berbagi inspirasi : July 2019

Monday 29 July 2019

Menuju Bahagia Maksimal dan Pusing Minimal: Empat Trik Mengasuh Tanpa Teriakan Tanpa Kekerasan*

*Menuju Bahagia Maksimal dan Pusing Minimal: Empat Trik Mengasuh Tanpa Teriakan Tanpa Kekerasan*



_Bingung ngadepin anak..dilembutin gak ngerti-ngerti, dikasarin tambah jadi..terus aku kudu piye??!!”_



Kalimat itu saya jadikan pembuka di buku saya, Parenting Tanpa Pusing: Cara Asyik Mengasuh Anak dengan Bahagia.



Banyak orangtua yang pusing menghadapi anak, tanpa menyadari bahwa anak pun pusing diasuh dengan cara keliru oleh orang tua😡😱



Semakin saya belajar parenting, semakin saya menyadari satu hal: bahwa *anak terlahir untuk membuat kita bahagia.*

Sebagaimana Allah memberikan kita *amanah untuk membahagiakannya.* ❤❤



Jadi, mari bergandengan tangan untuk saling membahagiakan.




Tentu, hidup tak pernah lepas dari masalah.


Namun, jika kita memilih bahagia, maka kita dapat menghadapi masalah dengan hati selapang angkasa.




Gimana, Mak, maukah bahagia maksimal dengan meminimalisir kepusingan?



Yang mau boleh lanjutkan baca, yang nggak, gapapa kalo mau ikutan baca jugaπŸ˜…



Bahagia dimulai dari cara pandang yang tepat dalam menyikapi masalah. Berikut ini contoh cara pandang yang keliru dan memicu stres dalam mengasuh anak:



1. Fokus pada KEKURANGAN anak daripada KELEBIHANNYA


2. Fokus pada PERILAKU BURUK anak daripada PERILAKU BAIKNYA


3. Fokus pada MASALAH bukan pada SOLUSI


4. Fokus ingin mengubah anak tapi tidak mengubah DIRI SENDIRI


Nah, apakah kita memiliki salah satu cara pandang ini?


Jika Ya, saatnya mengubah cara pandang kita agar bisa mengasuh dengan bahagia. Tanpa teriakan, tanpa kekerasan.



Emang bisa Mak? Insyaallah bisa, selama kita berusaha mengasuh sesuai rambu Yang Menitipkannya.



Gimana caranya, Mak?


Yuk belajar sama-sama menerapkan trik berikut ini:



1.🐣 Menerapkan komunikasi efektif sesuai tahap dan fitrah perkembangan anak


_"Gimana ya Mak, anakku itu gak ngerti-ngerti diomongin berkali-kali!"_


Coba perhatikan, Mak. Apa cara ngomong kita sudah tepat untuk anak seusianya?


Perlu diingat pula, anak lebih meniru apa yang ia lihat daripada ia dengar.


Hal penting lainnya, otak anak belum matang untuk bisa nyambung memahami ceramah 2 SKS emaknyaπŸ‘©πŸ»‍πŸŽ“πŸ‘©πŸ»‍🏫



Bukankah bapaknya yang sudah dewasa pun sering gagal paham walaupun udah berkali-kali dikomplen emak? 🀦🏻‍♀πŸ’†πŸ»πŸ€·πŸ»‍♀


Kira-kira begitu, detailnya, nanti kita diskusi langsung aja yuk πŸ˜„


2.  🐣🐣Menemukan PESAN dibalik perilaku anak


_"Kenapa ya Mak, anak saya ini hobinya ngamuk sampe ngerusak barang?"_


Ya, saya mah gak tau kenapa.


Saya cuma bisa bilang, anak itu gak ujug2 ngamuk ngerusakin barang dari lahir kan?



Semua perilaku anak ada latar belakang pemicunya, ada pesan yang ingin disampaikan.


Orangtuanya-lah yang sebenarnya paling paham, jika mereka jadi pengamat ulung, jeli memperhatikan anaknya.


Apapun perilaku anak, biasanya pesannya berhubungan dengan *kebutuhan anak.* Bisa kebutuhan fisik maupun psikis, yang coba ia sampaikan dalam keterbatasannya berkomunikasi.


