berbagi inspirasi : October 2017

Tuesday 24 October 2017

TAK ADA LOGIKA_catatan fb yunda fitrian

"Apa sih tandanya kita siap menikah??”

Begitu pertanyaan seorang sahabat, yang mewakili kegalauan para jomblo :D
Ia khawatir, hasrat untuk menikah yang menggebu dalam diri, tak lebih dari sekedar latah akibat teman2 satu cohort satu persatu mulai menikah.
Atau, hanya galau sesaat akibat sering dapat informasi (parsial) tentang enaknya menikah. Maklum hari ini banyak sekali provokator pernikahan yang berat sebelah. Kesannya menikah hanya enak saja isinya (padahal kan enak banget**hehe provoke mode on ;p)

Bersyukurlah orang-orang yang punya pertanyaan seperti diatas sebelum membabi buta menebar janji dan jaring-jaring cinta demi secepatnya menikah.

Itu artinya masih waras, sehat, sehingga insyaAllah bisa berpikir jernih dalam mengambil keputusan. Ingat, cinta versi agnes monica (yang tak ada logika itu looh) hanyalah cinta sesaat, dan hanya satu persekian persen dari keseluruhan cinta sejati.
Sebuah penelitian tentang cinta mengungkapkan, rasa membara yang bergelora dalam jiwa paling lambat hanya bertahan 5 tahun. Ini berhubungan dengan hormon cinta yang dimiliki manusia. Ingatkan saya untuk segera menerjemahkan artikel tentang ini dan membaginya di sini.
Maka tak heran, beberapa tahun setelah menikah, mulailah peribahasa ‘semut di seberang pulau tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’.
Artinya mungkin anda sedang kesemutan :P jayus mode on
Setelah hormon cinta habis, pernikahan hanya bisa bertahan karena komitmen dan kedekatan emosional. Setrum-setrum yang dulu ada ketika hanya berduaan di tempat sepi, atau ketika membelai pasangan, sirna setelah 5 tahun pernikahan. Berganti dengan keteduhan saat menatap pasangan dalam diam, ketenangan hati saat bersentuhan, jika dan hanya jika masih ada komitmen dan kedekatan emosi diantara keduanya.

Sudah banyak contoh-contoh pernikahan yang dimulai dengan cinta membara berakhir dengan kebencian serupa. Tiba-tiba saja pasangan kita seolah berubah dan kita tak tahan hidup bersamanya. Demi tetap bahagia dan sehat jiwa, perpisahan adalah jawabannya.

Bukan pilihan yang salah menurut saya, kesalahannya ada di awal ketika memutuskan untuk menikah. Tanda-tanda yang dianggap sinyal kesiapan menikah hanya setrum-setrum cinta semata. Tak ada logika.

Logika dan rasa sama pentingnya. Menikah sekedar dengan logika punya konsekuensi yang sama dengan menikah sekedar karena rasa, karena kesetrum cinta.

Pernikahan yang hanya dilandasi logika, akan segera menemui jalan buntu ketika alasan logis untuk menikah sudah tak ada.

Misalnya, dulu menikah alasannya karena pria ini sudah mapan dan kaya tujuh turunan. Adalah alasan yang sangat logis untuk menikahinya demi kesejahteraan keturunan. Saat roda kehidupan berputar dan abang tak lagi punya uang, ia segera dibuang.

Tanda siap menikah, salah satunya keseimbangan logika dan rasa.
Di sisi logika, hitungan cermat kita bisa melihat bahwa calon pasangan sudah mandiri, baik secara materi maupun non materi. Memaksakan menikah dengan orang yang masih bergantung ke orang tua, baik secara materi maupun emosi, menurut saya bukan pilihan yang bijak.
Akan ada banyak konflik ketika setrum cinta habis.

Begitu juga dengan diri kita sendiri. Jika kita masih minta uang saku sama ortu, atau kesal sedikit mengadu ke ortu, wahh kita masih perlu mengasah kemandirian untuk siap menikah.
Saat menikah kelak, masalah rumah tangga, kekurangan pasangan, harus siap kita simpan sendiri. tidak sedikit-sedikit kabur ke rumah orang tua..setelah menikah kita punya lingkaran dalam dan luar. Lingkaran dalam hanya berisi kita dan pasangan. Aib dan kekurangan pasangan hanya boleh berada di lingkaran ini. Bahkan anak-anak kita tak seharusnya jadi tempat curhat tentang kekurangan pasangan.

Kecuali, pasangan beresiko membahayakan jiwa kita atau anak, nah itu WAJIB mencari pertolongan dari luar.

Bedakan antara logis melihat diri dan pasangan sebagai pribadi mandiri dengan pesimis menghadapi kewajiban setelah menikah.

Banyak para jomblo yang terus menerus menunda pernikahan karena takut tidak bisa membiayai orang tua, membantu nafkah adik, atau menafkahi keluarga barunya kelak.
Ketakutan ini harus dipikirkan secara jernih dan objektif. Jangan2 ketakutan ini datang karena gaya hidup kita yang tak berani sedikit lebih sederhana. Maksud saya..kalau gaji masih ada lebih setelah dipotong makan dan sekedar kebutuhan primer, maka cukuplah untuk menikah.
Suami saya pernah cerita, sebelum menikah ia mendapat inspirasi dari seorang teman yang sudah menikah saat masih kuliah.

Saat bertanya tentang bagaimana mencukupi kebutuhan rumah tangga, sang teman memberi hitungan matematis logis yang mengena di hati suami.

Sang teman berhitung, biaya makan berdua 1 juta, kontrakan 500 ribu, sisanya operasional dan nabung 500 ribu. ‘jadi kalo ente udah punya penghasilan 2 juta, cukuplah untuk hidup sederhana’, begitu tukasnya. Segera saja, suami saya mendapat inspirasi melamar saya  setelah baru 2 bulan diterima bekerja dengan gaji 2,5 juta. Hehehe, ini orang kongkrit apa nekad??

Nahh, gimana kalo penghasilan masih dibawah itu tapi ga tahan pengen cepet2 nikah??
It’s OK, yang penting punya hitungan LOGIS tentang pengaturan uang belanja.

Allah memang menjanjikan akan mendatangkan rezeki bagi mereka yang menikah karena menghindari perbuatan tercela. Dan siapakah yang lebih benar janjinya daripada Allah?
Ini tak dapat diingkari.
Tapiiii.. sekali lagi, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum tanpa perubahan diri kaum tersebut. so, kalo setelah nikah kerjanya masih begitu2 aja, semangat cari nafkahnya masih kembang kempis, wahh kasian anak istri, bro!

Makan cinta kan gak kenyang J
Kecuali, dapat istri dan anak yang super duper nrimo dengan segala kondisi. Siap lapar dan haus demi cinta…tapi suami yang baik pastilah memahami kewajibannya untuk memberi (minimal) nafakah dan pakaian yang LAYAK pada keluarganya. Kewajiban ini langsung datang dari Allah. Bukan pemikiran tradisional gender.

Lagipula, Allah memerintahkan kita untuk takut meninggalkan generasi yang lemah. Yang demi pendidikan akhirnya menggadaikan iman. Karena kemiskinan meninggalkan Tuhan..ngeri kan?

So, saya salut dengan teman suami yang memberi penjelasan logis tadi, tak sekedar provokasi pernikahan tanpa solusi J

Trus, gimana kalo kita harus bantu keluarga? Nah kalo ini logikanya harus dikomunikasikan bersama. Sebaiknya suami istri yang masih punya tanggungan keluarga (besar), keduanya bekerja. Dengan begitu, penghasilan dapat lebih banyak disisihkan. Kalau sudah punya anak bagaimana? Itulah yang harus didiskusikan sebelum menikah J batas-batas yang harus dipegang sebagai prinsip bersama ketika istri harus berperan ganda. Suami pun harus paham konsep Islam bahwa ‘harta suami = harta istri, harta istri = harta istri’. Jadi, tak layak bagi suami menuntut istri memenuhi kewajiban nafkah rumahtangga, kecuali sang istri ridho dan ikhlas.
Bagi yang percaya bahwa matematika Allah tidak sama dengan hitungan logis manusia, itu baik, dan memang seharusnya demikian. Tapi ingat, jangan jadikan keyakinan itu sebagai tameng dari hawa nafsu kita untuk menyegerakan pernikahan padahal bisa jadi dampaknya zalim bagi diri dan pasangan kita.
So, logis itu tidak bertentangan dengan ayat Allah!

Selanjutnya logis masalah kepribadian pasangan.
Banyak orang ketika menemukan karakter kurang baik dari pasangannya, karena sudah terlanjur cinta, meyakinkan diri bahwa kelak pasangan bisa berubah setelah menikah.
Ternyata…berubah adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Tak seperti di film sailormoon atau ksatria baja hitam ;p

Sebagian pernikahan kandas karena pasangan tak jua berubah menjadi yang diharapkan. Apalagi ketika perubahan itu urgent untuk memperbaiki kualitas hidup. Misalnya, istri yang terbentuk menjadi pribadi bergaya hidup mewah dan lebih mementingkan gengsi materi, akan mempersulit kehidupan keluarga ketika suami sedang bangkrut. Atau, suami yang karakternya kasar dan suka main fisik, ini malah perlu untuk dihindari sejak awal akan menikah. Lebih baik cari yang lain saja deh, atau diterapi dulu biar tidak kasar lagi.
Kita juga bisa logis terhadap pribadi kita. Kalau orangnya terlalu sensitif hindari menikah dengan orang agresif atau terlalu blak-blakan. Kalau sudah terlanjur cinta? Bicarakan baik-baik sebelum menikah, buat rambu2 komunikasi.

