berbagi inspirasi : October 2018

Monday 29 October 2018

Belajar Di Kampus Luar Negeri dari Layar Gawai


Tak terasa kelas Bunda Sayang sudah memasuki materi terakhir. Kali ini temanya adalah keluarga multimedia. Tugas kami adalah menceritakan aplikasi atau situs yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas keluarga. Jelas ya, memang sudah saatnya kita melek teknologi untuk mengoptimalkan pengasuhan generasi milenial.

Hari pertama tantangan ini saya ingin berbagi tentang situs futurelearn. Pertama kali saya mengenal situs ini tahun 2014 dan langsung jatuh cinta. Bagaimana tidak, di situs ini cita-cita belajar ke luar negeri menjadi nyata.

Futurelearn adalah sebuah situs belajar online yang dipandu oleh berbagai universitas ternama di luar negeri, mayoritas yang berada di negara Eropa. Temanya yang disajikan beragam, mulai dari manajemen hingga pendidikan.


Jika ada tema yang ingin kita dalami, tinggal klik join course lalu tadaaa kita menjadi mahasiswa online di kursus tersebut. Saat belajar, materi disajikan dengan tulisan dan video. Lengkap dengan running text dan pdf narasi video. Dosen-dosen yang mengajar dapat dilihat profilnya dan diajak berinteraksi di kolom komentar. Dari profilnya dapat disimpulkan para pengajar ini sudah sangat ahli di bifabidan.


Selain dengan dosen, peserta juga dapat berinteraksi dengan sesama pembelajar. Di halaman awal kursus peserta selalu diajak berkenalan dan menuliskan alasannya mengikuti kursus.


Ada tenggat waktu tertentu untuk tiap tema kursus. Keanggotaan berbayar disediakan bagi peserta kursus yang ingin dapat akses kursus tertutup meskipun kursus sudah berakhir. Selain itu mereka juga dapat memperoleh sertifikat kursus setelah lulus dengan harga di bawah peserta non berbayar. Sertifikat ini sifatnya pilihan, boleh ambil boleh tidak. Harganya dalam poundsterling dan euro.

Saya sendiri sudah mengambil sekitar 7 kursus. Alhamdulillah baru ada 1 yang hampir tuntas #tutupmuka. Padahal kalau mau serius sih pasti bisa. Ada yang sudah tinggal materi terakhir tapi belum juga saya rampungkan. Nah gimana kalo S2 beneran :D


Ini salah dua kursus yang saya ambil



Bagi yang penasaran dan mau belajar langsung, cekidot aja ke www.futurelearn.com . Berfaedah banget deh :D

#tantangan hari 1
#keluarga multimedia



Friday 12 October 2018

Teman yang Buruk

Catatan Mentoring Parenting bersama Bu Yeti Widiati, 1 Oktober 2018

Ditulis oleh Yunda Fitrian

*Bad Companion (Teman yang Buruk)*

*Karakter moral pada anak terbentuk usia 12 tahun. Pengaruh buruk dari teman secara umum *tidak dapat* mengubah karakter yang sudah terbentuk di rumah. Anak bereksperimen dan mengetes dengan berbagai cara, tapi tidak mungkin mengubah secara drastis karakteristik dan standar moralnya.

*Orangtua/ pengasuh berpengaruh paling  besar karena interaksi yang intens dan sering.

*Dalam perjalanan hidup kita, mungkin kita akan mencoba berbagai nilai yang bertentangan dengan nilai yang pernah ditanamkan di keluarga. Namun jika nilai-nilai dalam keluarga ditanamkan dengan cara dan citra yang positif, suatu saat kita cenderung akan kembali pada nilai yang ditanamkan sejak dini oleh orang tua di rumah.


*Teman dan lingkungan tidak dapat mempengaruhi anak jika _interaksinya tidak intens, sangat jarang, dan anak sudah punya pegangan yang kuat terhadap nilai-nilai yang diyakini.

*Ketika seorang anak sering terlibat dalam masalah dengan anak tertentu, orang tua disarankan mengambil tindakan daripada berharap bahwa ini adalah masa anak untuk tumbuh.

*Seringkali anak sadar bahwa teman ada yang berpengaruh buruk namun tetap berhubungan karena:

1. Merasa mendapatkan perhatian istimewa dan kebersamaan. Alasan ini bisa timbul jika anak kurang kedekatan dan dukungan di rumah.