Selanjutnya, langsung didiskusikan saja yaa.



3.🐣🐣🐣 Menerapkan kesepakatan, komitmen dan KONSISTEN dengannya


_"Gimana sih cara menerapkan kesepakatan? Konsekuensi atau hukuman bedanya apa?"_



Bagian ini silakan tanya jawab aja ya biar gak kepanjangan artikelnya πŸ˜†
Kan judulnyaa meminimalkan kepusingan, jadi tulisannya jangan panjang-panjang lah😷


4. 🐣🐣🐣🐣 Menjadi orang tua penuh cinta yang diidolakan anak


Kenapa ada abege yang mau susah payah sukarela bangun subuh, antre berjam-jam, nabung jauh-jauh hari, demi artis K-POP kesayangannya?


Ya karena mereka jatuh cinta, nge-fans, mengidolakan si artis.


Gimana kalo anak kita ngefans-nya sama orang tua? Bayangkan sendiri enaknya 😚πŸ₯°


Saya cukupkan di sini ya Mak, biar gantung, penasaran jadi tanya langsung 😊


Sebetulnya semua penjelasan lengkap ada di buku Parenting Tanpa Pusing Cara Asyik Mengasuh Anak dengan Bahagia, yang masih coming soon 😘
Tapi saya bocorkanlah di grup ini buat Mamak2 kece kesayangan.



Silakan bagi yang mau diskusi dipersilakan. Saya hanya memfasilitasi, sama-sama belajar aja πŸ€—



Terimakasih.


*Yunda Fitrian, C-Team*

Friday 19 July 2019

Orangtua Alien

ALIEN VS THE PRETENDERS

“Ustadz, saya bingung. Anak gadis saya pacaran sama lelaki pemabuk dan gak bener..sekarang dia melawan, gak mau nurut untuk putusin pacarnya. Saya bingung, kok bisa bisanya dia lebih nurut sama lelaki itu daripada saya yang melahirkannya?!”

Sang ustadz tidak menjawab, melainkan balik bertanya, “ibu dan bapak selama ini ada dimana ketika putrinya sedih, sakit, bingung, atau butuh bantuan? Mungkin lelaki itulah yang selalu ada saat putri ibu membutuhkan perhatian dan pertolongan. Jadi jangan heran Ia lebih memilih lelaki itu”

Potongan dialog itu diceritakan suami saya sepulangnya beliau dari sebuah seminar parenting.

Sebuah dialog yang menyentak kami sebagai orang tua.

Kedekatan Hati memang tidak selalu berbanding lurus dengan banyaknya waktu atau kegiatan bersama. Melainkan pada Intensitas emosi yang menyertai, serta momentumnya.

Ada kalanya, kita merasa begitu dekat dan terpengaruh oleh seseorang meski waktu bersamanya hanya Bilangan Bulan, hari, bahkan jam.

Karena orang itu hadir di saat kita membutuhkan. Saat emosi kita begitu intens menyala. Saat momennya pas.
Misalnya saja, konon orang yang pergi haji akan merasa sangat erat persaudaraannya dengan sesama rombongan. Bahkan setelah di tanah air, jika bertemu setelah bertahun berpisah pun akan tetap merasa akrab.

Atau ingatkah kita bahu siapa yang pernah jadi sandaran ketika airmata luruh di masa remaja? Err berasa tuwir sih pas ngetik ini,hwkwk. Tapi bener kan, yang pernah ngalamin masa sulit pas remaja (atau di masa sulit apapun) pasti masih inget pernah curhat nangis2 sama siapa..hayooo.

Maka Parenting juga adalah tentang menciptakan momen bersama anak. Tentang menjadi orang yang diandalkan untuk merasa nyaman.

Momen bahagia ketika bermain bersama.
Atau momen lega, tentram, damai ketika datang membawa masalah.

Maka pertanyaan berikutnya, apa yang kita lakukan saat anak datang membawa masalah?
Atau lebih dulu yang harus dijawab, apakah kita tahu ketika anak sedang punya masalah?

Dalam kasus dialog tadi, kondisinya si anak sudah remaja.

Banyak cerita orang tua merasa tidak kenal lagi dengan anaknya yang beranjak remaja. Seolah anak berubah menjadi alien.