Nah, bagaimana dengan mereka yang menikah by taaruf? Kan mungkin baru tahu karakter pasangan setelah menikah?

inilah pentingnya proses komunikasi saat taaruf. Kita kan disediakan momen untuk saling tanya tentang pasangan, ada pula kesempatan untuk bertanya dari orang-orang terdekatnya. Manfaatkan sebaik mungkin cara-cara tersebut.

Kalau saya pribadi, mungkin karena sudah melihat keseharian suami selama 8 tahun, walaupun tidak pernah dekat tapi langsung yakin karakternya cocok dengan saya.
Dan itu terbukti. Dialah tutup panci saya! semoga selamanya, aamiin.

Logis terhadap pribadi termasuk mengenai berbagai hal yang melekat pada calon pasangan dan tidak bisa diubah (secara langsung). Seperti keluarganya, status sosialnya, dan...fisiknya.

Menikah tidak hanya dengan pasangan lho, tapi juga keluarganya. Jika kita merasa kurang sreg karena keluarga intinya masih menjalankan ritual musyrik, misalnya. Berusahalah berpikir logis, apa kita akan benar2 sanggup mengatasinya?
Jika tidak, dan merasa tidak kuat mempengaruhi ke arah yang baik, berhentilah. Mungkin kita perlu memperluas arah pandang agar menemukan calon lain.

Masalah status sosial sebenarnya bukan masalah krusial dibanding kepribadian. Akan tetapi, pada beberapa pernikahan ini menjadi boomerang karena tidak pernah dihadapi sejak awal. Tetapi hanya dihindari.

Jujurlah tentang status sosial. Mungkin kita tidak peduli. Tapi bagaimana dengan keluarga? Jika komunikasi intens dan efektif, insyaAllah masalah ini mudah diatasi.

Terakhir logika usia. Jika usia sudah matang, ditandai dengan kesiapan materi, pribadi, ilmu, mental..apalagi beragam calon sudah antre,,maka bismillah, mantapkanlah hati untuk menikah.
jangan biarkan jiwa-jiwa tak halal mengkhayalkanmu dalam mimpi semu. jangan biarkan dirii jadi ladang fitnah buat mereka yang belum sanggup menikah.
jadi bagi yang sudah dikirimi proposal nikah, istikharah dan musyawarah lah, sudah waktunya menggenapkan separuh agama..
tak ada yang tahu sampai kapan jatah usia kita di dunia. jangan sampai satu kesempatan tersia-sia...
kalau ingin calon yang sempurna, adanya hanya di surga..
kalau inginnya dia yang tak juga datang dengan segenap jiwa, ambillah yang ada setelah Allah memberi tanda.
beda cerita kalo semua kesiapan ini belum dibarengi dengan datangnya calon pendamping. mungkin artinya Allah sedang menguji kesabaran, doa, dan ikhitiar mereka.
tetap berbaik sangka pada Allah, karena Allah sesuai persangkaan para hamba.

nah,,kalo yang udah ngebet tapi ternyata masih banyak persiapan logis yang belum mantep, barengilah semangat mencari pasangan dengan kegigihan mencari ilmu, memantapkan mental, memperbaiki diri, berburu mutiara (ups!) dan mendekati Sang Pemilik Hati agar menjagamu dalam ridhoNya. agar hasrat itu tak ternoda.

finally, semoga tulisan ini bermanfaat. saya bukan praktisi atau ahli yang sudah terbukti,,tapi mudah2an tulisan ini bisa memberi gamabran sederhana. syukur2 kalau bisa menginspirasi..
menambah semangat bagi mereka yang telah siap,
dan menambah pertimbangan logis bagi yang hasratnya menggebu tapi belum sepenuhnya mampu...

SmangkA--Semangat karena Allah :)

wallahua'lam bish shawab

Yunda Fitrian

Wednesday 11 October 2017

Resume kulwap mendidik generasi alpha (grup alumni untirta)

[11/10 20.51] Yunda Fitrian: KOPER UNTUK SANG PERANTAU

Apa yang akan kita masukkan ke dalam koper anak jika ia hendak merantau ke negeri asing?✈✈


Tempat yang kita, orangtuanya, belum pernah ketahui. Tempat yang terlalu jauh untuk dijangkau dalam bilangan hari.

Anak kita akan berada di sana sendirian, tanpa kita. Dengan terbatasnya besar koper, tentu kita hanya akan memasukkan barang yang sangat penting saja ke dalamnya.

Negeri asing dalam ilustrasi di atas adalah perumpamaan sebuah zaman dimana anak kita akan tumbuh dewasa. Zaman yang akan sangat berbeda dengan zaman kita dibesarkan.

Sebagai orangtua, tidak ada jaminan kita dapat membersamai anak hingga ia dewasa.

 Sekalipun ketika Allah memberi kita usia yang panjang, anak tetap akan hidup sendiri: bertanggung jawab terhadap pilihan hidupnya sendiri, di dunia dan akhirat.

Koper dalam perumpaan di atas ibarat keterbatasan ruang dan waktu kebersamaan kita dengan anak.

Kita tidak mungkin memberikan semua yang kita ingin berikan, sebab anak pun tidak akan membutuhkan semuanya. Anak hanya membutuhkan yang sesuai dengan zamannya.

Maka untuk mempersiapkan bekal terbaik bagi anak, ada beberapa poin penting yang dapat kita terapkan. Dalam hal ini, kita sama-sama belajar.

 Saya sendiri belum merasa sudah menguasai dan mempraktekkan dengan sempurna apa yang saya tulis. Sharing ini adalah bentuk belajar sekaligus mengingatkan diri sendiri.

🕋Poin penting pertama adalah KEKOMPAKAN ayah dan bunda.

Orangtua yang baik terdiri dari sosok AYAH dan IBU yang baik. Bukan hanya salah satu yang berjuang untuk menjadi baik.

Sebagian perilaku bermasalah pada anak diawali dari ayah dan ibu yang TIDAK kompak.

 Ayah bilang tidak boleh nonton sinetron, ibu nonton saat ayah pergi. Ibu bilang tidak boleh jajan permen, pulang kerja ayah bawa sekantong penuh dengan alasan ‘sekali-sekali’.

Dan banyak contoh lainnya.
Tidak kompak ini membuat anak bingung perilaku apa yang sebetulnya diharapkan?

 Akhirnya anak hanya trial dan error saja dalam berperilaku. Tidak tahu mana yang benar dan salah.

 Selain itu, anak juga jadi pandai mencari celah. Saat ibu melarang, anak lari ke ayah, atau sebaliknya.

Pada akhirnya, ayah dan ibu yang lelah membentuk perilaku anak.
Kekompakan ini tidak berarti ayah dan ibu harus satu gaya.

Sama sama keras atau sama sama lembut tidak menjadi ukuran kekompakan. Yang terpenting adalah SATU SUARA dalam menetapkan nilai atau prinsip dalam keluarga.

 Jangan sampai prinsip A yang digembar gemborkan ayah, dipatahkan oleh perilaku ibu, atau sebaliknya.

Untuk menjadi tim yang kompak, ayah dan bunda perlu menyamakan VISI dan FREKUENSI dalam mendidik buah hati. Untuk sampai pada VISI dan FREKUENSI yang sama satu satunya cara adalah KOMUNIKASI.

 Sepuluh huruf  ini panjang lagi penjabarannya, nanti silakan dilanjut dalam diskusi atau kulwap berikutnya ☺

🕋Setelah kekompakan, berikutnya dibutuhkan KEMAUAN BELAJAR dari orangtua.

Dengan terus belajar, orangtua makin paham, makin ahli dalam membaca keunikan buah hati.

Jangankan mendidik anak-manusia yang begitu kompleks, memasak saja kita butuh belajar! Apa jadinya hidangan kita jika dibuat asal asalan?

Anak yang dididik orangtua pembelajar, akan jauh berbeda dengan anak yang dididik seadanya.

 Dengan terus belajar, orangtua mendapat ilmu, penguatan, dan jejaring yang akan sangat bermanfaat dalam memahami tumbuh kembang anak. Tidak ketinggalan, orangtua pembelajar biasanya mampu mengimbangi jarak zaman antara dirinya dan anak.  Sehingga selalu nyambung, tidak ditinggalkan anak karena dianggap KUDET.

Belajar tidak harus membaca buku atau ikut seminar. Belajar bisa dilakukan dimana dan kapan saja, apalagi di era digital sekarang ini.

 Dari setiap status yang kita baca, orang yang kita temui, pengalaman yang kita rasakan, fenomena alam, bahkan kegiatan  ringan sehari-hari seperti mengepel, menjemur, mencuci , kita bisa merenung untuk mendapat pelajaran. Serius, coba deh.


Perlu digarisbawahi, dengan begitu mudahnya akses informasi saat ini, kita pun harus pandai memilih.

 Mana pengetahuan yang memang ilmu bermanfaat, mana yang tidak perlu dikonsumsi. Jangan sampai kita jadi bingung sendiri.

 Sebagai Muslim, pelajaran yang kita serap tentunya dipilih yang sesuai dengan Alquran dan sunnah. Dalam Islam pun sudah lengkap semua panduan mendidik anak, asalkan kita mau kembali menggalinya.


🕋Poin ketiga dan terpenting adalah mau TERLIBAT bersama anak.

