berbagi inspirasi : December 2017

Sunday 17 December 2017

Magnet Mama

Magnet Mama

“Omaaa...omaaa", tangis anak bungsu saya siang itu terdengar berbeda. Biasanya ia memanggil Ibu atau Ayah ketika menangis. Namun kali ini, oma yang dipanggilnya.

Oma adalah sebutan yang dibahasakan ibu saya untuk cucu-cucunya. Saya mencoba menerka nerka mengapa siang itu si bungsu menangis memanggil omanya.

Saya baru sadar, selama di jogja 3 hari ini si bungsu cukup intens main dengan oma, lain dari hari biasa yang kadang baru bertemu 2 hari sekali. Itupun hanya 2-3 jam ketika saya atau oma saling mengunjungi.

Lantas ketika kami pulang dari jogja, oma tidak ikut karena ingin singgah di rumah kakak saya di boyolali selama sepekan. Karena cucu lelaki semata wayangnya sudah kangen berat padanya.

Mungkin si bungsu menangis karena kangen juga.  Masih terkesan akan kebersamaan dengan omanya berapa hari ini. Mama memang selalu punya cara untuk masuk ke dunia anak anak dengan kegembiraannya.

Mama, begitu saya memanggilnya, memang orang yang asyik. Ia adalah sosok ibu yang selalu bisa menjadi sahabat bagi siapapun yang mengenalnya.

Mama bahkan selalu bersahabat bagi sahabat anak-anaknya.
Mama kenal baik dengan semua sahabat anak-anaknya. Bahkan sahabat sahabat kakak sulung memang mama dengan sebutan Bunda. Karena memang sangat keibuan bagi mereka. Ibu yang gaul dan bersahabat. Jauh dari sosok kaku, cerewet, atau galak.

Cara mama mendengarkan membuat orang betah curhat padanya. Begitu juga ketika diminta memberi nasihat, mama bisa menyampaikan dengan bahasa yang enak didengar. Tidak menggurui atau menghakimi.

Makanya banyak orang yang gampang curhat ke mama. Apalagi pembawaan yang luwes dan riang membuat orang lebih mudah 'nempel’ padanya. Kadang saya merasa, mama ini lebih 'nyiko' daripada saya yang sarjana psikologi.

Saat masih tinggal dengan mama waktu saya SMP, cukup sering saya memergoki mama mendengarkan kerabat yang sedang curhat padanya sampai menangis. Hingga kini, kadang mama meminta pendapat saya atas curhatan orang orang di sekitarnya. Tuh kan,terbukti mama lebih cocok jadi sarjana psikologi.

Kemampuan mama menjadi sosok ibu yang bersahabat sangat berbeda dengan apa yang pernah didapatnya saat menjadi anak.
Mama tumbuh dengan kedua orangtua yang mendidik secara konvensional. Bapaknya keras dan sangat sedikit bicara. Sosok yang sangat ditakuti oleh anak istri. Sama sekali jauh dari bersahabat dengan anak.

Ibunya, nenek saya, memang sosok yang berkebalikan dengan sang suami. Nenek adalah sosok yang supel, ceriwis, periang. Namun masih mendidik dengan pola asuh lama.
Lebih banyak mengkritik, mendikte, mengancam.
Bahkan ikut memperlakukan mama dengan kekerasan di masa kecilnya. Sangat berbeda dengan didikan yang saya dapat dari mama.

Mama adalah ibu sejati. Ia mampu melampaui pola asuh yang diterimanya menjadi pola asuh lebih baik bagi anak anaknya. Dengan kemampuan belajar yang tak kenal henti, mama berusaha berdamai dengan didikan masa kecilnya yang traumatik.

Mama kecil dididik dengan pukulan dan teriakan. Dua hal yang tak pernah kami warisi darinya hingga saat ini.

Mama kecil dididik dengan pemaksaan dan ancaman. Dua kata yang tak diterapkan mama saat mendidik kami.

Justru mama sangat membebaskan kami untuk memilih. Dari yang kecil seperti buku cerita sampai yang besar seperti menentukan jurusan kuliah. Mama tak pernah mendikte apalagi marah ketika kami memilih yang beda dari harapannya.

