berbagi inspirasi : December 2014

Saturday 13 December 2014

sayap sayap sakinah-afifah Afra

Kita adalah sepasang sayap
Sayap sayap sakinah yang tak pernah lelah melangkah menuju jannah (Afifah Afra, Sayap Sayap Sakinah)


Sunday 7 December 2014

five and a half years


Five and a half years
atau masa kritis pernikahan ada di lima tahun pertama, sebagaimana lima tahun pertama disebut sebut sebagai masa emas pertumbuhan manusia.
Jika 5 tahun pertama terbentuk visi, pemahaman, dan keharmonisan maka pernikahan akan lebih kuat menghadapi badai di tahun tahun selanjutnya. Lebih siap menerjang panas dingin dunia di episode kehidupan berikutnya.
Sebaliknya, jika 5 tahun pertama banyak masalah yg tidak terselesaikan, perbedaan yg tidak mampu diselaraskan, kelak bahtera rumah tangga sulit selamat dari hantaman ombak. Mungkin itulah sebabnya mengapa sebagian pernikahan kandas setelah dianggap langgeng belasan bahkan dua puluhan tahun. Karena masalah 5 tahun pertama sejatinya belum selesai.
Sebagai amatiran yg baru menginjak 5 setengah tahun pernikahan, saya mencoba menganalisis permasalahan krusial yg perlu diselesaikan di 5 tahun pertama. Semoga bermanfaat bagi yg baca:
1. berdamai dengan (kekurangan) pasangan. Believe it or not, setelah 5 tahun kita mulai bosan dg kebiasaan buruk pasangan yg tidak juga berubah. Mulai lelah menyemangati pasangan utk memperbaiki diri. Sudah hafal dg kelemahan pasangan yg membuat kita gigit jari. Well, terkait hal ini, saya sangat setuju dg doa bijak berikut:
Ya Tuhan berikanlah aku kekuatan utk mengubah hal yg bs kuubah, menerima apa yg tdk bs kuubah, dan kebijaksanaan utk membedakan keduanya.
Yup, ada kekurangan yg memang hrs kita terima dr pasangan. Hellooo kan kita juga tdk sempurna..bukan nabi apalagi malaikat. Jadi terimalah. Fokus pada kebaikannya yg niscaya lebih banyak jika kita mau belajar menghargai sekecil apapun kebaikan pasangan.
However, acceptance is not the reason to let someone takes bad things as habit or even characters.
Saya setuju kita tetap harus mengubah kebiasaan negatif yg ada pd diri sendiri maupun pasangan. Jangan berlindung dibalik lagu `terina aku apa adanya`. Itu mah alay ah.
Still, we have to be wise to see the difference. Mana yg bs diubah, mana yg sudah berkarat berurat berakar.
Kita juga harus sadar bahwa berdamai dg kekurangan pasangan harus dimulai dari berdamai dg diri sendiri...
Termasuk dlm poin ini adalah menerima visi, impian, dan harapan pribadi yg mungkin harus ditunda bahkan diubah-gak tega nulis dihapus- demi keutuhan dan prioritas rumah tangga. Buat yg belum nikah, ini bukan nakut nakutin yaa,,tapi percaya deh tdk ada pernikahan yg langgeng tanpa pengorbanan (beberapa) impian pribadi. Contoh gampangnya belajar dr film Habibie Ainun aja yah (takut curcol*ehh).
2. Masalah finansial
Kepemilikan tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan sekunder, transparansi pengelolaan keuangan, wacana cari penghasilan tambahan, belanja bulanan...semua bisa jadi sumber konflik. Kalo d infotaiment yg beginian bakal berujung rebutan harta gono gini. Saya ga banyak paham sama beginian. Yang jelas sebagai keluarga Muslim, Allah sudah kasih garis tegas: harta suami adl harta istri, harta istri adalah harta istri. So para suami yg masih dinafkahi istri, bertobatlah...para ikhwan yg ingin menikah tp blm siap hartanya dikelola penuh sama orang lain, belajarlah..dan para istri maupun calon istri, pesan saya cuma satu: BERHEMATLAH :D
Selain itu, keterbukaan soal pengelolaan uang menurut saya bisa sangat menyelamatkan pernikahan. Ini harus berbanding lurus dengan pemahaman konsep rezeki dalam Islam. Bagaimana ZIS tetap harus menjadi prioritas di atas kebutuhan primer  duniawi lainnya. Klo basis pengelolaan uangnya berorientasi akhirat, insyaAllah sejuk rumah tangganya,,betapapun tipis dompetnya :)
2. Masalah komunikasi
Klo 5 tahun pertama komunikasi sudah tersumbat, bisa jd pernikahan akan lekas bergelut dlm masalah. Klo suami istri komunikasinya sudah ga bisa pake kata2 yg lembut dan positif, yah gampang the end dah. Apalagi klo pake kekerasan fisik. Bahaya. Bukan cuma pasangan yg bakal menderita, tp juga pihak ketiga alias anak. Kasihan. Makanya yg beginian urgent diselesaikan sblm thn ke-5.
Komunikasi bisa lancar klo suami dan istri sama sama pegang satu kunci: EMPATI. Menyampaikan keinginan, keluhan, harapan, masalah apapun itu dengan lebih dulu menempatkan diri sebagai pasangan. Jika aku di posisi suami yg br pulang kerja, tepatkah klo langsung ngeluh soal rumah bocor? Seandainya aku istri yg sedang ketiduran krn ngelonin anak2, tepatkah aku bangunkan hny krn ingin diambilkan makan?
Apa rasanya ya klo hasil susah payah cari nafkah selalu dicemberutin krn ga sesuai harapan?
Gimana perasaannya ya klo hasil masak capek capek masih dibilang gak enak dan dibanding bandingin sama masakan mertua?
Dan sebagainya dan sebagainya. Insyaallah klo empati jalan, komunikasi lancar tanpa ngambekan apalagi marahan.
Selain empati, kunci komunikasi adalah NGOBROL. Krn pasangan kita bukan dukun yg bs baca pikiran dan perasaan. Maka katakan. Jika tidak mampu dg lisan, maka lewat tulisan. Sampaikan apa yg hrs tersampaikan.
4. Masalah anak
Bukan hanya ketika Allah sudah menitipkan anak, tapi juga saat kehadiran anak masih dinanti. Apa harapan, rencana, dan aksi konkret yg akan menjadi solusi.
Bagi yg sudah punya anak, wajib punya visi misi mendidik anak. Harus kompak, konsisten, namun tetap penuh kasih sayang. Errr bahasan ini kayaknya hrs buka lapak tersendiri krn jaauuuh lbh kompleks. Insyaallah next time disambung.
Berhubung udah time limit saya pamit. Semoga bermanfaat :) salam doa semoga pernikahan kita bahagia hingga ke surga..aamiin