Nyatanya, orang tualah yang sejak kecil menjadi Alien bagi anak anaknya.

Alien, makhluk asing yang tidak tahu dunia anak. Tidak paham bahasa anak. Alien yang lupa bahwa dulunya dia adalah anak manusia.. (nah lho bisa jadi judul sinetron; alien yang tertukar, hwkwk).

Orang tua alien, saat anak balitanya coret coret tembok, langsung angkat suara tinggi, seolah di planetnya gak pernah ada kejadian begitu.

Padahal cukup ajak anak mencoret d tembok kamar atau kertas, beres. Memang fasenya mereka corat coret. Melatih jemarinya terampil menulis (atau mengetik layar #digitalnative).

Atau saat balitanya dikit dikit nangis, langsung disambit dengan teriakan dan label cengeng. Seolah di planetnya gak ada balita nangis.

Padahal cukup ditenangkan, lalu diajak cari solusi bareng. Yah namanya juga bocah, wajarlah nangis dikit dikit. yang penting anak diajarkan untuk belajar mengendalikan emosi.

Orang tua alien, menanggapi dingin celoteh balitanya. “He-eh" “iya" “oh bagus" “boleh" sambil matanya tak lepas memantau planetnya yang bernama gadget.

Sampai balita ini masuk sekolah, lalu beranjak dewasa, polanya tidak berubah.
Maka si remaja pun mulai belajar bahwa orangtuanya adalah alien. Asing di rumah sendiri.

Mencarilah ia sesama makhluk bumi: teman sebaya yang bisa memahaminya.
Ya kalau temannya baik alhamdulillah.
Kalau tidak?

Teman sebaya ini tidak hanya berwujud sesama remaja. Tapi bisa berupa sebuah geng, komunitas, acara dan dunia maya.
Tempat mereka merasa diterima dan dianggap ada, sebagai manusia.

Maka siapa yang mengandung, melahirkan, menyusui, menafkahi, tidak ada signifikansinya dalam hidup mereka.
Mereka kan tidak minta dikandung, dilahirkan, dinafkahi.

Tidak ada kenyamanan saat bercerita, karena ujung ujungnya pasti dimarahi.
Tidak ada kemauan untuk terbuka, karena akhirnya pasti disalahkan.

Jadi tidak aneh kan, ada anak yang lebih pilih pemabuk untuk melabuhkan hatinya? Karena si pemabuk ini punya banyak momen berarti dengan si anak.
Sementara orang tua?

Hhh, memang banyak yang harus kita pelajari sebagai orang tua. Bagaimana tidak, yang Allah titipkan pada kita ini wakilNya di muka bumi.

Dan sebagai penutup, lirik lagu ini tiba tiba mengalun di memori saya. Saya berikan teks lengkapnya copy paste dari mbah gugel..theme song kita para ortu untuk anak kita, seharusnya...

Oh,.why you look so sad?
Tears are in your eyes
Come on and come to me now, and don't be ashamed to cry,
Let me see you through, 'cause I've seen the dark side too.

When the night falls on you, you don't know what to do,
Nothing you confess could make me love you less,

I'll stand by you,
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you

So if you're mad, get mad, don't hold it all inside,
Come on and talk to me now.

Hey there, what you got to hide?
I get angry too, well, I'm alive like you.
When you're standing at the cross roads,
And don't know which path to choose,
Let me come along, 'cause even if you're wrong

I'll stand by you,
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you.

Baby, even to your darkest hour, and I'll never desert you,
I'll stand by you.

And when, when the night falls on you baby,
You're feeling all a lone, you're wandering on your own,

I'll stand by you.
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you, baby even to your darkest hour,
And I'll never desert you,
I'll stand by you,
I'll stand by you.
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you, baby even to your darkest hour,
And I'll never desert you
(I'll stand by you-the pretenders, pernah jadi ost dawson creek yak klo ga salah)

So, don't be alien
let's stand by our children,
Before someone else does...