Dari mama saya belajar, tak perlu memaksa anak untuk memastikan masa depan mereka lebih baik dari orangtua. Cukup pastikan anak mandiri agar mereka mampu survive tanpa harus bergantung pada orangtua. Karena pemaksaan tak pernah menjamin kebaikan, tapi pasti mengurangi cinta dan mendatangkan penyesalan.

Mama kecil selalu mendengar omelan atas kesalahan dan kenakalan remeh kanak kanak. Sesuatu yang tak kami dapati darinya.

 Saya ingat pernah tak sengaja membuat kaca meja retak karena saya pukul dengan vas bunga. Mama gemeletuk giginya menahan teriakan marah, ia hanya menatap saya lekat sambil berkata, kan sudah mama bilang nanti pecah!

Mama tak pernah menghujani kami dengan tuntutan apalagi penghakiman berujung hukuman ketika kesalahan kami memang bukan kenakalan berbahaya.

Saya ingat di kelas 2 SMA nilai rapor saya anjlok. Biasa dapat peringkat 1 sejak SD, kali ini saya tak dapat peringkat. Saya sedih, kecewa, marah pada diri sendiri. Sekaligus takut mama marah dan kecewa juga.

Ternyata mama tidak murka sama sekali. Ia hanya berujar datar, kamu yang merasakan sekarang. Belajar itu untuk dirimu sendiri, katanya.

Mama kecil sering mendengar keluhan dan cacian terhadap orang dekatnya, sesuatu yang tak pernah diajarkan mama pada kami anak anaknya.

Meskipun mama dan bapak punya masalah serius hingga akhirnya bercerai, mama tak pernah mengajari  kami membenci bapak.

Bahkan ketika mereka beberapa kali bertemu saat mengunjungi kami, tak ada permusuhan apalagi api pertengkaran. Mereka tertawa seperti dua teman lama.

 Saya sangat bersyukur tak pernah diajarkan membenci ayah kandung saya, meski mungkin ia pernah menyakiti perempuan yang melahirkan saya.

Saya sungguh belajar banyak dari mama. Kelamnya masa kecil tak membuat mama latah menjadikan masa kecil anak-anaknya kelabu.

 Pahit perjuangan hidupnya tak pernah membuat mama melampiaskan amarah pada kami. Ia justru mengajarkan manisnya bersyukur atas semua yang terterjadi.

Mama selalu menjadi magnet kegembiraan dan kehangatan bagi anak cucu dan siapa saja yang mengenalnya. Sehingga rindu akan menghinggapi hati siapapun yang pernah membersamainya.

Mama, dengan segala kekuranganmu, engkau ibu terbaik yang kami miliki. Semoga kami dapat berbakti padamu sepanjang masa. Maafkan jika bakti kami belum sempurna. Semoga Allah mengizinkan kita berkumpul menjadi keluarga di surga, aamiin.
Terimakasih mama tercinta :)

Tantangan hari 10 Melatih Kemandirian


Kemarin hari terakhir liburan kami di Jogja. Sekaligus hari terakhir tantangan kemandirian Nafsa.

Kemarin Nafsa minta BAB saat kami sedang sarapan di hotel. Karena ayahnya yang sudah selesai sarapan, jadi Nafsa minta tolong temani ke toilet boleh ayahnya.
Saya lupa sekali untuk berpesan pada suami tentang latihan istinja mandiri Nafsa.

Saya baru bertanya sore harinya pada si tengah. Ia menjawab jujur bahwa istinja dibantu ayah. Saya mengatakan bahwa lain kali terutama jika di rumah Nafsa tetap harus mencoba melakukan istinja nya sendiri. Ia mengangguk. Saya berharap bisa terus mendampingi Nafsa berlatih kemandirian. Berlanjut pada perilaku lainnya dan dilakukan ajeg dimanapun berada.