2. Kesenangan, ada kepuasan tersendiri saat bersama temannya.

3. Kesamaan minat khusus.

4. Status dan prestise. Ada anak yang berteman karena ingin ikut mendapatkan popularitas atau gengsi tertentu dari temannya.

5. Kebutuhan untuk berontak dan menunjukkan kebebasan dari orang tua. Ini bisa terjadi pada anak yang terlalu banyak dilarang.

6. Tidak percaya diri sehingga anak memilih berteman dengan seseorang yang terlihat lebih buruk atau punya kekurangan dibanding dirinya.

*Pertemanan yang buruk adalah akibat, bukan penyebab kenakalan. Ini terjadi karena kesamaan minat yang bermasalah.

*Pencegahan dapat dilakukan dengan:

1. Mengenali teman anak
Ajak dan buat teman-teman anak nyaman berada di rumah saat ada orang tua. Berkomunikasilah dengan orang tua dari teman-teman anak sehingga kita bisa tahu nilai-nilai di keluarga mereka. Dalam mengenali teman anak, pakailah cara yang halus dan bahasa yang bersahabat. Jangan terkesan kepo atau terlalu overprotektif.

2. Bertemu dengan beragam teman
Bantu anak untuk menemukan berbagai alternatif kegiatan yang memfasilitasi pertemanan.

3. Memberi penjelasan yang masuk akal dan sesuai tahap perkembangan anak saat menetapkan peraturan dalam berteman.

*Penanganan

Jika anak dekat dengan teman yang membawa pengaruh buruk, lakukan beberapa tindakan berikut:

1. Sampaikan kritik yang bijak dengan cara baik-baik. Gunakan kalimat tidak langsung, misalnya:

_Sepertinya kamu kalau bareng dia jadi dapat masalah. Menurut kamu gimana?_

Ini lebih tepat daripada langsung menyerang, melabel, dan melarang pertemanan tanpa si anak sadar alasan logisnya.

2. Mendukung keunikan anak.

Temukan potensi anak, bantu ia memperluas hubungan dengan teman lain baik yang memiliki potensi sama maupun berbeda. Bergabung dengan komunitas atau organisasi juga sangat baik bagi perkembangan sosialisasi anak.

3. Menggali kebutuhan.

Tentukan apa kebutuhan anak yang terpenuhi dari teman. Apakah kesenangan, prestise, petualangan, kepedulian, atau kepemilikan. Cari aktivitas pengganti yang sepadan dengan kebutuhan ini.

4. Percaya pada anak.

Ini adalah proses yang panjang dan tidak selalu mudah. Jika kita sudah menanamkan, mencontohkan, dan mendampingi anak untuk memegang nilai-nilai kebaikan, yakin Allah akan menjaganya. Beri anak kepercayaan agar ia mampu menjaga diri sendiri sesuai nilai yang kita yakini.

5. Memperkuat hubungan.

Perbanyak aktivitas bersama yang menyenangkan. Lebih banyak mendengarkan anak saat ngobrol. Bangun kedekatan dengan mencari kesamaan. Jadilah seseru teman-teman.

6. Mendukung hubungan yang lain.

Ambil tindakan untuk mengurangi hubungan anak dengan teman yang buruk. Temukan dan atur situasi agar anak bertemu dengan teman yang baik.

7. Menjadwalkan konseling.

Jangan ragu mengajak anak berkonsultasi jika merasa sudah kesulitan menangani masalah anak.

8. Menyediakan struktur dan batasan.

Tetapkan jadwal sealami mungkin untuk membatasi kesempatan anak berhubungan dengan temannya yang buruk. Jadwalkan lebih banyak bepergian bersama keluarga. Orang tua harus tegas jika anak sudah memperlihatkan perilaku antisosial (kekerasan atau pelanggaran hukum lainnya).

9. Membuat jarak.

Pisahkan anak dengan teman atau lingkungan buruk tersebut jika sudah berisiko besar menjerumuskan anak dalam perilaku antisosial. Pemisahan ini sendiri hakikatnya belum menyelesaikan masalah utama yaitu lemahnya kemampuan menolak pengaruh buruk, yang harus dikuatkan kembali pada diri anak.

