berbagi inspirasi : July 2018

Friday 27 July 2018

Aliran Rasa Materi Cerdas Finansial


Materi ini sebenarnya materi yang sangat saya tunggu sejak awal kelas.
Namun di perjalanan pengerjaan tantangan, saya belum optimal.

Saya mencoba merefleksikan penyebabnya. Mungkin karena saya sendiri belum benar-benar berusaha belajar mencerdaskan diri dalam hal finansial. Masih asal dan belum kuat usaha untuk berubah. Padahal ilmu yang sudah ada secuil itu harus diterapkan.

Alhamdulillah, tetap bersyukur karena setidaknya, anak-anak sudah berhasil dikenalkan konsep rezeki, hak dhuafa, dan membedakan keinginan atau kebutuhan saat berbelanja.

Semoga ke depannya kami bisa terus berusaha lebih baik lagi dalam mengelola keuangan.

#bunsay_iip
#aliranrasa

Thursday 19 July 2018

Tantangan Hari ke-10 Cerdas Finansial


Hari kedua sekolah, kami sudah mulai memberi uang saku. Kami sepakat meberinya uang saku pekanan, jumlahnya 25 ribu rupiah. Sejauh ini Si Sulung bisa mengelola dengan baik. Tidak pernah minta tambah karena habis sebelum waktunya. Juga belum pernah minta kenaikan uang saku.
Semoga kami bisa menjaga kesederhanaan Si Sulung hingga dewasa.

#cerdas finansial
#bunsay
#ibuprofesional

Tantangan Hari ke-9 Cerdas Finansial


Hari pertama masuk sekolah, kami lupa memberi uang saku pada Si Sulung. Namun kami membawakan camilan dan makan siang.

Pulang sekolah, Si Sulung tidak mengeluh tentang uang sakunya. Ia memang baru kami berikan uang saku semester dua di kelas dua. Jadi sepertinya Si Sulung sudah biasa tidak bawa uang saku. Alhamdulillah Si Sulung termasuk anak yang tidak pernah rewel minta jajan. Semoga hal ini tumbuh menjadi prinsip hidup tidak konsumtif hingga ia dewasa.

#cerdas finansial
#bunsay
#ibuprofesional

Tantangan Hari ke-8 Cerdas Finansial


Hari Sabtu lalu kami melanjutkan berbelanja kebutuhan Si Sulung yang belum didapat dari toko sebelumnya. Kami mencari kaus dalam untuk anak perempuan.

Sesampainya di supermarket, kami menemukan kaus dalam tersebut dan hanya satu jenis. Karena tidak ada pilihan lain, kami pun membeli barang tersebut.

Saat kami hendak ke kasir, saya menyempatkan untuk membeli beberapa barang kebutuhan sehari-hari yang memang akan digunakan dalam waktu dekat.

Ketika melihat lihat daftar harga, Si Sulung sudah bisa membandingkan harga mahal dan murah. Jika ada yang lebih murah ia akan merekomendasikan untuk saya dan meminta saya tidak membeli yang mahal. Semoga saja kejelian ini bagian dari cerdas finansial :D

#cerdas finansial
#bunsay
#ibuprofesional

Tantangan Hari ke-7 Cerdas Finansial


Beberapa hari lalu Si Sulung diajak ayahnya membeli peralatan sekolah. Sebelum berangkat kami sudah membuat daftar belanja. Alhamdulillah, semua yang dibeli sesuai dengan daftar belanja, tidak membeli yang di luar daftar. Malah ada beberapa item yang belum didapat.


Sesampainya di rumah, saya terharu melihat Si Sulung membagikan buku tulis pada adik-adiknya dan hanya menyisakan kelebihan 1 buku (dari yg diminta sekolah). Saya pun mengapresiasi kebaikan Si Sulung untuk berbagi. Semoga Si Sulung kelak terbiasa mengeluarkan hak untuk orang lain pada rezeki yang diterimanya.

#cerdasfinansial
#bunsay
#ibuprofesional

Friday 13 July 2018

Tantangan Hari ke-6 Cerdas Finansial


Akhirnya bisa kembali menulis tugas ini. Sebenarnya sudah beberapa hari ada kejadian yang dapat dicatat sehubungan dengan tugas kali ini. Tapi belum dapat waktu yang tepat.