#Melatih Kemandirian
#kuliah bunsay
#level2
#Tantangan 10hari

Thursday 14 December 2017

Tantangan hari 9 Melatih Kemandirian

Tantangan hari 9 Melatih Kemandirian

Di hari kesembilan ini Nafsa sudah melakukan istinja sendiri tanpa meminta bantuan saya.
Saat itu saya memang sedang mengurusi adiknya.

Tiba tiba Nafsa mengatakan ingin BAB. Saya lalu mengingatkan bahwa Nafsa pasti bisa hari ini istinja sendiri.

Saya pun memberi Nafsa kesempatan untuk sepenuhnya berada di toilet mengurus keperluannya sendiri. Setelah 8 hari sebelumnya selalu saya tentir.

Maka meskipun saat itu saya bisa saja berhenti sejenak dari si bungsu dan kembali mendampingi si tengah, saya memutuskn untuk tidak melakukannya. Saya memilih menjajal hasil latihan Nafsa.

Alhamdulillah lega rasanya ketika keluar dari kamar mandi Nafsa berbinar binar. Katanya ia sudah istinja sendiri.

Saya pun mengapresiasinya lalu mengkonfirmasi ulang apa yang dia maksud dengan istinja mandirinya. Ternyata persepsi kami sama, ia sudah mampu membasuh dan menyiram hingga bersih bagian duburnya. Semoga kemandirian ini menetap dan menular pada perilaku lainnya. Aamiin.

#level2
#kuliahbunsay
#Melatih Kemandirian

Monday 11 December 2017

FF Kejutan Ulang Tahun Pernikahan-by Yunda Fitrian


Catatan kecil kelas belajar nulis iip perdana

Ff: flash fiction, maksimal 200 kata. Ending berupa twist/ tidak tertebak kejutan bagi pembaca. Sumber mba nani nurhasanah.

Contoh ff karya yunda:

Kejutan Ulang Tahun Pernikahan

Andi bergegas pulang dari kantor. Ini hari ulang tahun pernikahannya. Ia sudah bertekad memberi kejutan dengan mengajak istri tercintanya ke sebuah restoran mewah dekat kantor sang istri.

Sudah sejak tahun pertama menikah, Indah ingin makan di tempat itu. Apa daya belum kesampaian karena isi dompet mereka harus diprioritaskan untuk kebutuhan lain.

Hari ini Andi senang sekali karena bonus dari kantor sudah turun. Meski sebenarnya ada kebutuhan lain, tapi Andi ingin membayar kekhilafannya melupakan hari ulang tahun pernikahan selama 4 kali dengan memberikan kejutan ini.

Ya, Andi memang pelupa. Semua kelupaan Andi sering mengundang kejengkelan Indah. Kecuali kelupaan tentang hari ulang tahun pernikahan. Sebab lupa hari ultah itu tidak sekadar membuat Indah jengkel, tetapi Indah akan sangat sensitif dan ujung ujungnya menangis. Andi paling tidak tahan melihat istrinya menangis.

Sampailah Andi dan Indah ke restoran steak kenamaan itu. Mata Indah berbinar dan senyumnya terus mengembang. Andi sungguh bahagia melihat rona suka cita di wajah istri tercinta. Siapapun yang melihat mereka pasti mengira dua sejoli ini sedang jatuh cinta.

Makan malam hari itu rasanya tak ingin mereka sudahi. Tapi waktu sudah semakin larut. Andi dan Indah teringat buah cinta mereka yang berada di rumah bersama sang pengasuh. Rindu pada Riana sang buah hati mengalahkan keinginan mereka untuk memperpanjang romantisme ulang tahun pernikahan.

Andi meraba saku celananya untuk mengambil dompet. Beberapa detik kemudian wajah bahagia yang sedari tadi terpancar berganti pucat pasi. Andi baru sadar, dompetnya tak ada di saku celana. Ia tak mampu mengingat, dimana terakhir ia meletakkannya..

Tantangan hari 8 Melatih Kemandirian

Tantangan hari 8 Melatih Kemandirian

Kali ini Nafsa BAB saat saya sedang sibuk menyuapi adiknya.

Ia masuk ke toilet diiringi suara motivasi saya tentang tahapan istinja mandiri yang belum dikuasainya.