 Terlibat di sini sangat luas maknanya. Mulai dari ngobrol, main, mengamati, bekerja sama, dan kegiatan apapun yang dilakukan bersama anak. Kegiatan yang sifatnya pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan, tidur, bergerak, sampai yang sifatnya kebutuhan emosional seperti ngobrol, curhat, dan sejenisnya.

Dalam kegiatan sehari hari seperti makan, misalnya, terlibat bersama anak bukan berarti mengambil alih inisiatif anak.

 Menyuapi terus menerus, mengambilkan minum, bukanlah contoh keterlibatan, melainkan contoh pelayanan.

Saat anak sudah menunjukkan inisiatif untuk mandiri, beri anak KESEMPATAN.

 Jangan pernah kalah oleh rasa ingin serba cepat, serba beres, serba rapi ketika anak masih usia dini.

Membiarkan anak mengikuti naluri kemandiriannya, akan membuat anak percaya diri sehingga mampu survive dengan prinsip hidupnya sendiri, bagaimanapun kondisi zamannya.
Kembali pada poin terlibat bersama anak.


Syarat penting terjadinya keterlibatan adalah INTERAKSI antara orangtua dan anak. Interaksi ini meliputi bergantian berbicara serta saling merespon perilaku, mulai dari yang terlihat sampai yang tidak terlihat seperti merespon perasaan, ide, keinginan, dan kebutuhan.

Poin interaksi ini pun sangat panjang jika dijelaskan kembali, butuh satu kulwap tersendiri ☺

Saya akan kutipkan saja beberapa rambu penting dalam berinteraksi dengan anak, yaitu:

🚗 Lakukan lebih banyak pengamatan daripada suruhan.

 Baca bahasa tubuh, perhatikan ekspresi wajah, gesture, nada suara anak. Gali lebih dalam. Bolehkan anak melakukan apapun selama tidak berbahaya bagi diri dan orang lain, serta tidak melanggar aturan agama.

🚗 Lebih banyak mendengarkan anak daripada berbicara terus menerus.

 Dengarkan perasaannya, terima sebelum memberi komentar nasihat. Tebak perasaannya, beri nama. Capek ya? Kesal sekali dong? Tunggu jawaban anak lalu tebak lagi.
Perasaan harus menjadi bahan pembicaraan di rumah. Jika emosi mengalir, otak bisa bekerja sehingga anak menemukan solusi sendiri.

🚗 Biasakan duduk mininal 15 menit untuk mendengarkan perasaan anak. Selesaikan sampai emosinya tumpah mengalir. Generasi BAPER timbul karena di rumah tidak diberi kesempatan mengalirkan emosi. Akhirnya BAPER di sosmed..

🚗 Mendengar aktif. Jadilah cermin. Ooh begitu? ..terus? Sedih bener dong? Makanya kamu marah betul?. Dengan begitu anak merasa dipahami. Jangan buru-buru menasihati, tahan sebelum anak berada dalam kondisi siap menerima pesan (rileks).

🚗 Hindari 12 gaya populer (memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, melabel, mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengkritik, menyindir, menganalisa.)  Akibat menggunakan12 M ini anak tidak percaya diri, harga diri rendah, dan konsep diri negatif.

🚗 Tentukan masalah siapa. Masalah anak atau ortu? Dibantu atau dibiarkan? Hidup adalah pilihan, anak perlu BMM: Berpikir-Memilih-Mengambil keputusan--> mandiri dan bertanggung jawab.
🚗Jangan bicara tergesa gesa. Gunakan kalimat pendek, tidak lebih dari 15 kata. Saat anak berbuat kesalahan, ajak anak bicara berdua saja, tutup aibnya bahkan dari saudaranya. Bicara pada saat suasana hati anak senang.

Biarkan emosi anak mengalir dulu, terima, baru ajak diskusi. Gunakan banyak kalimat tanya. Misal: kalau kamu marah apa harus seperti itu? Dst giring anak sampai bisa sadar diri (tapi bukan interogasi apalagi intimidasi)

🚗 Sampaikan ‘pesan saya’. Saya merasa .... kalau kamu .... karena....misalnya, Mama merasa marah besar kalau kamu pulang terlambat karena mama khawatir. Dengan pesan saya, anak tidak merasa disalahkan atau dilabel.

Semakin banyak dan ‘dalam’ keterlibatan anak dan orangtua, semakin mudah orangtua masuk ke dunia anak. Inilah pintu untuk menanamkan nilai kebaikan pada anak.

Bukan dengan nasihat dan ceramah panjang lebar ketika anak bermasalah.

Maka, biasakanlah setiap hari terlibat bersama anak.

 Bermain bersamanya, mendengarkan penuturannya, bercerita menjelang tidur, mengajak anak masak, dan banyak lagi peluang terlibat bersama anak sejak bangun pagi hingga tidur lagi di malam hari.

 Kita yang harus jeli menangkap peluangnya.

🕋Terakhir dan terpenting, kita membutuhkan PERTOLONGAN ALLAH.

Setelah segala daya dan upaya untuk mendidik anak, pasrahkan semua kepadaNya. Allah-lah Sang Maha Penjaga, Pembolak balik Hati, Pengasih dan Penyayang.

Sehebat apapun usaha kita mendidik anak, Allah-lah yang memiliki jiwa mereka. Kita hanya dititipkanNya sementara.

 Tugas kita adalah menjaga titipan tersebut dengan sebaik-baiknya. Agar kelak ia kembali kepada Allah dalam keadaan fitrah, seperti saat kita melahirkannya.

Disela-sela tugas itu, bolehlah kita berharap sepenuh jiwa, semoga Allah berkenan mempertemukan kembali kita dengan anak anak tercinta di surgaNya. Aamiin.
Wallahua’lam bish shawab, kebenaran dari Allah, kesalahan dari saya pribadi.

Referensi:
Seminar Komunikasi Efektif Bu Elly Risman, https://jejakyundafitrian.blogspot.co.id/search?q=elly
Buku Fitrah Based Education, Harry Santosa
Buku Senyaring Tawa Ananda, Yeti Widiati
Program Sekolah Pengasuhan Anak, Ihsan Baihaqi

‬: Nama : mia
Angkatan : 2011
Pertanyaan :
- jika orang tua sudah berpisah semenjak lahir, bagaimana cara mendidik generasi alpha seorang diri atau single parent?

‬: Luar biasa tulisannya teh, jd menyadarkan diri ini, kebetulan saya sbg anak pertama dn wali kls di SMP dn TPA jd hrs bner2 bljr...
[11/10 21.07] Yunda Fitrian: Kalau merujuk pd Alquran, Allah menghadirkan sosok Maryam binti Imran sbg single parent.

Begitu pula dalam sirah Rasulullah dimana ayah beliau telah wafat.

Kembali ke artikel tadi, single parent bukanlah penghalang utk mendidik dg baik.

Siapkan stok maskulin/ feminin dari sosok terdekat seperti kakek/nenek, paman/bibi, guru dst.

Tentu usaha sbg single parent akan lebih ekstra krn energi yg seharusnya dari 2 pihak harus dipenuhi satu pihak saja.

Tapi Allah dg Maha ilmuNya telah mencontohkan bahwa single parent bisa SAMA SUKSESnya dengan complete parent💪🏻💪🏻

 Ini mbaa yunda iip tangsel. Wah, ketemu di sini lagi kita mbaa😘
[11/10 21.08] Yunda Fitrian: Alhamdulillah, pada dasarnya kita semua adl orangtua, baik sudah pny anak atau belum.

Karena di sekeliling kita banyak anak2, yg selama seaqidah, adalah sesama Muslim yg berhak mendapat kebaikan dari kita

 Teh, boleh saya jg tnya masih seputar pertanyaan mia?
[11/10 21.09] Yunda Fitrian: MasyaaAllah..mba mira untirta?
Salaman dulu ah🙏🏻☺😽
[11/10 21.10] Yunda Fitrian: Silakan..yg lain juga boleh tanya, di luar tema juga gpp selama dlm bidang yg saya pelajari (seputar psikologi)

Ada kasusnya ketika ibu janda ini hrs bekerja terkadang plg mlm,berjualan, sdgkn anaknya kls 6 sd sibuk dg gadget, saya sbg tetangga khawatir, bgmn cara mengatasinya. Mila angkatan 2009.


[11/10 21.15] Yunda Fitrian: Alhamdulillah kalau mba mila terusik tandanya peduli.

Dari peduli insyaallah bisa berbuat sesuatu, dan sangat mungkin memang ada maksud kenapa Allah tunjukkan anak dan ibu ini ke mba mila.

Kira kira mana yg lebih memungkinkan buat mba mila: mendekati anaknya atau ibunya?

Kalau saya lihat, anak lebih berpeluang kita rangkul.

Mungkin mba mila bisa pedekate anter makanan saat ibunya blm pulang, pinjemin buku komik yg aman utk anak, dst.

Kalau saya d rumah buka taman baca dan main. Walaupun belum banyak yg datang, alhamdulillah bisa mulai masuk ke anak2 terdekat d rumah.

Semangat mba mila💪🏻💪🏻
[11/10 21.16] Yunda Fitrian: Oh iya bisa juga tny medsos nya trus temenan.deh

Nama : Muyas
Angkatan : 2013
Pertanyaan : Kalau kita posisinya sebagai anak, terus kita ngalamin dampak dari 'salah asuh' itu. Misalnya kayak yang di sebutin di atas, kurang PD dll. Apa yang harus kita lakuin?
Jazaakillah jawabannya mbak
[11/10 21.21] Yunda Fitrian: Nah ini tema innerchild lagi😊

Memang kalau kita belajar parenting, 'efek samping'nya adl jadi tau dampak pola asuh salah yg sempat kita terima.

Kalau sudah terlanjur terjadi, pertama TERIMA. Artinya, lapangkan hati bahwa memang ada yg harus diperbaiki dari diri kita.

Maafkan orangtua kita supaya kita tid terus terusan merasa sbg korban.

Mulai berdamai dg diri sendiri dan masa lalu.

Fokus memperbaiki diri di masa depan.

Banyak belajar, memperluas pergaulan dan wawasan. Mencoba hal2 baru yg seru versi kita, apresiasi diri sendiri.

Tentunya terus berdoa mohon petunjuk Allah agar bisa terus memperbaiki diri, tanpa harus kehilangan jati diri💪🏻💪🏻

Mba, ada titipan pertanyaan dr ukh dea. Angkatan 2010. teh, aku ga ngisi presensi kelupaan😂 kalau boleh nanya perihal yg lain, gimana caranya biar ga overthink? perempuan sepertinya gampang bgt overthink. terus seorang introvert itu banyak banget perkataan yg keluar tapi hanya dalam fikirannya, kok jadi merasa itu lama2 kurang baik ya. jd kaya emosinya ga ngalir. sebaiknya gimana ya teh biar banyak pikiran itu tp jauhnya positif?😂
[11/10 21.29] Yunda Fitrian: Overthink di sini kalau dikaitkan dg khas perempuan berarti masuknya ke ranah emosi ya.

Karena perempuan dominan di otak emosinya.

Apalagi jika ybs juga introvert, saya bgt ini mah😅

Fokus sama keuntungannya dan dibikin positif aja.

Alirkan overthink atau lintasan pikiran yg numpuknya dalam bentuk tulisan refleksi buat konsumsi pribadi.

Kalo bahasa jadulnya NULIS DIARY😆

Bisa juga dg relaksasi dalam solat, zikir doa, memandangi langit atau tumbuhan..kalo saya suka bgt liat daun2 d pohon buat meredakan overthink tadi.

Sama baca terjemahan Alquran, suka dapet aja yg pas.

Semoga bisa disesuaikan dg gaya khasnya dea💪🏻💪🏻

Karena diperbolehkan untuk bertanya saya mau bertanya mba yunda ttg innerchild. Dalam pembahasan mengenai innerchild ada istilah ego state, contoh dr ego state itu apa ya mba?
Dan saya sendiri masih berusaha untuk berdamai dengan masa lalu, karena ada beberapa didikan masa lalu yang terlalu keras dr orangtua dan saya ga mau melakukan hal tsb kepda anak saya. Adakah tips untuk mendamaikan agar didikan yang keras tsb tdk terulang kembali pada anak saya

masya Alloh teh Yunda, nuhun pisan, selama ini hobby nulis sih meski hanya nulis caption😂 hobi stargazigan juga. ga ngeh kalau itu ternyata itu bisa jadi relaksasi ya. jzakillah khoyr teh Yunda🙏🏻💞
[11/10 21.33] Yunda Fitrian: Ayo mba adminah kapan bikin kulwap innerchild biar bahas tuntas yuk😊

Egostate berbagai kondisi kejiwaan kita mba. Bisa dalam kondisi spt orangtua yg mendukung anak, yg mengkritik, dst buka lagi resumenya ya mba😊

Tapi intinya yg sudah kita alami itu sudah terlanjur ada dalam SKEMA/ pilihan perilaku kita.

Kalau kepepet, otomatis yg keluar skema itu.

Biar ga terulang, kita harus memperkuat SKEMA BARU.

Caranya selain belajar, punya role model  dan terus berlatih.

Semangat mba mira..boleh kapan2 kita diskusi lagi krn bisa panjang ini spesifiknya💪🏻💪🏻
[11/10 21.34] Yunda Fitrian: Singkatnya, sosok kanak2 yg ada dalam tubuh dewasa kita..perlu kulwap khusus kalo mau bahas tuntas ini🙏🏻😊

Overthink bahasa gaulnya baper😅

Teh, menurut tth anak generasi alpha ini kecenderungnya pd apa? Dan qt sbg pendidik hrs bgmn?

Perihal tentang interaksi keseharian aja teh, atau boleh juga pingin belajar mengenal gelaja2 seperti _bipolar disorder_ dll, teh
[11/10 21.40] Yunda Fitrian: Psikologi pernikahan ada buku Yakin Dia Jodohmu?

#ngiklan
#comingsoon😍
[11/10 21.40] Yunda Fitrian: Digital.
Harus melek gadget dan dumay


: Usia brp anak boleh menggunakan gadget?

Apakah ada waktu khusus diperbolehkan pegang hp n main sosmed,misal seminggu sekali, atw bgmn yg baiknya th?
 Tinggal 13 menit lg ya ukhty, klw ada pertanyaan silakan segera dikirim, sebentar lg kulwap mw ditutup...
[11/10 21.50] Yunda Fitrian: Kalau sekadar lihat video yg mendidik selama beberapa menit dlm sehari, usia 4 tahun menurutku boleh aja.
Tapi ortu harus tegas. Jangan sampe bbrp menit jadi lebih dr 30 menit tiap hari. Lama2 bisa nyandu juga😅

Anak3ku juga udah mulai kenal yutup sih dr setaunan, tapi ya..itu, sehari paling sekali dan videonya paling lama 5 menit
[11/10 21.50] Yunda Fitrian: Kalo aku prefer punya hp dan punya sosmed setelah SMP
[11/10 21.51] Yunda Fitrian: Dg syarat, ortu boleh cek kapanpun

: Aku nau tanya teh, bener gak sih anak2 yang keseringan nonton video jadi telat ngomong?
[11/10 21.57] Yunda Fitrian: Telat ngomong faktornya banyak.

Kalau dihubungkan dg keseringan nonton mungkin logikanya begini:

Anak sering nonton--> kurang stimulus dari ortu/lingkungan utk bicara, krn aktivitas nonton kan searah.

Tapi kalau nonton sesuai porsi, misal 30 menit aja sehari, terus diajak ngobrol ttg apa yg ditonton, malah bisa jadi terstimulus utk belajar bicara lebih banyak
[11/10 22.00] Yunda Fitrian: Setahun lebih mestinya mulai bisa ikuti beberapa kata mba.

Coba sering dibacain cerita dan diajak ngobrol.

Telat bicara biasanya kalau di atas 2 thn blm ada kata yg bermakna
[11/10 22.02] Yunda Fitrian: Alhamdulillah, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika ada kekurangan.

Mari terus belajar, berdoa, dan memperbaiki diri agar kelak Allah ridho dg amanah yg Dia embankan pd kita d muka bumi.

Dimanapun, kapanpun, jadilah orangtua pembelajar bagi generasi masa depan.

Jazakillahkhair🙏🏻🙏🏻

Resume Kulwap Sibling Rivalry (Grup Muslimah Untirta)

[14/9 21.11] Yunda Fitrian: TAMU TAK DIUNDANG

Apa yang kita rasakan jika rumah yang semula nyaman kedatangan tamu tak diundang? Orang asing ini datang lantas tiba-tiba saja merebut simpati semua penghuni rumah.

Tak sampai di situ, sang tamu ternyata ditetapkan oleh pemilik rumah menjadi anggota keluarga baru yang memiliki hak-hak istimewa. Tidak boleh diganggu, bebas berbuat apa saja. Anggota keluarga lain harus mengalah bahkan kini diminta sigap melayani kebutuhan sang tamu.

Perasaan apa yang kira-kira muncul saat peristiwa itu terjadi?

Tentu jengkel, heran, kecewa, dan marah terhadap sosok tamu dan pemilik rumah bukan?

Ilustrasi di atas adalah gambaran dari keadaan seorang anak manakala memiliki adik baru. Sosok bayi lucu menggemaskan yang tiba-tiba merebut semua perhatian. Anggota keluarga baru yang bebas kesalahan, selalu dituruti keinginannya, dan menjadi yang paling diutamakan.

Sekarang bandingkan dengan kejadian berikut:

Di rumah yang aman dan nyaman, pemilik rumah bercerita bahwa mereka akan kedatangan tamu. Sang tamu kelak akan menjadi anggota baru dalam keluarga di rumah itu.

Pemilik rumah sebelumnya telah sering bercerita bahwa tamu ini adalah orang yang sangat menyenangkan namun perlu bantuan. Kondisi fisiknya lemah dan tak berdaya, sehingga pemilik rumah dan semua anggota keluarga perlu memberinya perhatian.

Sekalipun calon penghuni baru ini akan banyak memerlukan perhatian dan bantuan, pemilik rumah berjanji ia tidak akan mengabaikan anggota keluarga lainnya.

Terasakah perbedaannya?

Nah, ilustrasi kedua tadi adalah gambaran dari proses menyambut anggota keluarga (adik) baru yang dapat meminimalisir sibling rivalry.

Bagaimana kalau si kakak masih terlalu kecil, apakah bisa diberi pengertian seperti di atas? Jawabannya SANGAT BISA. Ada banyak cara untuk memahamkan anak bahwa ia memiliki JAMINAN KASIH SAYANG meskipun memiliki adik baru.

Jangan anggap remeh kecemburuan kakak pada adik, atau sebaliknya. Sebab Alquran pun telah memaparkan kriminalitas pertama di muka bumi ini dilatarbelakangi oleh perseteruan kakak beradik: Habil dan Qabil.