Beberapa hari yang lalu, suami mengajak kami nonton bioskop. Selesai nonton, Si Tengah mengeluh lapar dan minta beli makanan. Si Sulung mengaku lapar juga. Tapi ketika ayahnya mengajak membeli makanan di luar mall saja, Si Sulung mendukung. Ia mengatakan lebih baik beli di luar, menimpali saya yang mengatakan makanan dalam bioskop mahal.

Setelah sampai di minimarket pinggir jalan, Si Sulung juga mengingatkan adiknya agar membeli jajanan sesuai pesan ayahnya, yaitu satu item saja. Saya bersyukur Si Sulung bisa menjadi tim dalam menegakkan aturan finansial :)

#bunsay_iip
#cerdasfinansial

Tuesday 10 July 2018

Tantangan Hari ke-5 Cerdas Finansial


Peristiwa kali ini sebenarnya cukup meresahkan saya dan suami. Pasalnya, Si Sulung kehilangan dompet berisi uang lebaran yang ia simpan di lemari kamarnya. Ini kedua kalinya ia kehilangan uang lebaran. Pertama di Taman Pintar Jogja saat pulang ke kampung buyutnya lebaran lalu. Sekarang lebih resah karena hilangnya di rumah sendiri.

Saat kehilangan pertama lalu, saya dan suami berusaha menenangkan Si Sulung yang cukup histeris. Ia marah sekali pada pencuri uang tersebut, yang sampai sekarang tidak kami ketahui. Namun di akhir hari, selepas sholat maghrib di Taman Pintar, Si Sulung mengaku sudah ikhlas dengan kejadian tersebut. Kami memang berusaha memberi pengertian bahwa jika uang tersebut rezekinya, pasti Allah akan mengganti, bahkan bisa jadi dengan yang lebih baik.

Pada kehilangan kedua ini, Si Sulung tampak lebih tabah. Tidak ada tangis histeris lagi. Ia mengaku sedih, tapi yakin kalau memang rezeki pasti akan kembali.

Begitulah pengalaman menyedihkan yang ternyata dapat menjadi sarana belajar konsep cerdas finansial. Bahwa rezeki itu pasti, kemuliaan yang harus dicari.

#bunsay_iip
#tantangan 10 hari
#cerdas finansial

Saturday 7 July 2018

Tantangan Hari ke-4 Cerdas Finansial


Kemarin kami jalan jalan ke Decathlon, supermarket peralatan olahraga di BSD. Sebetulnya kami hanya mengantar utinya anak anak yang mengajak main.

Sesampainya di sana, Si Sulung dan Si Tengah takjub karena boleh mencoba scooter dan in line skate. Kedua alat yang sudah diidamkan mereka sejak lama.

Mereka asyik mencoba dan akhirnya minta dibelikan. Karena budget kami terbatas, kami hanya bisa membeli 1 inline skate saja, dengan syarat memakainya bergantian.

Si Sulung menolak dan hanya mau beli untuk diri sendiri. Meskipun saya sudah mengingatkan bahwa saat ia sekolah toh inline skate nya tidak terpakai, bisa dipinjam adiknya.

Si Sulung kesal dan berkeras tidak mau. Saya mencoba empati dan mengajak bicara dari hati ke hati. Saya ingatkan tentang ingin dan butuh.

Alhamdulillah Si Sulung akhirnya mengerti. Walaupun akhirnya ia memutuskan tidak jadi membeli saat tahu warna dengan ukuran yang ia inginkan belum ada. Saya bersyukur Si Sulung masih mau belajar menahan keinginan semata.


#bunsay _iip
#cerdas_finansial

Thursday 5 July 2018

Tantangan Hari ke-3 Cerdas Finansial


Hari Kamis lalu kami mampir ke Toko Buku Gramedia Bintaro. Tidak direncanakan sebelumnya  karena niat awal ikut kajian di Masjid Ash Shaf. Baru sampai depan masjid, sekuriti menginfokan kajian libur karena ustadz berhalangan hadir.

Kami akhirnya jalan (kaki) sore ke gramedia. Memang mama saya ingin mencari hadiah ultah Si Tengah.

Sebelum sampai ke gramedia, saya membriefing Si Bungsu dan Si Sulung. Si Tengah tidak ikut karena memilih bersama sepupunya di rumah. Saya membriefing bahwa saya tidak bawa uang banyak, jadi hanya lihat lihat saja di sana.