Saya ingatkan dia untuk menyiram air lebih dulu baru membasuh dubur. Setelah itu cuci tangan sebersih bersihnya.

Saya membiarkan Nafsa sendirian di toilet. Sebab si bungsu sedang lahap lahapnya makan.

Beberapa saat kemudian Nafsa keluar toilet. Saya segera bertanya, "Nafsa sudah istinja?"

Matanya berbinar, bibirnya tersenyum lebar, "sudah bu!" Jawabnya.

Saya kembali bertanya untuk memastikan, "bisa siram dan basuhnya?"

"Kan gantian kayak kata ibu. Aku siram duluan"

"Oh gitu, wah hebat kakak. Tangannya sudah dicuci bersih?".

Ia mengangguk sambil menyodorkan dua telapak tangannya untuk saya cium. Biasa saya lakukan untuk mengecek apakah anak anak sudah pakai sabun.

Saya mencium bau sabun tapi samar. Saya mengapresiasi usaha Nafsa sambil menyuruh cuci tangan sekali lagi supaya lebih harum dan bersih. Ia pun menurut tanpa keluhan.

Lega rasanya. Semoga keterampilan baru inibuka bisa menetap menjadi kebiasaannya. Aamiin.

#kuliah Bunsay
#Melatih Kemandirian
#Tantangan hari 8
#level2






Tantangan hari 7 Melatih Kemandirian

Tantangan hari 7 Melatih Kemandirian

Alhamdulillah hari ini Nafsa bisa belajar istinja lagi.

Awalnya dia minta tolong ayahnya karena saya sedang sholat, rakaat terakhir.

Si kakak kemudian mengingatkan bahwa Nafsa sedang belajar istinja mandiri, tidak boleh minta dibantu ayah.

Selesai sholat saya segera menghampiri Nafsa.  Kembali mententirnya bagian menyiram sambil membasuh.

Memang masih jadi tantangan untuk Nafsa. Setidaknya, semua tahapan lain mulai dari membuka celana hingga memakai kembali sudah ia lakukan sendiri.

Saya mengingatkan kembali untuk mencoba alternatif menyiram dulu baru membasuh.  Sepertinya dia sudah mengerti hanya belum mantap untuk mencoba karena belum terbiasa. Tetap semangat Nafsa :)