Kita juga menjumpai perseteruan senada dalam keluarga Nabi Ya’kub As. Ketika Yusuf dibuang ke sumur oleh 11 orang kakaknya karena kedengkian mereka. Dalam pandangan mereka, sang ayah pilih kasih karena telihat sangat menyayangi yusuf dibandingkan anak-anak yang lain.

Dalam ilmu psikologi, kecemburuan antara saudara kandung ini diistilahkan dengan sibling rivalry. Seandainya kita berusaha menempatkan diri pada posisi seorang anak yang baru memiliki adik, niscaya kita paham mengapa bisa terjadi sibling rivalry.

Kisah tragis seputar sibling rivalry masih berlanjut hingga hari ini. Saya terhenyak ketika mesin pencarian menampilkan hasil 136 ribu berita dengan kata kunci ‘kasus pembunuhan saudara kandung’.



Pengertian Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara sekandung, atau yang diposisikan sebagai saudara sekandung dalam satu keluarga.

👶🏻Penyebab Sibling rivalry

Sibling rivalry muncul karena berbagai faktor seperti:

💐 Anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru.
Tahap perkembangan anak yang menjadi kakak masih dalam fase egosentris (0-7 tahun) sehingga sangat sulit memahami sudut pandang lain tentang kehadiran anggota keluarga baru. Anak yang berada di atas usia 7 tahun pun jika tidak dipahamkan dengan baik, berpotensi memunculkan sibling rivalry yang tinggi.

💐Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan dengan saudara mereka.

💐 Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota keluarga terutama waktu khusus dengan sang kakak.

💐  Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.

💐  Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi diantara mereka.

 Saat kakak selalu harus mengalah dan disalahkan, saat itulah orang tua sedang menanam benih sibling rivalry.

 Benih kecemburuan tumbuh subur manakala tidak ada keadilan.



👶🏻Sisi Positif Sibling rivalry

Sisi positif sibling rivalry tidak akan muncul jika orang tua sebagai pemilik otoritas di keluarga tidak memahamkan dengan baik tentang kehadiran anggota keluarga baru.

Memahamkan anak tentang kehadiran anggota keluarga baru dapat dilakukan dengan cara yang sesuai tahap perkembangan anak.

Misalnya untuk anak usia 1-7 tahun dengan cerita dan imajinasi positif tentang anggota keluarga baru.

 Usia di atas 7 tahun dapat diberi pemahaman dengan bahasa yang lebih logis dan konkret bahwa mereka akan tetap disayang dan menjadi perhatian orang tua meski ada anggota keluarga baru.

 Ketika adik bayi lahir, beri selamat dan hadiah bagi kakak agar ia merasa dihargai.

Sisi positif sibling rivalry antara lain:

🏆 Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan beberapa keterampilan penting seperti toleransi, mengelola emosi, empati.

🏆 Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif ketika kemauan diri sendiri harus tertunda.



👶🏻Mengatasi Sibling rivalry

Jika muncul indikasi sibling rivalry seperti perilaku kakak yang caper, lebih sering menangis atau marah, lebih sulit diatur, sering menjadikan adik sebagai objek eksplorasi ke arah negatif (baca: adik dijahilin), sebaiknya orang tua bercermin apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Apakah ada pemahaman yang belum tersampaikan, atau ada sebab-sebab lain yang sudah disampaikan di atas.

Setelah bercermin, orang tua dapat mencoba berbagai tips berikut:

🍰  Tidak membandingkan anak. Bahkan kita sendiri kesal jika selalu dibandingkan dengan orang lain bukan?

🍰 Fokus pada kebaikan dan keberhasilan anak serta mengapresiasi sekecil apapun usahanya.

🍰  Menciptakan momen-momen kerjasama sehingga anak merasa dihargai, dibutuhkan, dan mendapat pengakuan.

🍰  Memberikan perhatian dan waktu khusus pada sang kakak.

🍰 Selalu bersikap adil manakala terjadi konflik antar kakak beradik. Dengarkan kronologis versi masing-masing anak, lalu minta keduanya mengungkapkan perasaan. Ajak mencari solusi bersama.

🍰  Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan bagi semua orang.

🍰  Orang tua tidak perlu langsung turun tangan ketika ada konflik, kecuali saat sudah muncul tanda-tanda akan terjadi kekerasan fisik, verbal, maupun psikologis.

🍰  Contoh langsung dari orang tua dalam perilaku sehari-hari adalah cara terbaik untuk mengatasi sibling rivalry.

Referensi

www.lusa.web.id/sibling-rivalry/

Widiati, Yeti. Sebening Air Perigi Ananda. Paradigma Publishing.

Penanya: yanti
Angkatan: 2013
Pertanyaan: saya alhamdulillah guru tk, kasus seperti rival sibling ini sangat berimbas di sekola. Seperti anak sangat cari perhatian dengan org2 sekolah, contoh jail ama teman, cengeng, suka pundung intinya mereka cari perhatian yang mengganggu lingkungan sosial..
Tindakan apa yang sesuai untuk anak dan orang tuanya?
[14/9 21.24] Yunda Fitrian: Sambil menunggu pertanyaan, saya sharing juga ya d rumah saya.


Setelah positif hamil ke 2 dan 3 sudah jauh2 hari saya dan suami sosialisasi ke kakak2 ttg serunya punya adik.

Juga memperbanyak peluk cium ke kakak2 setelah adik lahir, kasih kado dan selamat
[14/9 21.28] Yunda Fitrian: Subhanallah, seru ya mba jadi guru tk👶🏻👧🏻

Utk anak: ajak bicara lebih sering, beri perhatian lebih banyak. Dengarkan cerita2nya, keluhannya.

Kalau sudah menjurus ke cerita ttg adik, mulai tanamkan bahwa adik bayi itu nanti bisa jadi teman main yg seru sekali, dia juga lucu lho.

Ke ortu: beri pemahaman ttg 'beratnya' berada d posisi anak, sarankan utk meluangkan waktu hanya berdua dg si kakak, lebih banyak dipuji, dipeluk dan disugesti positif
[14/9 21.31] Yunda Fitrian: Oia, ketika ada anak caper d kelas, alihkan capernya dg memberi kesempatan utk tampil/ membantu guru.

Jika capernya tdk terlalu mengganggu, ABAIKAN. Krn dg kita selalu respon, tujuan capernya tercapai dan jadi ketagihan mengulangi perbuatan capernya


 Penanya : Rasminah
Angkatan : 2006
Pertanyaan : saya ibu dr 3 orang anak, anak pertama saya berusia 8 th, ke 2
3 th 9 bln, ke 3, 2 th 3 bln.
Anak pertama saya ini sulit sekali mengalah kpd adik2 nya. Apalagi masalah makanan, kadang sulit sekali berbagi dgn adik2 nya. Namun kalo dgn temannya dia suka berbagi.
Dia juga kadang sulit dinasehati.
Apa penyebab hal ini terjadi dan bagaimana saya menghadapi sifat anak saya ini?
Terimakasih 😃
[14/9 21.41] Yunda Fitrian: Subhanallah mba rasmi, tos dulu yaa kita sesama emak beranak 3 😍😍😍

Fase egosentris anak 0-7 jika belum terpuaskan bisa merambat ke usia setelahnya.

Jika sebelum 7 tahun anak sering 'dipaksa' berbagi, maka egosentrisnya bisa jadi belum terpuaskan.

Apakah si sulung mengalami perlakuan spti itu sebelum 7 th?

Kalau dg temannya mau berbagi, berarti memang kemungkinan ada rivalitas dg adik2nya.

Egosentrisnya belum terpuaskan, sama dg perilaku sulit dinasehati.

Sekarang, waktunya ayah bunda lebih banyak: Memeluk, memuji, fokus pada kebaikan si sulung.

Luangkan waktu dan beri hadiah khusus, ucapkan selamat atas kebaikan2nya.

Jika dilihat positifnya, anak mba rasmi punya potensi leadership yg tinggi👍🏻👍🏻

Penanya: dea
angkatan : 2010
pertanyaan : kalau ada yg pernah trauma merasa di banding-banding kan sejak kecil apakah akan berdampak pd pola pengasuhan anak kelak kah teh? kalau berdampak langkah tepat apa teh yg harus diambil? cleansing semenjak masih gadis apakah efektif teh? Alhamdulillah ga pernah ngalamin sibling rivalry teh, krn anak tunggal. tp sepertinya kasus sprti diatas cukup banyak😬
[14/9 22.02] Yunda Fitrian: Ini bisa bikin kulwap sendiri dea, materinya judulnya innerchild healing😬

Boleh kapan2 kalo mau dibahas tuntas.

Yg kita alami, rasakan, sejak usia dini akan menjadi skema dalam pikiran: acuan dalam merespon yg otomatis keluar dlm situasi yg mirip.

Misal, waktu kecil sbg kakak harus ngalah ke adik. Setelah punya anak 2, ketika anak rebutan, otomatis respon yg keluar adl menyuruh kaka mengalah, karena itu yg ada d skema kita.

Solusinya, buat skema baru dg  BELAJAR dan BERLATIH.