Sesampainya di gramedia, ternyata banyak godaan. Melihat Si Sulung sibuk melihat seolah akan membeli, saya mengingatkan tentang briefing tadi. Ia pun paham namun tetap melihat lihat ke sana kemari.

Akhirnya saya yang luluh karena Si Sulung bilang belum beli kado ultah adiknya dan ingin membelikan dengan uangnya sendiri. Ia berjanji akan mengganti uang saya karena ia tidak membawa uang.

Saya setuju dengan syarat barangnya seharga di bawah 50ribu rupiah saja. Setelah waktunya membayar, ternyata ia memilihkan mainan lilin seharga 20ribu.

Itulah pengalaman kami hari ini. Walaupun akhirnya jadi ada pengeluaran tak terduga, saya tetap senang dengan inisiatif Si Sulung membelikan hadiah dengan uangnya sendiri.

Bersikap konsisten tidak harus menghilangkan fleksibilitas kita sebagai ortu. Dalam kasus hari ini, saya merasa harus lebih menghargai inisiatif Si Sulung meski jadi keluar dari kesepakatan briefing sebelumnya. Sebab saya menghargai argumentasi dan niat baik Si Sulung untuk adiknya.


#bunsay_iip
#cerdas_finansial
#tantangan 10 hari

Wednesday 4 July 2018

BELAJAR

BELAJAR


Saya memperhatikan raut muka lelaki yang baru saja berstatus sebagai suami saya beberapa hari lalu. Ia sedang mencicipi masakan saya.

Masakan yang untuk membuatnya saya harus memeras otak karena tak kunjung terasa enak di lidah. Gimana mau enak lah saya cuma tau bikin bumbu itu bawang merah 3 tambah bawang putih 2, tambah gula garam karena anti mecin.

Alhasil kagak ada rasa. Mau ngeles bilang masaknya pakai cinta pun kok ya gak tega karena rasa masakan saya itu benar-benar horor. Ga rela rasanya cinta disandingkan sama rasa seburuk itu.
Tadinya saya mau segera beli masakan warteg, eh suami saya keburu pulang. Jadilah mau tak mau saya suguhkan hidangan itu.

Wajah pemuda 22 tahun itu tampak bagai menyantap hidangan berduri. Tanpa harus mendengar sepatah kata pun, saya tahu ia enggan meneruskan santapannya.

“Gak enak ya Kak?” tanya saya dengan tampang seperti anak SMA yang baru saja tahu bahwa dirinya tidak diterima di SBMPTN ((efek jadi istri pengusaha bimbel)).

Suami saya hanya tersenyum, menjawab hati-hati, “Hmm…kurang aja bumbunya. Sebetulnya malam ini aku mau ajak kamu ke tempat nasgor favorit aku, gimana, mau kan?”. Jawaban yang langsung berisi solusi, tanpa kritik panjang lebar.

Saya lemas, tapi bersyukur karena setidaknya kami akan makan makanan enak setelah ini. SELAMAT dari hidangan mengerikan tadi, hahaha…

Begitulah, skala 0 sampai 10, tahun 2009 saat nikah kemampuan saya memasak ada di titik nol. Minus malah. Akhirnya saya lebih sering beli lauk matang. Sesekali masih masak, tapi yaa begitulah. Belum ada kemajuan berarti. Dan hampir saja saya mengibarkan bendera putih selama-lamanya untuk urusan masak.

Bagaimanapun, rumah tangga yang sehat itu yang isinya suami istri pembelajar. Saya nulis gini bukan karena suami saya pengusaha bimbingan belajar lho yaa..Cuma sedang bercermin dari 9 tahun pernikahan kami :D

Hidup bersama dengan orang yang tak pernah belajar, tak ada perubahan ke arah yang lebih baik, terkadang lebih sulit dari hidup sendirian. Sebab kemalasan, keburukan yang menyertai orang yang tak pernah belajar, sangat bisa menular. 

Kalau tidak menularkan virus kemalasan dan keburukan, minimal bikin geregetan karena kzl lihat dirinya yang tak kunjung berubah. Kalau gak bikin kzl, minimal ada rasa bosan karena hidup stagnan. Begitu begitu ajaa..