#kuliah Bunsay IIP
#Melatih Kemandirian
#Tantangan Hari 7
#level2

Saturday 9 December 2017

MIMPI BOLEH KOMPROMI, ASAL JANGAN MATI-arsip FB Yunda Fitrian

MIMPI BOLEH KOMPROMI, ASAL JANGAN MATI
Menjelang nikah, saya minta wejangan dari ibu seorang sahabat tentang pernikahan.
Ibu paruh baya itu menasihati saya dengan lembut.
Katanya, kelak jika jadi istri banyak banyaklah melapangkan hati.
Menerima kepemimpinan suami dan semua perilakunya dengan sabar.
Jangan membangkang atau egois mementingkan diri sendiri. Itulah kunci rumahtangga bisa bertahan hingga lanjut usia.
Waktu itu saya hanya mengangguk ringan, seolah sudah sangat paham dan siap melaksanakan.
Lalu masa masa itu pun tiba.
Masa dimana mengikuti kepemimpinan suami tak semudah menganggukkan kepala.
Ketika kehendak suami bersimpangan dengan ambisi pribadi.
Tiba masa dimana keputusan yang diambil suami untuk memprioritaskan keutuhan rumahtangga harus menunda, mengubah, bahkan menghapus cita cita istri.
Waktu itu baru beberapa bulan kami menikah, satu persatu impian saya harus kandas.
Berganti dengan skala prioritas baru bernama keutuhan rumahtangga.
Saya tak menyangka, apa yang sudah kami sepakati saat taaruf ternyata harus diubah menjadi opsi baru. Opsi yang sama sekali tidak saya bayangkan.
Saat taaruf saya minta pada calon suami untuk tetap tinggal di Depok. Karena saya masih ingin mengajar di sekolah terminal.
Saya juga minta suami tetap mengizinkan saya mobile ke Tangerang, karena masih ingin rutin ke sekolah almamater untuk mengisi mentoring.
Calon suami saya menyanggupi. Ia tahu, saya telah jatuh cinta pada anak anak di sekolah terminal, juga pada jiwa jiwa muda di sman doeta dan zoetanx (nama smp saya versi alay). Maka saya meminta agar kelak pernikahan tidak memisahkan saya dari mereka.
Namun yang selanjutnya terjadi tidak sesuai rencana.
Baru 2 pekan menikah, saya positif hamil. Lantas sempat flek dan dianjurkan istirahat.
Lalu tiba tiba, suami dapat tawaran menjadi kepala cabang bimbel di daerah tangerang selatan.
Pertimbangan demi pertimbangan berujung pada keputusan suami mengajak saya pindah ke Tangerang. Kembali ke kota kami tercinta.
Dan berarti melepaskan satu cinta lain yang saya genggam selama ini. Yang begitu membuat saya berbinar tiap pagi.
Tapi lalu saya tak banyak argumentasi. Pikir saya, kini ada prioritas baru bernama anak, amanah Allah dalam rahim saya. Dengan pindah domisili, saya masih bisa beraktivitas di ladang lain, sekolah almamater.
Tak dipungkiri saya masih bergumul dengan kerelaan hati. Melepas anak anak yang saya sayangi. Dan saya yakini dengan kurangnya SDM di sana, saya masih sangat dibutuhkan.
Di kala sunyi, seringkali bayangan wajah anak anak dan episode kegembiraan kami di sekolah terminal-yang aslinya bau pesing dan kumuh itu-menari nari di kepala saya.
Mengiris hati dan mengalirkan sungai di pipi.
Saya mencoba berdamai dengan diri sendiri. Memang inilah pernikahan. Ada mimpi yang harus terkubur oleh skala prioritas bernama keutuhan rumahtangga.
Ternyata tak hanya sampai di situ. Mimpi lainnya pun menyusul harus kandas. Mimpi kuliah ilmu syari di sebuah kampus di Jakarta Selatan.
Tadinya saat taaruf suami pun sudah oke dengan rencana satu ini. Tapi kondisi saya yang hamil muda, perdana, dan sempat flek membuat impian ini harus tertunda.
Lagi lagi ada gurat kecewa, tapi saya telan saja.
Bukankah ini pernikahan? Dimana mimpi istri (dan juga suami) harus mau berkompromi demi sebuah prioritas bernama keutuhan rumahtangga.
Tahun demi tahun berlalu.
Berseliweran foto foto teman seangkatan kuliah lagi. Ada yang di dalam dan di luar negeri.
Iri?
Ah, tidak!
Tidak salah lagi..hehehe.
Bukankah harus iri dengan orang orang yang punya kesempatan menuntut ilmu menjelajah negeri? Supaya kelak bisa lebih menebar manfaat dengan ilmunya yang makin tinggi.