_Jika teman yang buruk itu ada, pertanyaannya, sudahkah kita membekali anak dengan kemampuan menolak pengaruh buruk dari temannya?_

Thursday 11 October 2018

Mempersiapkan Si Sulung Memasuki Masa Pra Baligh


Seusai pertemuan Bunsay bulan ini, saya kembali tersadar bahwa Si Sulung sudah beranjak memasuki masa pra baligh. Usianya 8 tahun. Jika masa baligh perempuan bisa dimulai usia 9 tahun, artinya waktu untuk mempersiapkan Si Sulung sudah sangat mepet.

Saya pun berdiskusi dengan suami tentang Si Sulung. Terutama aqidah, akhlak, dan ibadahnya. Kami merasa masih banyak sekali PR yang harus dituntaskan. Sepertinya kami belum optimal memenuhi hak Si Sulung untuk dibina dengan baik.


Kami lalu membuat semacam evaluasi dan rencana persiapan pra baligh untuk Si Sulung. Kami mulai mendata kelebihan dan kekurangan Si Sulung dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak.

Selain merumuskan program di rumah, kami juga menemui wali kelas Si Sulung di sekolah. Kami meyakini nilai yang kami tanamkan di rumah teruji betul dalam interaksi Si Sulung di sekolah. Kami ingin tahu seperti apa anak kami saat berada jauh dari pandangan orangtuanya.

Setelah data terkumpul, kami pun merumuskan beberapa skala prioritas terhadap Si Sulung, diantaranya:

1. Memperbanyak interaksi dengan ayah dan ibu agar Si Sulung tetap nyaman untuk terbuka dan bertanya apa saja

2. Memperbaiki rutinitas sholat subuh (bangun masih kesiangan)

3. Menguatkan kembali kebiasaan baik untuk mengaji dan menghafal di rumah

4. Mengkhususkan waktu personal untuk bicara tentang persiapan masa baligh, terutama perihal menjaga aurat dan akhlak

Semoga kami dapat memberikan yang terbaik untuk mempersiapkan Si Sulung memasuki masa baligh nya..aamiin.

#ibuprofesional
#bunsay
#level11

Konsep Gender dalam Islam (2)


Mempelajari fitrah seksualitas membuat saya mencermati kembali konsep gender dalam Islam. Salah satunya melalui riwayat berikut ini, yang saya ambil dari muslimah.or.id:

Asma’ radhiallahu ‘anha adalah termasuk shahabiyah Anshar yang pertama masuk Islam, keilmuannya sangat luas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr bahwa Asma’ adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus agamanya.
Asma’ ikut aktif mendengar hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sering bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia paham urusan agama. Oleh karena itu, ia menjadi ahli hadits yang mulia, sehingga mendapat julukan “juru bicara wanita”.
Asma’ dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku.

Sesungguhnya Allah mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepada Anda dan membai’at Anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum laki-laki dan kami adalah tempat menyalurkan syahwatnya. Kamilah yang mengandung anak-anak mereka.
Akan tetapi kaum laki-laki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat Jum’at, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka dan mendidik anak-anak mereka. Maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agama yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”
Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya, Rasulullah!”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita yang berada di belakangmu, bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukkannya untuk senantiasa mentaati suami, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.”

Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim)
Bagi saya, riwayat ini menjelaskan konsep gender dalam Islam, sesuai kondisi zaman pada saat itu. Asma' mempertanyakan apakah ada kesetaraan ganjaran bagi kaum perempuan atas perannya yang dominan berada di rumah saja.
Rasulullah Shalallahu alayhi wasallam menunjukkan apresiasi terhadap pertanyaan Asma' dengan bertanya pada jamaah yang sedang menyimak majelis tersebut: Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agama yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?


Selanjutnya Rasulullah menyampaikan jawaban yang membuat Asma' bertahlil dan bertakbir tanda setuju serta puas hati. Rasulullah menyebutkan bahwa pahala bagi seorang istri yang bersungguh-sungguh menyenangkan suaminya hingga ridho padanya adalah sebanding dengan besarnya pahala suami yang berjihad di jalan Allah.