Ibarat ujian sekolah yang perlu persiapan belajar untuk melewati kenaikan kelas, begitu pula pernikahan. *Ada ujian untuk menjaga kualitas kebersamaan dua insan di dalamnya, yang akan terlewati dengan baik jika suami istri mau terus belajar. *

Dalam hal masak memasak, saya harus jujur berkata I AM A (VERY) SLOW LEARNER.

Setelah pernikahan menginjak usia 7 tahun saya baru bisa lihat suami dan anak berbinar makan masakan saya. Mungkin mereka takjub-takjub ga percaya barusan itu masakan emaknya. Kan biasanya gak enak :D

Alhamdulillah, di tahun ke-8 baru ketemu episode suami dan anak mau nambah makan masakan saya. Habis tak bersisa. Mendengar komentar, “Mantap, maknyuss, sedap”, dst di tahun ke-9 ini sudah biasa.

Yah sebetulnya sih masih terselip keraguan..ini emang masakannya udah enak, apa lidah mereka yang khilaf, terlanjur terbiasa dengan masakan gak enak saya..wkwkwk.

Begitulah. Melalui tulisan ini saya cuma mau pamer bahwa saya udah bisa masak,  eh mau berbagi tentang perlunya suami istri terus belajar.

Kalau belajar masak saja bisa bikin suasana rumah tangga lebih bahagia, apalagi belajar hal lain yang lebih *esensial* dalam pernikahan.*Belajar berdamai dengan diri sendiri, belajar mengelola emosi, belajar ngobrol yang enak, belajar jadi pendengar yang baik, belajar jadi orangtua yang menyenangkan*…dan banyak lagi.

Belajar dimulai dari diri sendiri. Bukan menuntut orang lain untuk belajar tapi lupa memperbaiki diri sendiri. 

Tanda bahwa kita benar-benar belajar adalah perubahan diri. Dari tidak bisa menjadi bisa, tidak tahu menjadi tahu, tidak sadar menjadi sadar, tidak sabar menjadi sabar, dan terpenting tidak bijak menjadi bijak. 

Semua itu butuh waktu.  Terkadang juga butuh perjuangan materi maupun energi. Tapi bagi jiwa yang sudah membulatkan tekad, tak akan ada penghalang berarti. Sebab belajar sesungguhnya bisa dilakukan dimana dan kapan saja. Dari semua yang kita lihat, dengar, rasakan, kita bisa belajar. Tergantung bagaimana kita memandang.

Belajar yang sejati itu membuat dada semakin lapang. Bukan membuat hati makin sempit karena semakin banyak melihat kekurangan orang. Makin banyak mengkritik. Makin banyak menuntut dan memaksakan kehendak. Makin ingin menjadi yang paling didengarkan, makin bangga diri sampai merendahkan orang lain..

Jika semua itu yang kita rasakan setelah belajar, maka bisa jadi ilmu yang kita pelajari tidak barokah. Sebab ilmu yang barokah itu yang bermanfaat. Bermanfaat membuat hati makin jernih, ucapan makin santun, tindakan lebih hati-hati, ringan berbagi hikmah, dan pikiran lebih bijak memandang.

Kalau ada orang yang mengeluh sudah banyak belajar tapi pasangan gak mau ikut belajar, pasangan gak berubah, berarti ada bab lain yang masih perlu terus dipelajari. Bab sabar dan syukur. Bab ikhlas dan ridho. Itulah bab pelajaran yang tak pernah selesai diujikan di dunia.

Mudah menuliskannya, sulit melakukannya. Saya sendiri pun masih sangat jauh dari memahami bab-bab tersebut.

Tiap orang punya ujian yang bentuknya berbeda, Allah sesuaikan dengan kemampuannya. Selama manusia berbaik sangka padaNya, selama itu pula Allah akan hadirkan kebaikan pada hati manusia.

Kebaikan dalam melihat masalah menjadi tantangan. Kebaikan menghadirkan ujian sebagai kesempatan naik kelas. Kebaikan untuk mengubah luka menjadi ladang pahala. Kebaikan menemukan hikmah setelah perang batin yang berdarah-darah. Sungguh tak mudah, karena semua itu adalah pintu menuju surga.

Kewajiban kita sebagai hamba hanya belajar dan belajar. Sepanjang hayat masih di kandung badan, selama itu pula kewajiban belajar masih melekat. Urusan hasilnya, biar Allah saja yang menilai.
Allah saja yang Maha Tahu tiap kisah pilu hamba-hambaNya. Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan pedihnya belajar, sakitnya sang hamba menahan lelah berjuang di dunia fana.