Sebenarnya saya sudah bercita cita mau kuliah di Aussie sejak SMP. Sejak membaca tentang Great Barrier Reef. Haha gak nyambung sih sama psikologi. Tapi itu tetap saya patri dalam hati. Apalagi saat s1, saya baru tahu ternyata kampus saya punya program double degree dengan kampus di Aussie. Nah, nyambung kaan. (Apanya dah yang nyambung?!).
Saya pun merayu suami. Berbekal kemampuan bahasa Inggris yang tinggal poles dikit bisa lolos syarat beasiswa. Juga senangnya belajar mandiri baik dari web, buku, workshop, atau kesempatan lainnya.
Saya bilang, kapan kita kuliah di luar negeri? Sesuai mimpi. Karena saya tahu ia pun punya mimpi yang sama.
Lalu apa kata suami? Bertahun tahun jawabannya cuma ini:
“Aku belum bisa ninggalin bisnis di sini”
Dan saya pun mundur lagi. Menyimpan info2 menggiurkan beasiswa di sana sini jauuh di dalam tanah. Bukan dalam hati lagi. Sebab saya tahu bisa jadi 10 tahun lagi pun jawabannya masih sama. Sebab saya sudah mengerti, bisnis ini sudah sangat mendarah daging dalam hidup suami.
Ya sudah, saya kubur saja mimpi kuliah ke luarnegeri rapat rapat supaya tak menghantui.
Saya coba cari inspirasi supaya gak ngambek apalagi mangkel dalam hati.
Saya tatap tiga bidadari. Saya cermati kanan kiri.
Apa iya saya harus ke luar negeri? Masih ada yang harus saya kerjakan di sini. Banyak.
Apa iya saat ini hanya dengan kuliah ke luar negeri saya berhasil menggapai mimpi?
Apa saya sanggup setangguh mereka yang melanglang buana di negeri orang?
Lalu saya jadi malu sendiri.
Kalau Allah belum memberikan jalan menggapai suatu impian, mungkin saya memang hanya perlu memantaskan dan memasrahkan diri.
Bukan mendengki. Atau merutuki hari. Menyesali diri. Atau menyalahkan suami.
Yang perlu dilakukan hanya memantaskan diri melalui ikhtiar dan memasrahkan hati melalui tawakal.
Ikhtiar pun bentuknya macam macam.
Tidak melulu dengan mengejar ambisi. Tapi juga dengan mencari hikmah dan terus berbagi inspirasi.
Tidak berhenti di satu titik lantas mogok dari ikhtiar mencari kebaikan jika titik itu ternyata tak mampu tercapai.
Maka sayapun memohon kepada Allah agar diberikan yang terbaik.
Jalan untuk menjadi manusia bermanfaat dengan cara yang Allah ridhoi.
Cara yang paling tepat untuk seorang Yunda Fitrian dengan segala atribut dan keunikannya.
Tentu tidak harus sama dengan orang lain.
Maka ikhtiar demi ikhtiar saya jalani.
Mimpi demi mimpi saya rajut kembali.
Dengan kompromi, mereka tidak perlu mati.
Sebab setiap perempuan punya potensi yang berjodoh dengan mimpi.
Sekalipun kini prioritas hidupnya adalah sebagai ibu dan istri.
Dengan doa dan sujud mengiringi, saya minta restu orangtua dan suami, anak anak tak terkecuali.
Ada, pasti ada jalan untuk saya mewujudkan mimpi.
Segala puji bagi Allah. Dengan izinNya saya dipertemukan dengan berbagai kesempatan.
Saya diberikan kesehatan dan kekuatan untuk belajar lebih banyak lagi di universitas kehidupan.
Saya damaikan hati dari konflik batin bertema kekecewaan.
Saya bersihkan diri dari kotoran dengki akan jalan kesuksesan orang lain.
Saya akan meraih mimpi dengan keunikan saya sendiri.
Dengan apa yang Allah hadirkan dalam kehidupan sehari hari.
Maka di sinilah saya hari ini.
Menjadi ibu dari 3 bidadari.
Istri dari seorang suami yang baik hati.
Anak dari orangtua yang bijak bestari.
Berjalan tenang merangkai mimpi.
Lewat menuliskan kata dan menggaungkannya menjadi inspirasi.
Lewat meluangkan waktu bermain dengan anak tetangga dan anak sendiri.
Melalui kesediaan untuk terus belajar di sana sini.
Menjadi tempat bercerita bagi sesama perempuan yang ingin mencari solusi.
Berbagi apa yang Allah sempat titipkan sehari hari.
Mencoba bermanfaat dengan hal hal sederhana yang ada di depan mata sendiri.
