berbagi inspirasi : September 2012

Monday 24 September 2012

RUMUS DARURAT " 991"


kalo USA punya 911 untuk dihubungi saat keadaan darurat, maka Indonesia punya rumus 991 untuk mengatasai darurat rumah tangga :D
rumus ini saya dapat dari sharing seorang teman tentang majlis ilmu yang ia hadiri di kantornya. rumus dari seorang ustazah yang insyaallah bermanfaat untuk kita.
rumus 99:1 penting kita aplikasikan saat bibir lagi maju 7 senti akibat ulah suami yang tidak berkenan di hati..dari mulai yang kecil-seperti meletakkan handuk basah sembarangan, sampai yang lumayan besar-seperti tidak peduli pada masalah istri.
apapun masalah yang sedang kita hadapi dengan suami, selama itu bukan terkait maksiat, kekufuran, maupun kriminalitas, maka rumus 99:1 wajib kita terapkan.
ehm,,maap agak bertele tele ya pembukanya. sengaja biar pada penasaran ;p
oiya, lupa. rumus ini juga bisa dipakai sama suami lho,, (klo lagi pada 'masuk goa' karena ngambek sama istri ;p)
RUMUS 99:1 adalah pekerjaan hati dan otak untuk memanggil 99 DATA KEBAIKAN PASANGAN saat ada 1 KESALAHAN atau  KEKURANGAN PASANGAN yang membuat pudar cinta di rumah kita.
jangan sampai karena SATU hal saja, terhapuslah SEMBILAN PULUH SEMBILAN kabaikan yang telah ia lakukan pada kita.
karena suami pulang kemalaman, kita lupa bahwa ia hanya pulang kemalaman hari itu saja.
suami telat kasi uang belanja, kita curiga seolah ia tak pernah kasi uang belanja tepat waktu.
dan seterusnya....
begitu juga suami.
istrinya cuma sekali kalinya malas dandan, dikritik seolah tiap hari tidak pernah dandan buat suami.
istrinya suatu hari lupa masak, dimarahin seolah tiap hari gak pernah masak..

btw, poin of information, contoh2 diatas hanya fiktif belaka lhoo..klo ada kesamaan dg rumahtangga saudara itu mah DL , heheh..

so, mulai hari ini, sebelum kita ngambek sama pasangan, kita bikin daftar 99 kebaikannya dulu. simpan baik2 di tempat yang mudah terlihat. agar jika suatu hari kemarahan kita meledak..hup, tiba2 mata tertumbuk pada RUMUS 99:1 yang tertempel manis di kamar..:)

selamat mencoba :)

Cinta Bola Salju

“Nda…cintaku kepadamu bagaikan bola salju..” katanya sambil tersenyum manis.
“ semakin hari semakin besar…” sambungnya dengan senyum makin mengembang.
Saat itu kami sedang bergandengan tangan menyusuri jalanmenuju mal cijantung. Aku terpaku menatap matanya sambil mencerna kalimat yang barusan ia ucapkan.
Tidak biasanya suamiku melontarkan kalimat puitis nan romantis. Belum sempat aku melontarkan komentar pujian karena senyumku yang terlanjur merona, ia serta merta berucap,
“itu kan syair lagu dangdut, hehehe”. Gubrak…aku langsung tertawa kecele.
“baru aku mau kagum puji2 kamu..eh taunya contekan!” kataku pura-pura kesal sambil cengengesan. belakangan aku baru tau itu lagunya Sule, yang lawakannya sering 'menginspirasi' suamiku.

Suamiku memang humoris, setidaknya jika disandingkan dengan aku yang serba serius memandang hidup. Dia biasa melucu setiap saat. Tiada hari tanpa tawa bersamanya. Ia juga suka acara lawak di tv, acara yang tidak aku sukai.

Aku dan suamiku memang bagai pinang beda spesies, alias beda tipe. Kami adalah dua orang yang sangat berbeda. Suamiku periang, aku pendiam. Dia penghangat suasana dan pengundang tawa, sementara aku pemurung dan lebih suka mendengarkan tanpa komentar. Bahkan salah satu rekan kerjaku yang terkenal humoris sempat berkelakar, “ukuran saya lucu itu kalau bu yunda tertawa”. Katanya sambil mesem2. Karena memang aku yang paling jarang nimbrung tawa kalau ada lelucon di ruang kerja. Aku juga tak tahu kenapa.

Meskipun beda karakter, toh aku dan suamiku saling cinta. Mungkin benar kata orang, bahwa suami istri itu saling melengkapi, makanya pasti banyak perbedaan. Aku setuju. Tapi ada persaman yang tidak bisa ditawar harus ada diantara pasangan suami istri; persamaan visi.

Dua orang dengan latar belakang dan karakter yang berbeda hanya bisa bersatu dengan visi yang sama. Itu syarat utama menurut saya, lain tidak. Visi itulah yang akan melebur semua perbedaan yang ada menjadi warna warni indah dalam jalinan nikah.
Pendiam dan periang tidak akan jadi langit dan bumi atau kucing dan anjing di bawah naungan visi yang sama. Karena itulah, hal terpenting dalam memilih pasangan adalah seperti apa visinya.
Apa yang ia anggap penting dalam kehidupan, apa yang menjadi impian dalam keluarga yang akan dibangun, dan sebagainya.

Kalau sekedar karena sayang, sudah sangat kenal tabiat dan keluarganya, sudah nyaman bersamanya, tapi pandangan tentang hidup dan prinsip yang dijalani berbeda, jangan harap bisa jadi pasangan yang bahagia. Suami ingin punya istri yang mengurus keluarga di rumah sementara istri berprinsip harus punya karier tinggi di luar rumah. Dua pandangan  yang berbeda. Jika tidak ada kompromi untuk visi awal yang dibangun bersama, rumah tangga tadi bisa kiamat alias the end.  Tinggalah luka dan trauma membekas di kehidupan masing-masing, apalagi jika sudah punya anak.