Selamat belajar, teman-teman tersayang J

*catatan ulangtahun pernikahan ke-9 Yunda Fitrian dan Edwin Nofsan Naufal
*keluargapembelajar





Tantangan Hari ke-2 Cerdas Finansial


Hari kedua tantangan cerdas finansial, teruji saat kami berbelanja kebutuhan bulanan di sebuah supermarket.

Sejak di rumah, saya sudah membuat daftar belanja. Tak lupa membriefing anak anak tentang apa yang boleh dan tidak selama berada di supermarket. Semuanya mengerti karena sudah terbiasa dengan aturan tersebut.

Pas sekali, Si Tengah akan ultah tgl 4 Juli. Jadilah ia meminta beli hadiah di supermarket tersebut. Saya membolehkan dengan syarat harga di bawah 50ribu dan harus benda yang dibutuhkan, bukan sekadar ingin. Alhamdulillah sebelumnya kami sudah diskusi tentang perbedaan kebutuhan dan keinginan.

Awalnya Si Tengah protes karena menurutnya sulit mencari barang seharga segitu. Saya  menahan tawa saat mendengar pernyataan Si Tengah. Tapi saya tetap berargumen bahwa uang segitu cukup dan pasti ada barangnya.

Sampai di supermarket, Si Tengah sibuk mencari hadiah ultahnya. Awalnya ia tertarik dengan pulpen pensil dan stationary lainnya. Begitu pula Si Sulung. Lalu saya ingatkan kembali apa mereka benar benar butuh? Sebab saya lihat di rumah sudah banyak alat tulis dan belum berhasil mereka simpan dengan apik.

Si Tengah bersungut sungut tapi mengerti lalu mencari barang lain. Si Sulung berkata sebenarnya ingin beli stationary tersebut tapi ketika saya ingatkan tentang butuh dan ingin ia dapat menerima dengan lapang.

Pilihan Si Tengah akhirnya jatuh pada sebuah botol minum. Padahal, di rumah juga sudah ada beberapa. Saya ingatkan kembali tentang itu, tapi ia tetap mau beli botol tersebut. Alasannya harganya sesuai budget yang saya tetapkan dan modelnya beda dari yang di rumah.

Memang setelah saya timbang timbang, sulit mencari barang dengan harga segitu di supermarket ini. Betul juga alasan tentang modelnya. Botol yang dipilih Si Tengah memang lebih praktis dibawa dan ukurannya pun lebih pas untuknya. Dengan pertimbangan tersebut, saya pun mengaminkan pilihan Si Tengah sambil memintanya untuk merawat botol tersebut dengan baik.

Itulah pengalaman hari kedua cerdas finansial. Semoga hari berikutnya lebih hemat lagi, hehehe.

#bunsay_iip
#cerdas_finansial
#tantangan10hari

Monday 2 July 2018

Tantangan Hari 1 Cerdas Finansial


Setelah siang hari mendapat materi tentang Cerdas Finansial, malam harinya pas sekali ada waktu ngobrol dengan duo kakak. Padahal biasanya saya sibuk ngelonin si bungsu.

Kesempatan itu langsung saya mafaatkan untuk menyampaikan ulang konsep rejeki yang dibahas siang tadi.

Saya sampaikan bahwa rezeki itu tidak hanya uang, tapi juga kesehatan, bisa berkumpul, bisa melihat, dan banyak lagi. Duo kakak ikut menambahkan contoh seperti bisa beli mainan, bisa jalan-jalan. Alhamdulillah sepertinya mereka mengerti.

Saya sampaikan pula dalam harta yang kita dapat ada hak orang lain. Mereka juga menanggapi dengan cerita pengalaman bersedekah karena memang sudah kami pahamkan sebelumnya.

Kemarin, saya mengajak si sulung ikut mentoring parenting ke Pamulang. Sementara dua adiknya ikut suami ke kantor.

Pulangnya saya sengaja menyempatkan untuk jalan-jalan mengantar Si Sulung potong rambut. Di perjalanan, sambil makan es doger saya sambung penjelasan tentang rezeki. Bahwa semua makhluk Allah sudah ditentukan rezekinya. Jadi tinggal bagaimana menjemputnya dengan baik. Saya mencontohkan cicak yang merayap dengan rezekinya berupa nyamuk yang terbang. Meskipun nyamuk bisa terbang, saat sudah Allah takdirkan sebagai rezeki si cicak, pasti si cicak mampu menangkapnya meski ia hanya merayap.

Si Sulung mendengarkan dengan serius dan dan menanggapi dengan cerita pengalaman saat kehilangan barang. Biasanya kami langsung pahamkan kalau rezeki, barang itu akan kembali. Kalau tidak, berarti bukan rezeki.

Itulah pengalaman hari pertama tantangan 10 hari cerdas finansial. Semoga selanjutnya bisa lebih baik lagi.

#bunsay_iip
#cerdas finansial
#tantangan10hari

Sunday 1 July 2018

Curigai Diri Sendiri


📝📝📝 Resume Kajian Ustadz Salim A. Fillah, 1 Juli 2018, Masjid Ash Shaf Bintaro 📝📝📝

💚 Ada dua jenis kecurigaan yang layak dimiliki manusia. Pertama, kecurigaan soal amal shalihnya. Kedua, kecurigaan soal ilmunya. Hikmah tentang kecurigaan terlihat dari sejarah penciptaan manusia dalam Alquran.

💚 Ketika Allah mengabarkan akan menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, malaikat mengungkapkan kecurigaannya dengan bertanya pada Allah: apakah Engkau akan menjadikan khalifah orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?

💚 Allah pun menjawab bahwa Dia lebih tahu dari malaikat  tentang apa yang diciptakanNya. Malaikat lantas memasrahkan kecurigaannya, membalutnya dengan iman tanpa cela. Kembali taat pada perintah Allah.

💚 Kecurigaan juga dimiliki oleh Jin. Semula Jin beribadah kepada Allah bersama para malaikat, puluhan ribu tahun sebelum manusia diciptakan. 

💚 Lalu kecurigaan pada penciptaan manusia hadir, dibalut dengki setelah menyaksikan kemampuan Adam menyebutkan nama-nama benda. Jadilah ia Iblis yang takut tersingkir kedudukannya dari sisi Allah.

💚 Kedengkian itu berkembang menjadi kesombongan. Iblis merasa dirinya besar, lalu mencari pembenaran atas kedengkiannya. Menyatakan dirinya lebih baik dari manusia karena diciptakan dari api, sedangkan manusia dari tanah.

💚 Argumen tersebut hanyalah pembenaran yang ia buat-buat. Tidak ada bukti bahwa api lebih baik dari tanah. Jika diamati, sifat api adalah menghancurkan. Ia akan hidup selama ada yang dibakarnya. Begitu yang dibakarnya habis, ia pun mati. Ini adalah contoh hidup yang mengerikan.

💚 Sementara tanah, sifatnya lembut, lentur, menumbuhkan apa yang ada di dalamnya. Ia menjadi wasilah bagi kehidupan. Inilah contoh sifat hidup yang baik.

💚 Inilah contoh dengki (hasad) yang diceritakan Alquran. Dengki terhadap sesuatu yang sifatnya ukhrawi.  Pada kisah Habil dan Qabil, kedengkian Qabil disebabkan kurbannya tidak diterima, sementara Habil diterima.

💚 Ia dengki merasa Allah lebih sayang pada saudaranya. Maka jika kedengkian ukhrawi saja berbahaya, apalagi kedengkian duniawi. Rasulullah SAW bersabda tentang kedengkian, bahwa ia layaknya api yang membakar amal shalih sebagaimana api memakan kayu.

💚 Setelah melanggar larangan Allah karena tipuan syaitan (Iblis yang mengajak pada kesesatan, menghembuskan was-was pada manusia), Adam bertaubat dengan doa yang diabadikan dalam Alquran.

💚 Adam memperlihatkan dalam doanya, bagaimana ia mencurigai dirinya sendiri dalam peristiwa tersebut. Sama sekali tidak menuduh atau menimpakan kesalahan pada syaitan.  Inilah keutamaan Adam yang perlu menjadi teladan.

💚 Godaan syaitan dalam Alquran ditujukan pada Adam dan Hawa. Inilah yang membedakan Alquran dengan Injil. Sebab dalam Injil, Hawa-lah yang disebut merayu Adam karena telah tergoda oleh syaitan. Dengan begitu kaum perempuan menjadi pihak yang disalahkan atas diusirnya manusia dari surga. Hal ini sama sekali tidak ada dalam Alquran.