Belajar: mencari bbg ilmu ttg pengasuhan/ parenting

Berlatih: menerapkan hasil pelajaran, meniru sosok role model, menerima dan memaafkan masa lalu


Ijin bertanya ibu moderator yang terhormat,
Nama : Desy Ratnasari
Angkatan : 2012
Alamat : Cisoka
Ibu saya mau bertanya, kalau cemburu itu terjadi pada anak yang bukan bersaudara, tapi seumuran itu mengatasi nya bagaimana ya Bu. Kadang kita kurang bersyukur, sehingga kecemburuan itu pasti ada. Dan bagai mana cara mengingatkan hal tersebut kpd orang yg lebih dewasa.

Pertanyaan selanjutnya, jika anak diajari bersaing/berkompetisi , sebenarnya baik atau engga sih Bu?

Penanya: Khairunnisa
Angkatan: 2012
Pertanyaan: saya memiliki sepupu perempuan usia 7thn. Ia punya dua kakak laki-laki yang sudah kelas 1 SMP. Nah ketiga anak ini ketika saya berkunjung ke rumahnya, selalu saja ada yang diributkan. Misal berebut makanan, mainan, iseng dll.. Yang lebih sering dijailin ini adik kecilnya.. nah sayangnya kondisi mereka lebih sering tinggal bersama neneknya ketimbang dengan orangtuanya di rumah.. jadi rumah orgtua mereka dan neneknya ini berdekatan, tetapi anaknya lebih sering dan lebih mau bersama neneknya.. nah pertanyaannya, saya sebagai saudara yang melihat kondisi seperti itu ingin sekali membantu permasalahan tersebut, tetapi bagaimana tindakan saya ya bunda?
[14/9 22.07] Yunda Fitrian: Iya mba desy, maksudnya mungkin semacam iri dg keadaan teman gt ya?

Cara mengatasinya tergantung usia mba.

Usia 0-7 tahun dg imajinasi cerita2 berkaitan dg syukur nikmat. Di atas 7 tahun sudah bisa diajak berpikir logis, fokus pada apa yg sudah dimiliki drpd milik orang lain.

Kompetisi baiknya untuk anak di atas 10 tahun mba. Di bawah itu, lebih ke arah bermain bersama, jangan sampai ada perasaan gagal krn kalah.
[14/9 22.08] Yunda Fitrian: Ohiya kalaupun kompetisi di atas 10 tahun, pastikan menang atau kalah anak tetap dihargai, disayangi. Yg penting usahanya.
[14/9 22.09] Yunda Fitrian: Sekarang yg lebih perlu bagi anak adalah keterampilan berKOLABORASI mba desy👍🏻👍🏻😊
[14/9 22.12] Yunda Fitrian: Pas mba nisa ada, mba nisa bisa mempraktekkan 'keadilan' 😊

Dengarkan versi masing2, ajak berempati.

Utk yg Smp, ajak bicara personal krn mereka mungkin gengsi klo di depan adiknya. Tapi dg usia smp, harapannya mereka lebih bisa diajak berpikir logis.

Tapi kalau kondisinya lebih banyak dg nenek atau ortu yg pola asuhnya beda, mungkin akan lebih sulit diubahnya.
[14/9 22.14] Yunda Fitrian: Ada bbrp cara dea.

Tapi beneran harus sesi sendiri deh jelasinnya🙏🏻😬
[14/9 22.14] Yunda Fitrian: Tapi intinya terima, maafkan, cari hikmahnya.
Husnuzhan sama Allah
[14/9 22.16] Yunda Fitrian: Anak2 InsyaAllah masih lebih mudah diubah. Tapi kalo beda2 terus pola nya, anak jadi bingung sebenarnya perilaku yg diharapkan apa?

Nah mungkin itu yg membuat jadi butuh waktu lebih banyak utk berubah😊
[14/9 22.23] Yunda Fitrian: Alhamdulillah, senang sekali bisa berdiskusi di grup ini.

Semoga kapan2 bisa silaturahim lagi ya💐💐😊

Sebagai orangtua, atau calon orangtua, mari terus belajar utk memberikan yg terbaik bagi anak2 kita.

Sebab Allah telah memilihkan kita untuk menjaga fitrah mereka. Menjadi khalifah dan rahmat bagi semesta.

Wallahualam bish showab, yang benar dr Allah. Kesalahan dr saya pribadi.

Mohon maaf jika ada yg kurang berkenan.

Wassalamualaikum wrwb,

Salam semangat belajar,
Yunda Fitrian😊😘😘

Monday 9 October 2017

CURHAT DONG MAH...

CURHAT DONG MAH...
"Aku gak mau cerita sama mamah lagi. Soalnya aku pernah cerita, waktu aku dikatain GAJAH sama temen temen. Mamah malah KETAWA sambil bilang 'kamu sih badannya gede!’”
“Males Kak cerita sama ortu. Ujung ujungnya pasti dimarahin!”
“Sempet kesel juga sih sama mami. Masak pas cerita kalo aku gagal dapet beasiswa mami malah ketawa terus bilang 'emang enak?!’”
“Ah ngapain curhat ke papa. Yang ada aku diceramahin, jadinya papa yang curhat panjang lebar masa mudanya. Apa hubungannya sama aku?”
Begitulah jawaban yang sering saya dengar ketika bertanya pada anak anak apakah masalah yang mereka alami pernah mereka ceritakan ke orangtua.
Ternyata mereka enggan bercerita karena respon yang diterima tidak mengenakkan. Pantaskah kita sebagai orangtua mengeluh, kenapa ya anak gak mau cerita?
Sebagai orangtua, pernahkah kita membalik posisi? Seandainya kita menjadi anak yang curhat lantas direspon dengan jawaban seperti di atas?
Lagi sedih dan berharap dukungan, malah ditertawakan.
Lagi kesal dan ingin diterima perasaannya, justru semakin disalahkan.
Lantas apa yang kita rasakan?
Mungkin kita pun terlalu sering menerima respon semacam itu ketika curhat. Sehingga akhirnya respon tidak empati ini menjadi skema yang otomatis keluar saat anak atau orang lain curhat pada kita.
Terkesan sepele, tapi ketika respon ini berulang tiap kali anak curhat, tentu bisa ditebak bukan episode selanjutnya?
Anak akan mulai enggan untuk curhat. Lalu mulai mencari sosok lain yang bisa menerima curhatannya.
Lama kelamaan, tempat curhat ini menjadi kepercayaannya. Mengambil kavling orangtua di hatinya. Kavling tempat meminta fatwa, rujukan menyelesaikan masalah, dan kedekatan psikologis.
Sekarang semua itu bukan wilayah orangtua lagi. Sudah ganti menjadi wilayah sang pendengar yang baik ketika anak curhat. Alhamdulillah kalau penghuni kavling itu baik, kalau tidak?
Maka jangan heran kalau orang lain lebih didengarkan daripada orangtua. Sebab orang lain itu lebih mau mendengarkan daripada orangtua.
Ini berlaku juga dalam kehidupan pernikahan. Jika suami istri bisa saling mendengarkan kala salah satu sedang curhat, pasti rumahtangga makin kompak.
Sebagian kita mungkin memang sulit menjadi pendengar curhat yang baik.
Bisa karena memang tidak betah berlama lama mendengarkan, tidak tahu cara mendengar aktif, atau sejatinya memang terlalu sibuk dengan diri sendiri sehingga tidak sempat fokus pada perasaan sang buah hati.
Yang terakhir ini rada serem tapi terjadi. Ada sekian orangtua yang belum berdamai dengan diri sendiri. Setiap kali anak bercerita, yang dipikirkan adalah cara gampang agar curhatan si anak tidak menambah masalah bagi diri orangtua.
Jadi dicarilah jawaban jawaban singkat dan tanpa arti, atau justru berisi Instruksi panjang lebar tanpa henti. Tidak peduli apa yang dirasakan anak sebenarnya. Dan memang tidak dirasa penting oleh Sang ortu.
Orangtua model begini, semoga diberi hidayah oleh Allah. Supaya sadar anak tidak pernah minta dilahirkan. Semoga kelak dapat inspirasi untuk menyelesaikan masalah diri sendiri agar mampu membersamai buah hati dengan optimal.
Balik lagi ke curhat anak..
Kenyamanan untuk curhat ke ortu memang merupakan akumulasi pengalaman anak sejak usia dini. Semakin terbuka orangtua terhadap lontaran ide, perasaan, respon apapun dari anak, semakin terbangun TRUST dari anak pada ortu.
Karena itu, saya pribadi berusaha sekali untuk tidak menghakimi apa yang anak lontarkan secara spontan. Apalagi jika ia perlu mengumpulkan keberanian untuk menceritakannya.
Respon marah, tak peduli, bahkan sekadar kaget, bisa langsung membuat mereka menarik diri dan enggan tampil apa adanya lagi.
Lontaran sederhana ketika anak pulang sekolah dan bercerita, atau ketika ia memperlihatkan hasil karyanya, saat ia sedih, marah, kecewa karena hal yang kita anggap sepele..jangan pernah menunjukkan ekspresi meremehkan.
Sebab dunia kita beda dengan mereka. Apa yang kita anggap remeh, bisa menjadi sesuatu yang mahapenting buat anak.
Bukan berarti kita lebay dan selalu menyetujui apa yang ia ungkapkan. Kita hanya perlu BERSABAR mendengarkan. Sebelum masuk ke wilayah benar salah. Dengarkan saja dulu, tanpa memotongnya.
Sempat saya merasakan fase kesulitan menggali cerita dari si sulung. Dia seolah punya rahasia dan dengan jujur mengatakan malu kalau cerita juga takut saya marah.
Dengan berbagai bujuk rayu saya coba meyakinkannya bahwa saya tidak akan marah. Saya ibu yang akan selalu melindunginya sehingga perlu tahu apa yang ia rasa.
Si sulung termasuk anak yang berpendirian dan cukup lama saya bisa membuatnya bercerita. Alhamdulillah sampai kini saya masih berhasil meyakinkannya.
Saya terus berkaca apa yang membuat ia urung bercerita. Saya berusaha sedatar mungkin ketika si sulung sudah mempercayakan ceritanya pada saya.
Nilai benar salah hati hati sekali saya sampaikan. Setelah perasaannya saya terima dan ia lega, baru saya ajak ia berpikir bagaimana pendapatnya tentang apa yang ia ceritakan. Sikap apa yang akan memperbaiki keadaan.
Dengan strategi ini, Si sulung menjadikan saya sebagai rujukan utama jika merasa tidak nyaman secara emosi. Saat ia tantrum, biasanya saya yang sukses jadi pawangnya.
Begitulah. Beranjak dewasa anak akan mulai punya privasi. Saat kita tidak perlu lagi terlalu kepo dan memaksanya bercerita.
Sebelum saat itu tiba, mari menabung kepercayaan agar kelak ia tak sungkan minta pertimbangan kita sebagai orangtua.
Agar kelak apa yang kita tanamkan sebagai nilai dalam kehidupan, ia terima dan jadikan pegangan. Semoga.
Salam semangat belajar,
Copas from bunda yang sangat menginspirasi bunda Yunda Fitrian 😘😘😘
Kapan ya bisa ketemu lagi 😇😇😇

