Yakin dia jodohmu, jika masih menyimpan rasa untuk seseorang di masa lalu?
Atau bercerminlah: yakin dia jodohmu, kalau ternyata kamu masih belum berdamai dengan seseorang di masa lalu?
Selamat Hari Rabu, Selamat Membuka Lembaran Baru, Bebas dari Bayangan Masa Lalu :)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment