berbagi inspirasi : January 2015

Friday 23 January 2015

Seminar Komunikasi Efektif pada Anak by Elly Risman

Tak Hilang Luka Sampai Uban di Kepala
Hari itu terjadi penamparan massal. Isak tangis yang disembunyikan seperti dengungan ramai tertahan. Tak ada yang saling hibur karena tahu sama tahu bahwa kami pantas ditampar. Airmata penyesalan satu satu menitik di pipi kami. Tempat yang semula riuh oleh tawa kini banjir airmata. Ya, Bu Elly Risman dengan gaya khasnya telah membawa kami menertawakan kesalahan diri sendiri sampai menangis berjanji berubah demi sang buah hati.
Pagi itu saya menghadiri Seminar Parenting berjudul Membangun Komunikasi Efektif dalam Pengasuhan Anak. Awalnya ada rasa berat berangkat mengingat waktu Sabtu pagi biasanya bercengkrama dg buah hati. Hujan tipis pula sepanjang pagi itu. Tetapi bismillah, saya berangkat karena yakin pasti dapat manfaat. Apalagi kangen sama Bu Elly karena terakhir 'diceramahi' beliau tahun 2008 (berasa tuwir dah nyebut 7 tahun yg lalu). Waktu itu status saya masih jomuba-jomblo imut bahagia. Selama jadi emak2 malah cuma mengikuti nasihat Bu Elly lewat media atau sharing langsung teman yg ikut seminar. Alhamdulillah, saya bersyukur banget bisa hadir Sabtu lalu.
Sebelum masuk ke topik Bu Elly minta kami berjanji untuk menyampaikan apa yg kami dapat ke 3 orang. Pertama, salah satu anggota keluarga.  Kedua, tetangga. Ketiga sesama rekan orang tua. So, here I am. Try to keep my promise :) Utk memudahkan, saya menulis berdasarkan slide yaa..semoga bisa fokus bahasannya (secara aye suka ngalor ngidul klo nulis biasalah emak2, tuuh belom apa2 udah curhat;p).
1. Kita tidak siap jd ORTU--> tdk menguasai tahap perkembangan anak dan bgmn otak bekerja--> berpengaruh pd kepribadian n masa depan anak.
Tidak ada yg sebelumnya sekolah utk jadi ayah dan ibu.. coba, apa kita tahu kapan dan berapa lama anak boleh nonton TV? Sambil nyuci, ngepel, masak anak balita kita taruh depan tv..ya rusaklah otaknya (hiks ini dalem bgt. Nyesel dulu gagal fokus pas lagi kuliah psikologi perkembangan).
Persiapan utk mjd ortu harusnya dilakukan jaauuh sebelum menikah. Menjelang nikah kita sibuk ngurus catering, pelaminan, undangan...sementara kesiapan mental utk mendidik anak,who cares? (Inget saya dulu kaget tetiba baru 2 pekan nikah langsung positif hamil n berasa baru bangun dr mimpi indah ttg nikah: hellloooow kemana aja gue...klo siap nikah ya harus siap punya anaklah..glek).
PR kita sbg ortu adl menyiapkan anak menjadi suami dan istri karena itu investasi utk generasi penerus. Saat kita salah mendidik anak, kita sedang menciptakan kesalahan didik utk cucu kita pula, dan seterusnya.
Jika sebagai ortu kita hanya sibuk menyiapkan akademik dan materi, tidak heran di usia remaja anak sudah stres dan niat bunuh diri (monggo tny mbah google postingan Bu Elly ttg kasus alm Rangga). So, karena kita tidak siap menjadi ortu, kepribadian dan masa depan anak jadi korban. Nauzubillah.
2. Akibat bicara tidak sengaja pd anak:
-Melemahkan konsep diri
-Membuat anak diam, melawan, menentang, tidak peduli, sulit diajak kerjasama
-Menjatuhkan harga dan kepercayaan diri anak
-Kemampuan berpikir menjadi rendah
-Tdk terbiasa memilih n mengambil keputusan
-IRI teruss!
Kesalahan bicara pada anak dampaknya tak hilang sampai uban tumbuh di kepala. Pernahkah kita bertemu dg orang tua yg suka curiga, iri dg tetangga, selalu mengomentari kekurangan orang? Mereka adl korban verbal n emotional abuse sejak kecil. Mereka tdk selesai berurusan dg diri sendiri karena dibesarkan dg kekerasan psikologis. Terbiasa dijatuhkan harga dirinya lewat kata kata negatif dr ortu.
Jika cara bicara ortu benar, anak akan lebih happy n smart. Bila hati senang, otak menyerap lebih banyak. Maka mulailah dg lebih banyak tertawa pada anak, tapi jgn kebanyakan :D
3. Kekeliruan dlm komunikasi
-Bicara tergesa gesa: message not delivered. Ingat gaya kita kalau sibuk menyiapkan pagi hari, komentar saat anak berbuat kesalahan pdhl sudah diingatkan? Mama udah ke sini 2 kali kamu masih belom bangun juga, bla bla bla, atau rizki nanti jatuh, rizki nanti jatuh, tuh kan mama udah bilang, rasain makanya klo mama ngomong, bla bla bla...
-Tdk kenal diri sendiri: kita terlalu banyak look out dan lupa look in. Kita lupa introspeksi diri dan sibuk menyalahkan internet, manga, lagu. Industri hiburan memang menyasar anak dan remaja Indonesia karena jumlahnya 88juta. Apa yg cocok buat mereka, meskipun dampaknya negatif, akan digeber habis habisan demi mengeruk keuntungan. Apalagi kalau generasi kita hancur akan mudah sekali menguasai kekayaan alam negeri ini (duh pahitnya kenyataan ini, hiks). Maka berhentilah menyalahkan pihak luar karena kuncinya adl membangun benteng di keluarga sendiri.
-Lupa: setiap individu unik. Apa kita mau dibanding bandingkan dg saudara kita? Lantas mengapa kita hobi membandingkan anak dg adiknya, dg sepupunya, dg anak tetangga? Tiap anak itu unik, ada 700rb kombinasi genetik di dalam dirinya. Mengapa tidak kita lihat keunikannya dan hargai ciri khas mereka?
-Perbedaan kebutuhan dan kemauan antara ana dg ortu--> kesalahpahaman: banyak hal yg tdk sempat dan terabaikan. Sebagai orang TUA kita selalu merasa lebih TAU. Anak sampai usia 7 th kebutuhan dan kemauannya adl main, sementara kita butuh dan maunya anak sigap makan, mandi, dsb.
-Tdk membaca bahasa tubuh. Bahasa tubuh tdk berbohong. Lihat mata, garis kening, dan bibir anak. Sudah berapa juta kali anak mengirim pesan lewat bahasa tubuh tapi gagal kita tangkap?
-tdk mendengar perasaan. Data bu Elly dr sejumlah 2016 anak usia 10-14 th sudah banyak yg pny niat bunuh diri. Tidak bahagia karena tdk prnh didengar perasaannya. Emosi negatifnya berlapis lapis karena ortu tdk pernah membuat saluran utk mengalirkan perasaan mereka.
-Kurang mendengar aktif. Kita mendengarkan anak sambil pegang gadget. Sambil lalu mengerjakan pekerjaan lainnya. Padahal saat kita bicara, kita menuntut anak mendengarkan.
-menggunakan 12 gaya populer: memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, melabel, mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengkritik, menyindir, menganalisa. (Semua dicontohkan dan dibahas satu persatu oleh Bu Elly tp punten saya ringkes bbrp aja yaaw).
Jgn menasehati anak saat perasaannya sedang bermasalah. Otak tidak dapat menerima pesan krn terblok oleh emosi. Maka jgn biasakan langsung menasehati saat anak sdg nangis, marah. Terima dulu perasaannya. Setelah dlm.keadaan tenang dan senang, boleh dibahas kembali dg bahasa sebaik mungkin.
-Tdk memisahkan masalah siapa. Ajari anak bertanggung jawab. Tdk bawa PR, tdk usah antar ke sekolah. Biarkan anak bertanggung jawab krn PR adl urusan anak. Jangan jd ortu helikopter selalu berada di atas siap memberi bantuan. Kita tdk hidup selamanya. Bgmn anak survive tanpa kita kelak jika tdk belajar bertanggungjawab?