Saya tidak tahu berapa banyak porsi menyatukan visi ini dalam pacaran yang umum dijalani orang. Saya memilih tidak pacaran dan menyatukan visi dengan cara lain. Pacaran yang katanya penjajakan, ajang pengenalan dan pertimbangan memilih pasangan rasanya tidak punya bukti akan menjamin kelanggengan setelah menikah. Begitu pula jalan yang saya pilih. Yang jelas, tidak artinya perasaan cinta mendalam pada pasangan jika pada akhirnya rasa itu kalah oleh tuntutan kehidupan nyata. luntur oleh guratan usia dan permasalahan rumah tangga.

Dua orang yang menikah karena cinta, menyatukan perasaan kasih yang telah berurat di jiwa, belum tentu mampu melawan badai kenyataan dalam hidup rumah tangga. Dulu saling cinta, begitu diterpa kondisi finansial yang sulit, padamlah sang cinta berganti kebencian dan airmata. Awalnya saling kasmaran, tetapi akhirnya dendam berdebaran karena sang kekasih bertemu yang lebih cantik dan muda. Begitulah. Rumah tangga memang penuh badai. Jika bahtera visi kita tak kokoh, apalah daya dayung cinta yang kita punya…

*ya Allah jadikanlah kami keluarga sakinah sampai ke surga..aamiin

Married Women Chat*



"Setelah menikah lebih dari 5 tahun, orang mulai berpikir; ‘pernikahan ini ternyata tidak menguntungkan buat saya’. Ini tidak akan terjadi jika masalah-masalah sebelum tahun ke-5 telah diselesaikan" kalimat itu terlontar di suatu siang saat kami para married women sedang menunggu waktu pulang kerja. Yang bicara barusan-sebut saja namanya Emi- adalah temanku yang usia pernikahannya telah mencapai masa ABG, 14 tahun. Aku dan teman satunya lagi, yang usia pernikahannya baru 2 tahun hanya bisa manggut-manggut.
Apa yang dikatakan Emy mengingatkanku pada kelas Psikologi Keluarga. Menurut teori psikologi, masa krisis pernikahan adalah 5 tahun. Setelahanya, pernikahan relatif lebih stabil. Tentu saja ini tidak berlaku umum. Sejumlah kecil kasus menunjukkan pernikahan yang berusia tanggung maupun sepuh sekalipun dapat kandas. Pernikahan orangtuaku sendiri kandas setelah 14 tahun. Ada pula yang sudah menikah 25 tahun akhirnya memutuskan bercerai. Menurut mereka, perceraian justru menjadi jalan yang bisa mengantar pada ketentraman dan kebahagiaan pribadi serta keluarga. Pada sebagian kasus, aku sepakat dengan ini. Mungkin karena itulah Allah membolehkan perceraian meski dibenci-Nya, karena ia bisa menjadi pintu darurat kala pernikahan hanya membawa mudharat.
Kelanggengan sebuah pernikahan memang misteri tersendiri bagi semua yang menjalaninya. Mungkin ada resep-resep tertentu yang menjadi bumbu wajib, seperti komunikasi yang sehat, saling percaya dan setia, serta doa. Selebihnya menurutku, adalah kuasa Allah atas hati setiap hamba-Nya.
Cinta yang berada di hati suami dan istri, sepenuhanya dalam genggaman Allah, karena Dia-lah Pemilik segala cinta. Dia pula Yang berkehendak membolak balik setiap hati.  Seorang teman bijak lainnya mengajarkanku sebuah doa yang indah untuk pernikahannya:
“ya Allah, aku titipkan mata, raga, hati, dan jiwa suamiku seluruhnya pada-Mu, karena Engkaulah pemiliknya, bukan diriku. Jagalah ia dalam penjagaan-Mu yang kokoh dan sempurna”
Sungguh sebuah doa yang rendah hati dan indah sekali. Pada hakikatnya, sekeras apapun seorang istri ‘membentengi’ suaminya dari godaan luar, tetap saja Allah yang memiliki benteng paling kokoh untuk setiap hamba-Nya.
Semua pasangan pastilah berharap pernikahannya langgeng sampai kakek nenek, sampai suatu pagi salah satu dari mereka mati, seperti lirik lagu Sheila on 7. Namun perjalanan menyatukan dua  jiwa dengan segala perbedaannya memang tak semudah menyanyikan lagu Saat Aku Lanjut Usia.
Ada contoh nyata pernikahan luar biasa yang dapat menginspirasi kita. Diantaranya kisah Bapak Eko Pratomo dan istri.  Bapak Eko Pratomo, seorang pengusaha sukses di bidang saham. Sejak melahirkan anak kedua, hampir 20 tahun yang lalu, istrinya menderita lumpuh sekujur tubuh. Sehari-hari Pak Eko merawat istrinya dengan penuh perhatian. Pak Eko marah dan menangis ketika anak-anaknya meminta beliau ‘menyerahkan’ urusan merawat sang istri pada anak-anaknya. Pak Eko tegas mengatakan bahwa apa yang selama ini ia lakukan adalah usaha untuk membalas cinta dan kebaikan sang istri. Subhanallah.
Semoga saja Allah menjaga hati kita dan pasangan agar senantiasa memiliki mawaddah-cinta- dan sakinah-ketenangan- dalam mahligai rumahtangga kita, aamiin.

*By Yunda Fitrian-a special gift for special firends :)