Dalam hadits ini tersirat sebuah pesan bahwa peran yang dijalani istri di rumah bukanlah peran yang remeh. Justru peran tersebut adalah peran penting karena dapat menentukan keberhasilan seorang suami di medan amal ketika keluar dari rumah.
Maka Allah tidak menyepelekan ganjaran untuk peran tersebut, melainkan memberikan pahala yang sebanding dengan besarnya pahala suami yang berjihad di luar rumah.

Inilah konsep gender dalam Islam. Lelaki sebagai penanggung jawab dunia akhirat sebuah keluarga, penopang nafkah lahir batin, pejuang yang berlaga langsung berhadapan dengan dunia luar.
Sementara perempuan sebagai pengelola rumah tangga, madrasah bagi anak-anaknya, tokoh di belakang layar yang memberikan dukungan penuh lahir batin bagi kesuksesan semua anggota keluarga.

Lelaki dan perempuan diciptakan Allah dengan peran unik yang sama mulianya. Peran dengan konsekuensi masing-masing yang sama-sama berpeluang untuk menggiring pelakunya ke pintu surga. Setara kesempatannya untuk sama-sama meraih ridho Allah Sang Pencipta.
Semoga Allah mengizinkan anak-anak kita ridho dan mampu menjalankan peran sesuai fitrah penciptaan mereka. Aamiin.

#bunsay
#ibuprofesional
#level11

Wednesday 10 October 2018

Anak Shalihah Menuju Ibu Shalihah


Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam bersabda; "Ada tiga hak anak yang harus ditunaikan oleh orang tuanya: 1. Dipilihkan ibu yang shalihah, 2. Diberi nama yang baik, 3. Diajarkan kepadanya Al Qur'an".

Bicara fitrah seksualitas perempuan berarti menyiapkan mereka menjadi sebaik-baik pendidik dalam keluarga. Sebab peran utama seorang perempuan adalah menjadi madrasah bagi anak-anaknya. Tentu tanpa mengesampingkan peran ayah sebagai kepala sekolah, penanggung jawab utama dalam keluarga.

Saya mengutip pernyataan Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid dalam bukunya Cara Nabi Mendidik Anak:

Keberadaan seorang ibu shalihah sangat diperlukan. Seorang ayah yang shalih tidak akan mampu sendirian mengamankan bentengnya. Keduanya harus bersama-sama menjaga putra putri mereka. Sejumlah kaum lelaki dikerahkan untuk membangun masyarakat Islami akan sia-sia jika tidak mengikutsertakan wanitanya. Karena merekalah para penjaga tunas masa depan (generasi).

Peran sebagai ibu adalah kemuliaan yang membuat derajat seorang perempuan tiga kali lebih utama untuk mendapatkan bakti anak, dibandingkan peran seorang ayah.

Bahkan dipilihkan calon ibu yang baik adalah hak bagi seorang anak sejak sebelum ia dilahirkan dalam sebuah keluarga. Itulah mengapa parenting dalam Islam selalu dimulai dengan bahasan pra nikah. Dan bahasan pra nikah selalu dimulai dengan memilih pasangan yang baik agamanya.

Berdasarkan berbagai referensi  yang pernah saya dengar  dan baca, saya merumuskan beberapa poin dalam mempersiapkan anak perempuan menjalankan peran ibu dengan sebaik-baiknya. Poin-poin ini juga sudah berusaha saya jalankan terus di rumah:

1. Menumbuhkan fitrah keimanan (tauhid)
Ini adalah poin utama sesuai tujuan penciptaan manusia. Seorang ibu yang baik tentulah harus mengenal Tuhannya sedini mungkin. Proses ini sudah dimulai dalam kandungan. Di usia kehamilan empat bulan, janin sudah bisa mendengar. Memperdengarkan Alquran adalah cara terbaik untuk memulai proses menumbuhkan fitrah keimanan.

2. Mengajarkan anak mengenal kekhasannya sebagai perempuan

Bisa hamil, melahirkan, menyusui adalah tiga keajaiban istimewa yang hanya dikaruniakan Allah untuk perempuan. Melalui cerita dan pengamatan langsung, anak perempuan belajar dari ibunya tentang tiga keajaiban tersebut. Jika ibu terlihat menjalani tiga hal ini dengan sukacita, anak perempuan pun akan memiliki pandangan positif tentang peran ini. Sebaliknya, jika sang ibu menjalani dengan penuh duka, keluh kesah, bahkan kemarahan, bisa jadi anak perempuan akan memandang peran ini secara negatif.