(Notes FB Yunda Fitrian Maret 2017)

Thursday 11 July 2019

Membelokkan Fitrah

Membelokkan Fitrah

Tiap anak terlahir dengan potensi menjadi baik (fitrah), orang tualah yang membentuknya menjadi bermasalah.
Anak terlahir dengan potensi jujur. Namun ketika ia tak sengaja menumpahkan air, orang tua melotot sambil berteriak, "siapa yang numpahin air?!"
Sehingga ia belajar, jujur mengakui kesalahan hanya akan membuatnya kena omelan.
Yang ingin anak tetap dalam fitrah jujur, mari ganti respon kita dengan berlatih:
"Airnya tumpah sayang, ayo dilap. kalau tidak dilap bisa licin nanti ada yang jatuh".
Begitu juga ketika anak membawa pulang kertas ulangan bernilai buruk. Tidak perlu disalahkan. Cukup bertanya apa yang bisa ayah ibu bantu?
Karena semua orang, makin disalahkan hanya akan makin banyak berbuat salah.
Anak lahir dengan fitrah menjadi mandiri. Namun orang tua merusak fitrah itu ketika ia belajar memasang kancing dan kesulitan, lalu berkata:
"Sini mama bantu, lama amat sih!", begitu berulang ulang ketika anak lelet memasang tali sepatu, membuka tutup tempat minum dan seterusnya.
Sehingga ia belajar, aku tidak bisa apa apa. Mama Papa lah yang punya daya.
Maka jangan salahkan anak ketika usianya mendewasa tapi jiwanya tetap kerdil dalam ketergantungan.
Yang ingin anaknya tetap dalam fitrah mandiri, mari ganti respon kita dengan menahan diri. Biarkan anak mencoba. Beri ia kesempatan karena percayalah ia pasti bisa.
Ayah bunda mari terus belajar untuk menjaga ananda tetap dalam fitrahnya. Menjadi manusia yang hatinya selalu hidup dalam kebaikan. Sebab sejak lahir ke dunia, tugas kita adalah menjaga fitrahnya. Menjadi manusia beraqidah lurus dan memakmurkan bumi dengan segala potensi kehebatannya.
(Bersambung..)

Butuh Hiburan-facebook Yunda Fitrian

Butuh Hiburan


Di sebuah seminar parenting, Ustadz Bendri ditanya apa pendapatnya tentang anak yang gemar K-Pop.
Saya kira Ustadz Bendri akan mengatakan bahwa K-POP itu berbahaya dan sejenisnya. Ternyata dugaan saya salah.
Ustadz Bendri justru menjawab dengan memposisikan diri sebagai anak.
Beliau bilang, K-POP adalah kebutuhan hiburan bagi anak.
Anak akan mencari pelarian ke KPop ketika orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan hiburan anaknya.
Maka jadilah orangtua entertainer yang bisa menghibur dan bermain dengan anak.
Kebersamaan yang menyenangkan dengan orang tua akan membuat anak terpenuhi kebutuhannya akan hiburan.
Mereka tak akan haus akan sosok penghibur yang akhirnya menjadi idola.
Sebagaimana Rasulullah telah mencontohkan kegembiraan beliau bersama kanak-kanak. Berlomba lari, berboncengan unta, bercanda, menghibur di saat lara.
Beliau Shalallahu alayhi wasallam pun dengan mudah menjadi idola karena akhlaknya yang mulia.
Anak juga punya kebutuhan untuk diapresiasi. Ketika menjadi penggemar K-Pop membuat mereka diapresiasi oleh sesama, mereka jadi bangga.
Jadilah orangtua yang gemar memberi apresiasi bagi anak. Hargai usaha dan karya mereka.
Berikan pula waktu khusus bagi anak agar mereka selalu merasa istimewa.
Jawaban Ustadz mengingatkan saya pada sebuah cuplikan wawancara Kak Seto di televisi.
Waktu itu beliau mengatakan hal yang hampir sama. Katanya, orang tua harus multitalenta agar bisa jadi idola anak. Buat anak berbinar gembira saat bersama dengan orang tua.
Saya pun bercermin diri.
Apakah saya sudah berhasil menghadirkan binar bahagia di mata anak-anak?
Apakah saya sudah mematri kenangan manis dalam masa kecil mereka?
Apakah mereka terhibur ketika bersama saya?
Semoga masih ada waktu untuk itu semua.
Semoga Allah berikan kita kesempatan dan kemampuan untuk memenangkan hati anak-anak kita.