Dengan semua itu, saya merasa hidup kembali.
Tentu saya belum selesai merajut mimpi, tapi setidaknya saya merasa damai dalam diri.
Siap melanjutkan hari dengan lebih baik lagi.
Untuk sampai di sini saya tidak melakukannya seorang diri.
Melainkan dengan dukungan seorang lelaki yang telah berjanji di hadapan langit dan bumi.
Akan menjadi pemimpin yang bersinergi.
Yang bukan hanya sibuk di luar lalu lupa anak istri.
Bukan hebat di muka publik tapi tak dicintai dalam rumah sendiri.
Dalam pernikahan, kepemimpinan suami berarti menjaga prioritas bernama keutuhan rumahtangga. Dengan tetap memberikan istri ruang untuk mengasah potensi.
Jika kepemimpinan itu lantas mengerdilkan potensi istri, akankah lahir dari rahimnya anak anak yang berani bermimpi?
Sebab tiap anak dalam diam mengamati ibu dan ayahnya sehari hari. Mereka tumbuh sebagaimana orangtua mencontohkan diri.
Jangan sampai seorang ibu atau istri dibiarkan stres sendiri. Potensinya layu, mukanya kuyu.
Dia yang dulu dipilih jadi istri karena kecerdasannya, kini dibiarkan merana karena sibuk dengan urusan rumahtangga. Tidak punya waktu buat diri sendiri apalagi mimpi mimpi.
Ah tapi kebanyakan lelaki hanya paham bahasa langsung alias kalimat denotasi yak..jadi saya langsung saja kasih contoh kongkret deh.
Sederhananya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan suami jika ingin istri tetap sehat jiwa raga semangat menggapai mimpi:
-Mau bantu istri menyederhanakan tugas domestik. Sebab sungguh ini menyita energi. Caranya beragam bisa dengan memberikan istri asisten rumahtangga, menggunakan teknologi seperti mesin cuci, dll yang mempersingkat waktu dalam pekerjaan domestik. Tak lupa suami bersedia berbagi pekerjaan rumahtangga seperti cuci piring, cebokin anak angkat jemuran.
Luar biasa hebat suami seperti ini. Tidak akan berkurang kemuliaan seorang suami ketika turun tangan membantu pekerjaan istri. Justru makin mulia, bahkan bonus makin disayang istri. Siapaa yang setujuu?
-Beri istri kesempatan menyendiri untuk merefresh hati. Bahasa kekiniannya me time. Jangan sampai urusan anak beres, istri baru mau santai, eh giliran anak mertua yang mengganggu..hehe.
Me time bukan cuma waktu santai sendiri dalam rumah, bisa juga dengan mengizinkan istri keluar rumah sendiri atau diantar, buat sekadar ketemu teman, ikut pengajian, arisan, atau jalan ke tempat favoritnya. Gimana buibu, setujuu?
-Beliin istri buku bergizi dan bayarin ikut seminar yang bagus! Bahasa singkatnya, investasi leher ke atas. Bukan cuma memanjakan dengan perhiasan fisik, tapi isi jiwa istri dengan nutrisi inspirasi.
Istri yang sehat jiwa akan menularkan kebahagiaan pada anak dan suami kok..jadi semua akan kembali ke keluarga sendiri. Bukan untuk kesenangan pribadi.
-ungkapkan penghargaan dan cinta setiap hari. Apa susahnya bilang terimakasih sayang sudah jaga anak hari ini, terimakasih sudah masak..Tak ketinggalan ajak istri diskusi yang berbobot. Apa impiannya, apa yang bisa dilakukan agar hidup terasa bermakna.
Susah, gengsi, canggung? Keluar dari zona nyaman memang tidak mudah. Tapi itulah yang membuat kualitas hidup meningkat.
Terus buat para istri yang suaminya jauh dari mau melakukan hal hal begini, gimana?
Ya tentu butuh waktu dan perjuangan tersendiri memang.
Mungkin dengan kondisi begitu, justru istri menjadi tangguh dan teruji.
Tetap berikhtiar dan tawakal. Sebab segala sesuatu ada ukurannya di sisi Allah. Sebagai hamba, tugas kita adalah berbaik sangka padaNya senantiasa.
Memberikan yang terbaik pada tiap kesempatan yang Dia tawarkan. Mencari hikmah dari semua keadaan.
Semoga ridho Allah mampu kita raih, dalam apapun peran yang dijalani dalam hidup ini.
Selamat melanjutkan mimpi, wahai para istri 
Semangat mendukung istri, wahai para suami