SAAT IBU HAMPIR MENYERAH~refleksi matrikulasi Institusi Ibu Profesional

SAAT IBU HAMPIR MENYERAH~refleksi matrikulasi Institusi Ibu Profesional
Ada masanya dimana saya merasa ingin menyerah. Ketika si sulung lamaaaa sekali merespon ajakan sholat hingga sering berakhir keluarnya nada tinggi dari mulut saya.
Atau ketika si tengah tantrum tak karuan hingga darah saya ikut menggelegak ingin membentak. Diam Nak, Ibu juga capek!!
Juga saat si kecil menangis keras minta saya gendong. Semua harus dilakukan bersamaan.
Tak lupa rumah yang di depan belakang tengah kanan kiri penuh barang yang minta dibereskan. Juga cucian piring, lantai kotor, belum ada masakan.
Belum lagi masalah a-b-c-d-z yang harus dihadapi.
Okeee...ini sudah disorientasi! Pernikahan kami punya misi. Sudah sejak hari ke-14 saya dan suami merumuskannya di kontrakan mungil kami, 8 tahun yang lalu. Tiap ulang tahun pernikahan kami selalu mengevaluasi.
Baiklah, saya harus cari inspirasi atau semua akan terus bergulir tanpa arti. Sampai mati.
Alhamdulillah Allah mempertemukan saya dengan IIP.
Selama 4 bulan ini saya belajar di kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP). Alhamdulillah, banyak sekali inspirasi yang saya dapat di sini. Tidak, saya tidak akan menyerah. Ada terlalu banyak hal yang bisa disyukuri.
Perlahan tapi pasti saya sedang menerapkan apa yang dipelajari, semampu saya.
Alhamdulillah sejak materi ke-2 saya sudah mulai betah berlama lama bahkan sengaja cari cari kesempatan main sama anak. Mengurangi drastis jawaban "sebentar ya Nak, Ibu blablabla dulu", ketika anak memanggil mengajak bermain.
Makanya berniat buat ikut sesi selanjutnya, semoga kuat
 secara tugasnya lumayan bikin mikir, perlu energi dan waktu khusus untuk mengerjakannya.
Tapi wajar banget sih, kita kan sedang belajar jadi IBU, sebuah peran baru yang tidak pernah kita pelajari di sekolah formal.
Sebuah peran yang memiliki 1001 konsekuensi. Tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi seluruh negeri.
Tidak hanya konsekuensi di dunia, bahkan terbawa hingga akhirat sana.
Dahsyatnyaaa...
Maka saya pun bertekad terus belajar menjadi ibu. Semampu yang saya bisa, belajar itu diterapkan pada perilaku sehari hari.
Di kelas matrikulasi IIP, kami mendapat 9 materi dan 9 tugas tertulis terkait materi tersebut. Alhamdulillah saya bisa menuntaskan semuanya. Jika ada yang kepo tentang apa belajarnya, silakan dateng ke blog saya jejakyundafitrian.blogspot. lengkap dari tugas 1-9, tapi cuma buat dibaca yaaa.
Materi yang saya dapatkan di IIP rasanya saya banget! Seperti gayung bersambut, saya yang terbiasa berpikir mendalam merasa mendapatkan ruang untuk semakin mengeksplorasi dan memaparkan semua pemikiran tentang peran spesifik keberadaan penciptaan diri dan hubungannya dengan semesta.
Berat memang bahasannya, idealis sekali. Tapi untuk menjadi ibu profesional, memang idealisme lah modal utamanya.
Benar sekali, berhadapan dengan realita keterbatasan diri, waktu, lingkungan terdekat, idealisme tidak bisa dipaksakan 100% sempurna.
Namun ketika sudah paham alasan kita hadir di dunia, tidak akan ada waktu yang terbuang sia sia.
Halah...ngomong apa sih mak?? Cucian belum kering, setrikaan numpuk, kulkas kosong, rumah berantakan, anak nangis, kurus pula...itu tuh diurusin!
Haha sempat sih saya juga galau melihat kenyataan hidup #eeaa. Belum lagi mikirin yang di luar rumah..Tapi hidup memang pilihan. Mau terus berjibaku dengan rutinitas yang tidak ada habisnya, atau terlibat penuh bersama anak?
Mau terus bergalau galauan atau move up menuju jihad sesungguhnya dari seorang ibu?
Yup, hidup hanya sekali. Dan tidak selesai di sini. Ada perhitungan di negeri abadi.
Semua materi berkesan dan menohok hati. Membuat saya tersadar betapa Allah begitu menyayangi saya dengan membentangkan pintu surga dari 3 perempuan yang lahir dari rahim saya.
Saatnya bersungguh sungguh untuk mensyukuri anugerahNya.
Masih panjang, masih jauh perjalanan untuk menjemput impian kami sekeluarga menunaikan amanah penciptaan dariNya.
InsyaAllah bersama Institut Ibu Profesional, langkah tegak akan terus beriringan, menggapai kemuliaan peran ibu yang sesungguhnya.
Terimakasih IIP 
Teriring doa tulus untuk Bu Septi-Pak Dodik, Mbak Hani dan semua pemateri yang sudah berbagi ilmu.
Tak lupa, teman teman seperjuangan kelas MIIPB#4, love u full...semoga kita dapat terus saling menguatkan di dunia maya maupun nyataߒᅧYunda Fitrian

#PSPA notes_sharing 2

Tiap anak terlahir dengan potensi menjadi baik (fitrah), orang tualah yang membentuknya menjadi bermasalah.
Anak terlahir dengan potensi jujur. Namun ketika ia tak sengaja menumpahkan air, orang tua melotot sambil berteriak, "siapa yang numpahin air?!"
Sehingga ia belajar, jujur mengakui kesalahan hanya akan membuatnya kena omelan.
Yang ingin anak tetap dalam fitrah jujur, mari ganti respon kita dengan berlatih:
"Airnya tumpah sayang, ayo dilap. kalau tidak dilap bisa licin nanti ada yang jatuh".
Begitu juga ketika anak membawa pulang kertas ulangan bernilai buruk. Tidak perlu disalahkan. Cukup bertanya apa yang bisa ayah ibu bantu?
Karena semua orang, makin disalahkan hanya akan makin banyak berbuat salah.
Anak lahir dengan fitrah menjadi mandiri. Namun orang tua merusak fitrah itu ketika ia belajar memasang kancing dan kesulitan, lalu berkata:
"Sini mama bantu, lama amat sih!", begitu berulang ulang ketika anak lelet memasang tali sepatu, membuka tutup tempat minum dan seterusnya.
Sehingga ia belajar, aku tidak bisa apa apa. Mama Papa lah yang punya daya.
Maka jangan salahkan anak ketika usianya mendewasa tapi jiwanya tetap kerdil dalam ketergantungan.
Yang ingin anaknya tetap dalam fitrah mandiri, mari ganti respon kita dengan menahan diri. Biarkan anak mencoba. Beri ia kesempatan karena percayalah ia pasti bisa.
Ayah bunda mari terus belajar untuk menjaga ananda tetap dalam fitrahnya. Menjadi manusia yang hatinya selalu hidup dalam kebaikan. Sebab sejak lahir ke dunia, tugas kita adalah menjaga fitrahnya. Menjadi manusia beraqidah lurus dan memakmurkan bumi dengan segala potensi kehebatannya.
(Bersambung..)