ANAK (TIDAK) MAHAL-facebook Yunda Fitrian 2017

ANAK (TIDAK) MAHAL

Emak bapak yang lagi cerita soal anaknya kadang menggunakan istilah 'anak mahal' pada anak mereka.
Istilah tersebut merujuk pada anak yang proses kelahiran maupun perkembangannya memakan banyak biaya melebihi anak lain seusianya. Misalnya anak yang lahir lewat berbagai tindakan medis atau membutuhkan bermacam perawatan dalam perkembangannya.
Kalau dipikir pikir, menurut saya, semua anak pantas menyandang gelar anak mahal. Karena hakikatnya, seorang anak terlahir sebagai anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Mahal semahal mahalnya.
Apa ada manusia yang mampu membayar dengan materi untuk menciptakan setetes mani, sebutir sel telur, rahim yang kokoh, segumpal darah, janin, dan seterusnya...
Atau, mampukah manusia membeli segala potensi fisik, akal, dan jiwa dari seorang anak?
Semua anak mahal, namun seringkali orang tua-tanpa sadar-memperlakukan anak seperti 'barang murah'.
Ciri barang murah itu diperlakukan seenaknya, seadanya. Tidak perlu ilmu khusus.
Maka murahnya anak kita. Sebab untuk mencari ilmu mendidiknya lewat seminar parenting seharga ratusan ribu kita mengeluh mahal. Sementara tangan ringan mengeluarkan uang untuk gadget jutaan atau belanja kebutuhan sekunder bahkan tertier.
Mengeluarkan uang untuk buku parenting rasanya berat, padahal beli pulsa bisa berkali kali harga buku.
ciri barang murah itu tidak dihargai keberadaannya. Karena kita lebih sibuk menikmati barang mahal yang dibeli dengan pengorbanan lebih.
Sering tanpa sadar kita tidak menghargai keberadaan anak, baik fisik maupun jiwanya.
Saat anak berada di dekat orangtua, kita sibuk dengan gadget. Masih mengurus yang lebih penting bernama bisnis atau pekerjaan kantor.
Barang murah itu sering terlupakan, tidak jadi prioritas karena sudah ada rutinitas.
Ketika anak mengajak bermain, kita sibuk dengan cucian dan kain pel..belum lagi kompor.. Kita lupa, betapa mahal harga kecerdasan yang terjalin dari kegiatan bermain.
Bukan hanya kehadirannya secara fisik yang sering diperlakukan serupa dengan barang murah, tapi juga jiwanya.
Buktinya, ada orang tua yang merendahkan harga diri anak, hanya karena anak tak sengaja menumpahkan segelas susu.
"Gitu aja gak becus!"
"Selalu deh tumpah kalau nuang susu!"
"Makanya jangan belagu mau nuang susu sendiri!"
"Banyak tingkah sih!"
Dan ucapan ucapan pengerdilan lainnya.
Hanya karena segelas susu. Hanya karena ia mencoba melakukan sesuatu sendiri.
Seolah segelas susu begitu mahal harganya.
Lebih mahal dari harga diri anak kita.
Ketika anak tak sengaja memecahkan piring. Mengapa jadi begitu murah harga diri seorang anak?
Lebih murah dari sebuah piring. Sebab ketika piring pecah, anak dimaki seolah piring jauh lebih mahal dari kepercayaan dirinya.
"Dasar teledor!"
"itu piring mahal tau!"
Atau ketika nilai ulangannya tidak sebagus kita di masa sekolah, murah sekali usaha belajarnya kita hargai.
"Kamu ngapain aja sih, nilai rapormu jelek begini?"
"Papa dulu selalu juara tau!"
"Udah disekolahin mahal mahal cuma begini hasilnya?!".
Kalau anak diperlakukan seperti barang murah, jangan heran ia merasa rendah.
Jangan aneh ia tumbuh menjauh dari bunda dan ayah
Karena di sisi kita, mereka merasa tak berharga
Jangan kaget suatu saat anak masuk geng motor atau pulang pagi pergi ajep ajep
Karena di sana mereka dibuat bangga dan diajak tertawa
Kalau anak diperlakukan seperti barang murah, kelak saat kita tua mereka pun bisa berbalik memperlakukan kita dengan cara yang sama...