3. Memfasilitasi rasa ingin tahu dan fitrah belajar anak

Kecerdasan seorang ibu berpengaruh dominan terhadap kecerdasan anak. Jika sejak kecil anak perempuan sudah difasilitasi untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, insyaallah ia akan tumbuh menjadi ibu cerdas yang berdaya guna. Islam sangat menyadari ini sehingga mewajibkan pemeluknya baik lelaki dan perempuan, untuk menuntut ilmu.

4. Mengembangkan adab dan akhlak mulia

Sebaik-baik hamba adalah yang paling baik akhlaknya. Fitrah kebaikan sudah Allah instalkan dalam diri setiap manusia sejak lahir. Tinggal bagaimana orangtua mengaktifkan fitur tersebut.

Pada anak perempuan, adab yang utama untuk diajarkan adalah rasa malu dan kelembutan. Sebab dengan rasa malu ia akan mampu melindungi keindahan fisiknya agar tak mengundang syahwat lawan jenis. Sedangkan kelembutan adalah bekal utama untuk menjalankan peran sebagai pendidik anak-anak.

Dua adab ini tidak menghalangi anak perempuan untuk tetap tampil di depan publik sebagai sosok pemberani dan tegas. Justru akan menjadi pondasi yang kokoh agar tetap menjaga jati diri sebagai muslimah di manapun berada dan peran apapun yang sedang dijalani.

5. Memberi kesempatan anak perempuan berlatih menjalankan peran sebagai ibu

Libatkan anak sedini mungkin untuk mengurus adik dan tugas rumahtangga. Ajak anak belajar bersama untuk menjadi guru di keluarga. Bagaimana membimbing adiknya belajar makan, ganti baju, hingga membaca Alquran. Jika belum ada adik, anak dapat berlatih dengan kerabat atau teman yang lebih muda.

Selebihnya, tetaplah menjadi teman bagi anak perempuan kita. Tempat terpercaya untuk berbagi rahasia dan sosok asyik diajak seru-seruan bersama. Jangan lupa bebaskan anak menikmati masa kecilnya dengan bermain dan mengeksplorasi lingkungan seluas-luasnya, dengan tetap menjaga rambu-rambu agama.

Wallahu alam bishshawab.

#bunsay
#ibuprofesional
#tantangan10hari

Tuesday 9 October 2018

Konsep Kesetaraan dalam Islam


Tafsir QS AnNisaa: 34

"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Sebab itu, maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak menyakitkan, tidak melukai,  tidak meninggalkan bekas).

Tetapi jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh Allah Mahatinggi, Mahabesar" (QS AnNisaa: 34).

Menurut saya, inilah salah satu ayat yang menjelaskan peran gender dalam Islam. Lelaki atau suami berperan sebagai pemimpin. Kewajiban mereka adalah bertanggung jawab terhadap semua kebutuhan dan kesejahteraan dunia akhirat keluarganya. Karena besarnya tanggung jawab ini, maka lelaki disebut memiliki keutamaan dalam jiwanya dibandingkan perempuan.

Mungkin jika dianalogikan dalam sebuah kapal, ada keutamaan untuk kapten dibandingkan anak buah kapal. Keutamaan ini disebabkan tanggung jawabnya yang besar untuk memelihara keselamatan seluruh awak kapal dan memimpin perjalanan sampai ke tujuan.

Dalam keutamaan tersebut ada kewenangan yang lebih pada kapten dibandingkan anak buah kapal. Misalnya kewenangan untuk mengambil keputusan, mengatur tugas anak buah, yang semua itu harus ditaati dengan baik agar perjalanan aman terkendali.

Karena keutamaan tersebut pula, seorang kapten semestinya memiliki kapasitas yang mumpuni untuk memimpin. Inilah tanggung jawab besar bagi orang tua yang memiliki anak laki-laki.

Sementara perempuan atau istri, wajib menaati suaminya selama dalam ketaatan pada Allah, agar peran kepemimpinan itu terlaksana dengan baik. Maka perintah untuk taat pada suami itu sesungguhnya sangat wajar, tidak berlebihan atau mengekang.