Begitu juga ortu jika pny masalah jgn bawa2 anak. Misal, tdk suka dg ipar. Katakan pd anak this is my bussiness. Dia pamanmu, wali nikahmu jk ayah tiada. So, hormati dan bermuka manislah padanya.
Kiat Meningkatkan Komunikasi:
1. Baca bahasa tubuh
Tindakan lbh nyaring drpd kata2. Lihat mimik muka anak. Gali lebih dalam. Dlm komunikasi, bahasa tubuh berpengaruh paling besar, 55%. Sisanya nada suara 38%, dan kata kata hanya 7%.
2. Dengarkan perasaan. Tebak perasaannya, beri nama. Capek ya? Kesal sekali dong? Tunggu jawaban anak lalu tebak lagi. Kalau salah terus anak akan kasihan pd kita lalu meralatnya sendiri.
Perasaan harus menjadi bahan pembicaraan di rumah. Jika emosi mengalir, otak bisa bekerja sehingga anak menemukan solusi sendiri. Biasakan duduk mininal 15 menit utk mendengarkan perasaan anak. Selesaikan sampai emosinya tumpah mengalir.
3. Mendengar aktif. Jadilah cermin. Ooh begitu? ..terus? Sedih bener dong? Makanya kamu marah betul?. Dgn begitu anak merasa dipahami.
4. Hindari 12 gaya populer (tadi di atas tuh). Akibat menggunakan: anak tdk prcaya pd perasaannya krn selalu di-tidak-kan, akhirnya jd tdk percaya diri. Harga diri rendah dan konsep diri negatif. Sudah berapa lama kita memperlakukan anak kita spt demikian?
5. Tentukan masalah siapa. Masalah anak atau ortu? Dibantu atau dibiarkan? Hidup adl pilihan, anak perlu BMM: Berpikir-Memilih-Mengambil keputusan--> mandiri dan bertanggung jawab. Jika anak selalu menjawab: terserah mama/papa bahkan hanya utk pilihan2 kecil, tandanya anak sudah stres berat dg gaya pengasuhan kita.
6. Jgn bicara tergesa gesa. Gunakan kalimat pendek, tidak lebih dr 15 kata. Terutama utk anak laki laki. Ajak anak bicara berdua saja, tutup aibnya dr saudaranya. Bicara pada saat suasana hati anak senang. Biarkan emosi anak mengalir dulu, terima, baru ajak diskusi. Gunakan banyak kalimat tanya. Misal: kalau kamu marah apa harus seperti itu? Dst giring anak sampai bisa sadar diri (tp bukan interogasi apalagi intimidasi lhoo,kmrn bu elly kasi contoh prakteknya, maap ga ditulis di sini dah kepanjangan euy. Kapan2 ikut seminarnya langsung yak;p).
7. Belajar utk kenali diri n lawam bicara. Introspeksi, ngaca jgn menyalahkan orang lain terus. Tangkap basah dan puji anak tiap kali melakukan hal baik.
8. Ingat: setiap indv unik. Stop membandingkan.
9. Pahami bhw kebutuhan dan kemauan beda.
10. Sampaikan pesan saya. Saya merasa .... kalau kamu .... karena....
Mama merasa marah besar kalau kamu pulang terlambat karena mama khawatir.
Kunci utamanya: mulailah dari diri Anda. Teladan lebih dari 1000 kata. Jgn jauh dr Alquran dan Hadits.
Itulah slide terakhir. Masih banyak cerita menarik selama materi dan sesi tanya jawab. Saya sharing beberapa yg berkesan ya:
1. Bu Elly bilang 2 anaknya sudah master dan bisa keliling dunia tp mereka stay at home mom karena ingin mengasuh penuh buah hati. Anaknya bilang: maaf ya ma aku blm bs transfer (uang maksudnya) lbh banyak (krn tau sepupu2nya suka kasih lbh bnyk). Jwb bu elly: gapapa nak, malah mama terimakasih kamu sudah mau mengurus dg baik cucu cucu mama...(nyess saya netesss)
To be continued (udah maksimum neh memonya,,heks)