💚 Syaitan menggoda dengan kekuasaan dan keinginan abadi. Keinginan berkuasa dominan berada pada kaum Adam, sementara keinginan abadi dominan pada kaum Hawa. Setelah menyadari tipuan syaitan, Adam berdoa memohon ampunan Allah dengan mencurigai dirinya sendirilah yang zalim.

💚 Kecurigaan pada diri sendiri juga terlihat dalam kisah para Nabi yang diceritakan Alquran. Dalam doanya, Nabi Nuh mengadu kepada Allah ketika dakwahnya selama ratusan tahun tidak juga berhasil: aku telah berdakwah siang dan malam namun dakwahku hanya membuat mereka makin jauh dari kebenaran.

💚 Begitu pula Nabi Musa ketika hendak berangkat berdakwah pada Firaun, berdoa pada Allah dengan mencurigai dirinya sendiri: Ya Allah lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku, bukakanlah simpul pengikat lidahku.

💚 Begitulah, orang yang merasa salah, bisa jadi shalih. Sebaliknya yang merasa shalih bisa jadi salah. Rasulullah SAW pun ketika ditolak oleh penduduk Thaif ia merasa begitu sedih. Namun ketika Jibril mengabarkan malaikat penjaga  gunung siap mengguncang Thaif, Rasulullah dengan kasih sayangnya menolak tawaran tersebut dan malah mendoakan kebaikan untuk penduduk Thaif, sebab ia lebih mencurigai dirinya sendiri daripada menyalahkan penduduk Thaif.

💚 Inilah amalan hati orang-orang shalih. Curigalah pada hati sendiri, pada niat-niat kita dalam beribadah. Sebab yang pertama diadili oleh Allah adalah niat dalam sebuah amal shalih.

💚 Rasulullah SAW mengisahkan tentang 3 orang besar yang pertama kali ditanya oleh Allah. Orang pertama besar karena ilmunya, yang kedua karena hartanya, yang terakhir karena berperang di jalan Allah.

💚 Mereka mengaku telah beramal demikian hebat dengan niat untuk Allah. Namun Allah menyatakan mereka semua berdusta karena sesungguhnya mereka beramal dengan niat memperoleh pengakuan dari manusia. Maka setelah niatan itu didapat di dunia, tidak ada balasan bagi mereka dari sisi Allah. Naudzubillahi mindzalik.

💚 Hanya Allah yang Maha Mengetahui niat seorang hamba. Suatu ketika Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat, jika diantara mereka yang berperang ada yang berangkat karena mengharap harta, takut dihina, atau ingin disebut pemberani, maka siapakah yang dapat disebut fi sabilillah?

💚 Rasulullah SAW tidak menghakimi, melainkan menjawab dengan bijak: siapapun yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, dialah yang disebut fi sabilillah. Begitulah Rasulullah mencontohkan untuk tidak menghakimi niat orang lain dalam beramal shalih, sebab hal itu hanyalah wewenang Allah.

💚 Meluruskan niat perlu dilakukan sepanjang perjalanan. Jika ia salah di awal, ia bisa diperbaiki di tengah. Jika ia berbelok di tengah, ia bisa diperbarui kembali di sisa perjalanan.
                                                                                                                                                                             💚 Kecurigaan kedua yang perlu dimiliki seorang Muslim adalah dalam ilmu. Tujuannya agar tidak jumawa dengan ilmu yang dimilki. Tidak segera menuding orang lain bid’ah atau sesat padahal belum menggali lebih dalam landasan amal yang dituduhnya sesat. Jangan sampai karena merasa berilmu, kita merendahkan orang lain.

💚 Di masyarakat terkadang ada perbedaan dalam menjalankan syariat. Jika ditelusuri, perbedaan tersebut seringkali sebetulnya hanyalah ikhtilaf baynal ‘ulama, perbedaan para ulama dengan dalilnya masing-masing.  Keduanya sama-sama benar. Oleh karena itu, ada kebijaksaan ulama yang menyatakan: jika pendapat saya benar, bisa jadi ada kesalahan di dalamnya. Jika pendapat orang lain salah, bisa jadi ada kebenaran di dalamnya.  Wallahu’alam bish shawab.