Kita kembali pada analogi kapal. Bayangkan apa yang terjadi jika anak buahnya tidak menaati perintah sang kapten. Apa yang terjadi jika anak buah merasa lebih tahu dan bertindak sesuka hati tanpa seizin kapten. Perjalanan bisa terhambat bahkan mungkin membahayakan keselamatan seluruh penumpang.

Inilah tugas orang tua yang memiliki anak perempuan. Mendidik mereka agar mampu menjalankan peran sebagai istri yang sigap, taat, dan lapang hati menerima kepemimpinan suami.

Lalu bagaimana jika sang kapten ternyata tidak mumpuni dalam memimpin perjalanan? Tentu saja anak buah kapal memiliki hak untuk memberi masukan, tetapi dengan tidak melampaui kewenangan sang kapten sebagai pemimpin perjalanan.

Bagaimana jika sang kapten ternyata membahayakan keselamatan penumpang? Maka di situlah ada pintu darurat bernama perceraian. Tentu keputusan ini melalui tahapan perbaikan yang panjang sebelumnya, dan memerlukan kajian khusus dari para ahli untuk membahasnya.

Saya membaca tafsir Ibnu Katsir tentang arti surat An-nisa ayat 34. Hal yang menarik adalah penjelasan tentang nusyuz. Dalam tafsir ini nusyuz didefinisikan sebagai wanita yang merasa lebih tinggi di atas suaminya dengan meninggalkan perintahnya, berpaling dan membencinya.

Jika tanda-tanda nusyuz muncul, suami diminta untuk menasehati, memisahkan ranjang di dalam rumah atau tidak berbicara maupun bercengkrama, dan boleh memukulnya jika belum juga menunjukkan perbaikan sikap.

Kebolehan memukul ini dilakukan dengan syarat tidak melukai, tidak meninggalkan bekas sedikitpun, tidak menyakiti. Syarat ini disebutkan dalam Shahih Muslim sesuai sabda Rasulullah Shalallahu alayhi wasallam dalam haji Wada'. Hal ini yang mendasari penjelasan Ibnu Abbas dan ulama-ulama lainnya tentang kebolehan memukul.

Jika kita bayangkan, memukul yang tidak menyakiti, tidak melukai, tidak meninggalkan bekas itu tentu bukanlah sebuah bentuk kekerasan. Pemukulan seperti ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang dalam kondisi emosi tak terkendali. Pemukulan yang dilakukan membabi buta dalam keadaan emosi pasti meninggalkan bekas, menyakiti, dan melukai.

Pemukulan tanpa bekas, tanpa luka, tanpa rasa sakit, hanya dapat dilakukan oleh orang yang berada dalam kondisi emosi stabil. Penuh sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah bentuk pendidikan. Tahap akhir dari proses panjang menasihati sampai mendiamkan karena istri tak menunjukkan itikad baik sama sekali. Bukan tahap awal untuk menegur istri, apalagi intimidasi agar ditaati.

Jika setelah tahap akhir ini tidak ada perbaikan, maka pintu darurat dapat digunakan untuk menghindari kemudharatan. Perceraian sungguh dibolehkan, jika di dalamnya lebih banyak kemaslahatan bagi semua pihak. Tidak ada kekerasan yang dibenarkan hanya karena istri dianggap sudah tidak bisa taat pada suami.

Jelaslah dalam Islam tidak diperbolehkan menyakiti istri dengan alasan nusyuz. Apalagi Allah menutup ayat ini dengan pesan yang indah untuk para suami: jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan arti ayat ini adalah ancaman untuk laki-laki jika mereka berbuat zalim pada istri, Allah yang Mahatinggi lagi Mahabesar akan menjaga para istri ini dan menghukum orang yang menzaliminya.

Maka terang benderang lah konsep kesetaraan dalam Islam. Kesetaraan yang tidak melanggar kodrat penciptaan lelaki dan perempuan.


Allah menyetarakan lelaki dan perempuan dengan keunikan perannya masing-masing. Memberi kasih sayang dan kesempatan yang sama untuk meraih taqwa, menempati derajat mulia di sisiNya sesuai hak dan kewajiban masing-masing. Wallahu alam bishshawab.