#PSPA notes_sharing

Keteladanan saja tidak cukup untuk mendidik anak.
Berapa banyak bunda bunda berhijab syari tetapi anak gadisnya berbangga dengan baju kekurangan bahan.
Berapa banyak ayah yang rajin ke masjid tapi anak lelakinya asyik main gadget di rumah saat waktunya sholat berjamaah.
Teladan saja tidak cukup. Orangtua harus punya ilmu memPENGARUHi anak.
MemPENGARUHi anak dimulai dari menyentuh hati anak sesering mungkin.Bukan dengan nasihat ketika anak bermasalah, tapi dengan menciptakan momen bersama anak sebelum anak menjadi bermasalah.
Ayah bunda, mari luangkan waktu untuk bermain dan mendengarkan ceritanya. Hanya beberapa jam saja setiap hari. Sebelum anak meminta perhatian kita dengan masalah perilakunya di masa depan.
Buat anak bahagia dilahirkan oleh kita. Bukan dengan barang barang mahal tapi minus kehadiran orang tua.
Isi jiwanya dengan kenangan manis bersama ayah bunda, setiap hari beberapa jam saja. Bukan sekadar akhir pekan bersama tapi masing masing sibuk dengan gagdet menyala.
Kalau sudah tercipta kelekatan antara anak dan orangtua, apapun yang membuat orangtua sedih akan menyedihkan hati anak. Apapun yang akan membuat ayah bunda kecewa tidak akan dilakukan anak. Sebab bagi mereka, ayah bunda lebih berharga dari siapapun di dunia.
Anak tidak akan mencari kehangatan dan pengakuan dari luar. Sebab dari dalam rumah pun kasih sayang berlimpah. Ia tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan luar, sebab ayah bunda sudah lebih dulu memPENGARUHi anak lewat kelekatan hati yang tercipta.

BALADA BIJI LENGKENG DAN BIJI SALAK

BALADA BIJI LENGKENG DAN BIJI SALAK
Biji salak dan biji lengkeng dihadirkan Allah menjadi inspirasi dari sebuah seminar yang saya ikuti awal September lalu.
Judul seminarnya sih gak ada hubungannya sama dua biji tersebut. Tapi begitulah Allah, semua ciptaanNya mengandung hikmah. Hingga sebuah konsep mendidik anak berjudul Fitrah Based Education bisa terhubung AHA Momentnya melalui dua biji tadi.
Dalam seminar tersebut dipaparkan bahwa setiap anak terlahir sudah terinstal nilai kebaikan dan potensi bakatnya yang dalam bahasa hadits disebut Rasulullah SAW dengan kata FITRAH.
Ada 8 fitrah yang dijabarkan dan terlalu panjang jika saya ceritakan di sini. Mending cari tahu sendiri yaa lebih puas, lebih asyik, dan lebih seru insyaallah.
Jadi anak tidak lahir sebagai kertas putih yang kosong. Melainkan sudah membawa FITRAH dari Allah. Itulah yang saya tangkap dari sebuah biji.
Biji salak, lengkeng, jeruk, atau apapun itu..ketika menjadi biji sama sekali tidak menunjukkan akan seperti apa buahnya kelak. Namun demikian, di dalam biji tersebut sudah tersimpan potensi buah yang akan tumbuh. Yang menentukan kelanjutan hidupnya adalah tanah dan petaninya.
Jika tertanam di tanah yang unsur haranya tinggi, airnya sesuai kebutuhan, maka ia akan tumbuh dengan baik. Bisa ber buah cepat atau sangat lambat tergantung proses yang terjadi setelahnya.
Jika ditambah dengan keberadaan petani yang memupuk sesuai porsi dan jenisnya, menjaga dari hama, merawat proses tanamnya maka bisa jadi ia tumbuh menjadi varietas unggul. Kuat dan ranum, tidak asal tumbuh.
Sebaliknya, jangankan tumbuh, biji tersebut malah akan membusuk manakala hanya teronggok begitu saja di permukaan tanah yang tidak sesuai dengan perkembangannya. Padahal sejatinya ia punya potensi untuk tumbuh dan berbuah.
Atau biji tersebut dijejalkan perlakuan istimewa tapi tak tepat dengan fitrahnya. Diletakkan dalam vas kristal dengan sejuta mutiara. Indah dipandang, tapi tak lebih dari sebutir biji yang malang.
Begitu juga anak anak kita. Ketika terlahir sebagai bayi mereka sungguh tak berdaya. Dibalik tangis kagetnya, mereka telah menyimpan sejuta potensi istimewa.
Kita tak pernah tahu akan sehebat apa mereka saat tumbuh dewasa. Syaratnya satu: kita membesarkan mereka SESUAI FITRAHNYA.
Tak ada bayi yang terlahir dengan membawa niat ingin jadi penjahat, atau orang gagal. Dan Allah tidak pernah menciptakan produk gagal. Manusialah yang gagal paham dan gagal fokus dalam mempersepsikan banyak hal.
Ibarat HP canggih dengan berbagai fitur. Jika yang memakainya tarzan di tengah hutan, jangan jangan dijadikan ulekan 
Semua anak sama sama terlahir sebagai JUARA.
Pemenang dari jutaan sel sperma yang berebutan membuahi satu sel telur. Dan sang juara ini sudah mewarisi DNA yang isinya juga beragam potensi.
Maka yang membuat anak lalu malas, mager, egepe, baper, bahkan ALAY sebetulnya siapa lagi kalau bukan ....(isi sendiri).
Balik lagi ke biji salak n biji lengkeng..dua biji itu mirip tapi beda.
Allah menciptakan biji biji itu dengan keunikan masing masing. Kebunnya boleh jadi bertetangga, disiram air yang sama, tapi apakah rasa dan bentuk mereka jadi sama?
Itulah anak kita. Sama sama di sekolah A, kok akhlaknya beda? Sama sama ortunya lulusan kampus B, kok gak sama pintarnya?
Anak kita unik, dan siapa yang Allah pilih jadi orangtuanya?
Allah mempercayakan kita sebagai orangtua dari anak anak kita. Adakah kita jaga titipnNya dengan penuh syukur?
Adakah kita sudi merendahkan hati untuk terus belajar demi memberikan terbaik untuk mereka?
Agar kelak apa yang sudah Allah instalkan, bisa teraplikasi dengan optimal.
Begitulah. Allah menciptakan makhluk dengan fitrahnya. Lantas dibekaliNya fitrah makhluk dengan manualnya.
Dalam bahasa agama, manual itu disebut bimbingan wahyu. Dengan mengikutimya, manusia dapat menemukan cahaya. Yang menjaganya dalam terang, membuatnya tetap tenang.
Manusia yang hidup tanpa manual dariNya, mungkin bisa tetap bertahan dan berbahagia. Tetapi tidak akan sama kisah akhirnya di alam sana. Bagian ini, hanya bagi mereka yang percaya.
Salam semangat belajar, yunda fitrian.
Info gak penting: biji salak n biji lengkeng sebagai model didapatkan dari belakang rumah, tempat anak anak biasa buang biji buah abis dimakan.

DIBALIK ROTI GOSONG

DIBALIK ROTI GOSONG
Pagi itu suami saya terkejut bukan main melihat hasil karya saya di meja makan.
.“Ya Allah ini roti bakarnya gosong??” Ujarnya dengan pertanyaan yang tidak butuh jawaban, melainkan mencari pengakuan.
Ia takjub melihat bagian belakang roti bakar yang terhidang hampir seperti arang. Saya meletakkan di piring saji dengan bagian mulus tanpa gosong di atas sehingga gosong parahnya tidak terlihat.
“Iya maaf gosong gara gara lihat HP tadi, hehe. Fokus sama sebelahnya aja yang gak gosong. Masih bisa dimakan. Mubazir kalau dibuang,” jawab saya ringan. Berusaha ngeles. Maklum istri pengusaha bimbel #apahubungannya.
Suami saya cuma nyengir getir. Sudah biasa dengan alibi saya yang merupakan gabungan antara optimis, realistis dan males.
Maka roti gosong saya pun ludes. Tersisa sisi gosongnya saja yang siap masuk tong sampah.
Episode roti gosong ini mengantarkan saya pada renungan penting dalam dunia pernikahan. Ini tentang FOKUS kita dalam memandang pasangan.
Segala sesuatu tergantung bagaimana kita melihatnya.
Seperti roti yang gosong sebelah tadi. Jika kita fokus pada bagian hitamnya, kita tidak akan menemukan sisi matang sempurnanya di bagian lain.
Begitu juga dalam pernikahan. Setelah pesta selesai, panjangnya waktu yang dilalui bersama menghapus riasan pengantin kita.
Memperlihatkan wajah yang sebenarnya. Dimana jerawat, komedo, dan berbagai kulit kusam tampil apa adanya.
Saat jarak tak lagi memisahkan, kita mulai bertemu versi asli pasangan.
Lelaki yang dulu perhatian saat belum resmi jadian, sekarang cuek sama istri dan lebih fokus sama tv. Perempuan yang dulu terlihat tenang dari luar, ternyata panikan dan ambekan.
Lalu kita mau fokus kemana?
Pada kenyataan bahwa pasangan punya kekurangan, atau mengubah sudut pandang sekian derajat untuk memergoki sisi baiknya yang lain?
Kita mau meratapi sisi ZONK dari pasangan, atau balik arah dan menemukan ternyata masih ada sisi baik yang berimbang?
Jika kita fokus pada gosongnya sebelah roti bakar hingga membuang SELURUHnya ke tong sampah, kita tidak akan sempat menikmati sisi matang sempurnanya.
Jika kita fokus melarutkan diri dalam rasa kecewa melihat kekurangan pasangan, kita tidak akan sempat BERSYUKUR telah diberi kesempatan untuk merasakan kehidupan pernikahan.
Maka sebelum menikah, sadari bahwa kelak kita akan menerima sisi tergelap pasangan kita. Bukan lari darinya. Kecuali sisi gelap itu nyata nyata membahayakan jiwa dan raga kita.
Menikah adalah pilihan. Nikmati episode indahnya, terima episode mendungnya. Agar kelak kita sempat melihat pesona pelangi setelah hujan reda.