#bunsay
#ibuprofesional
#tantangan10hari
#fitrah seksualitas

Friday 5 October 2018

Hikmah Kekeliruan Si Udin

Hari Kamis kemarin ada kejadian menggemparkan di Taman Baca Tidore. Saat saya sedang sibuk mengajari baca iqro, seperti biasa anak-anak lain yang sudah selesai baca dan nulis boleh main. Beberapa anak main di halaman belakang rumah.

Tiba-tiba dari tempat duduk saya menyaksikan seorang anak, sebut saja namanya Udin usia 4 tahun, dengan santainya buka celana lalu..piiiisss..pipis di halaman belakang rumah saya :0

Mau dekati dan tegur, saya sedang mengajar. Samar saya dengar anak yang lebih tua menegur, tapi Udin tak peduli. Asyik meneruskan pipisnya.

Setelah Udin masuk, segera saya suruh ia cebok ke kamar kecil. Tak lupa mengingatkan Udin bahwa buang air kecil hanya boleh di kamar mandi.

Kejadian ini disaksikan di Tengah dan si Bungsu. Malam hari sebelum tidur sengaja membahas kejadian tersebut dengan ketiga bidadari.

Saya bertanya apa pendapat mereka tentang perbuatan Udin. Mereka kompak menjawab hal tersebut tidak baik. Saya tanya mengapa perbuatan tersebut tidak baik? Ketiga bidadari sudah bisa memberi berbagai alasan. Malu, jorok, gak sopan, kata mereka. Barulah saya masuk ke bahasan aurat dan kesehatan. Alhamdulillah peristiwa menggemparkan itu bisa jadi sarana kami belajar kembali.

#bunsay
#ibu profesional


Tuesday 2 October 2018

Review Fitrah Seksualitas buku Fitrah Based Education


Meskipun istilah fitrah seksualitas baru saya kenal setelah membaca dan mengikuti seminar Fitrah Based Education (FBE), namun buku FBE sendiri tidak memuat banyak penjelasan tentang istilah tersebut.

Dalam buku FBE bagian fitrah seksualitas hanya terdiri dari 4 halaman saja, yaitu:

- satu halaman tulisan berjudul Fitrah Gender atau Fitrsh Seksualitas
- dua halaman tulisan berjudul Apakah Gay dan Lesbi dilahirkan?
- satu halaman tulisan berjudul Fitrah Peran Ayah vs Fitrah Peran Bunda



Saya sepakat dengan isi keempat halaman ini. Meskipun yang perlu diperdalam lagi adalah bagaimana memahami konsep fitrah peran gender tanpa terjebak dengan budaya tradisional.

Sebagai muslim, tentu saja standar yang saya pakai adalah Alquran dan Sunnah. Islam sudah menyetarakan lelaki dan perempuan dengan hak kewajiban serta peran unik masing-masing.

Dalam Islam, lelaki adalah pemimpin sebuah keluarga. Ia wajib menafkahi dan mendidik keluarga, melindungi dari api neraka. Karenanya, lelaki wajib ditaati selama tidak memerintahkan maksiat.

Sementara perempuan adalah pemimpin dalam kerumahtanggaan. Ia wajib menjaga diri dan harta suami, serta membimbing anak-anak. Karenanya, perempuan wajib menjadi cerdas untuk mengelola rumah tangga.

Kedua peran ini bersinergi, tidak ada yang lebih baik atau lebih mulia. Ini yang harus dipahami dan dilihat anak dari keseharian orang tuanya.

Untuk sampai pada pemahaman ini, benar sekali bahwa anak harus dekat dengan kedua orangtuanya. Tidak ada kedekatan dominan pada salah satu saja.

Di keluarga kami, Alhamdulillah kedekatan yang seimbang ini sudah terlihat. Saya bersyukur anak-anak sering bermain, bercerita, dan terlibat dalam suatu kegiatan bersama ayahnya. Mereka juga menyaksikan bagaimana ayahnya turun tangan dalam urusan domestik untuk membantu saya.
Semoga hal ini bisa terus berlanjut dan berkembang menjadi pemahaman fitrah seksualitas yang baik bagi ketiga anak saya.


#bunsay
#ibuprofesional
#fitrah seksualitas
#tantangan10hari