Tantangan hari 6 Melatih Kemandirian

Tantangan hari 6 Melatih Kemandirian

Akhirnya pagi ini Nafsa bisa latihan istinja betulan alias BAB beneran.
Saya masih mententirnya bagian basuh sambil siram dubur.

 Awalnya ia menolak melakukan sendiri, mengajukan opsi saya yang menyiram.
Namun saya tipe emak yang tega kalau sedang melatih anak mandiri. Apalagi untuk sesuatu yang sudah sesuai tahap perkembangannya.


Jadi saya bilang pada Nafsa bahwa ia bisa melakukannya sendiri, setidaknya coba dulu.
Nafsa mencoba dan masih kesulitan. Baiklah, saya kembali memegang tangan kanannya sambil menggerakkan tangan itu menciduk air dan menyiram.

Selebihnya untuk cuci tangan dan pakai celana sudah lancar dilakukan sendiri.
Baiklah, tahap menyiram sambil membasuh ini masih jadi tantangan yang harus ditaklukkan. Semangat :)

Friday 8 December 2017

Tantangan 5 hari Melatih Kemandirian

Tantangan hari 5 Melatih Kemandirian

Hari ini Nafsa belum BAB lagi. Tetapi menjelang ia mandi, saya dapat ide. Hmm bagaimana kalau saat mandi saja saya ajari dia istinja? Jadi tidak perlu menunggu ia BAB betulan. Rasanya geli geli kocak memikirkan ada emak emak yang sangat menunggu nunggu anak BAB, hehe.

Maka saat Nafsa selesai sabunan, saya pun mengajaknya berlatih istinja. Nafsa manut daan segera saya apresiasi.

Saya mengingatkan latihan sebelumnya bahwa kita tinggal belajar membasuh sambil menyiram dubur. Nafsa mengambil seciduk air di gayung dengan tangan kanan. Kemudian membasuh duburnya dengan tangan kiri.

Ia sudah bisa, hanya masih sulit menyiramkan air karena terbiasa melakukan dengan tangan kiri.

Saya memberinya semangat sambil berkata bahwa ia sudah bisa menyiram dengan baik. Saya menyarankan agar Nafsa mengambil air lebih sedikit agar gayung tidak terlalu berat sehingga mudah menyiram.

Selain itu saya juga memberi tips lain yaitu jika menyiram dan membasuh sekaligus masih terasa sulit, ia dapat menyiram lebih dulu baru membasuh. Jadi keduanya dilakukan bergantian.
Begitulah kisah hari ini. Semoga Nafsa makin mandiri dalam istinja.

#kuliah Bunsay
#Melatih Kemandirian
#level2

Thursday 7 December 2017

Tantangan hari 4 Melatih Kemandirian

Tantangan hari 4 Melatih Kemandirian

Sore itu Nafsa kembali berkata ingin BAB. Baiklah saya memang sudah menunggu supaya bisa melatih istinja mandirinya kembali.

Segera saya briefing ulang. Saya katakan kemarin Nafsa sudah bisa istinja sendiri, tinggal memegang gayung sambil membasuh dubur bersamaan.

Nafsa merespon dengan jawaban, “ceboknya pake tangan kiri kan bu? Kalau makan pakai tangan kanan!”
Alhamdulillah dia sudah ingat posisi tangan yang saya latihkan. Saya pun memujinya.

 Saya ingatkan untuk memegang gayung dg tangan kanan.
Saya memegangi tangan kanannya dan menggerakkan tangan kanan Nafsa untuk menciduk air serta menyiram dubur.

 “Nah begini Naf. Besok Nafsa ambil sendiri airnya sedikit biar ga berat, siram. Terus ambil lagi siram lagi kayak gini ya. Ibu gak pegangin lagi" kata saya sambil menyiramkan air ke dubur.

Tangan kiri Nafsa sudah bisa membasuh duburnya. Lalu saya ingatkan kembali untuk cuci tangan dengan sabun.

Latihan hari ini selesai. Semoga besok bisa berjalan lancar.

#kuliahBunsayIIP
#tantangan10hari
#Level2
#Melatihkemandirian

Tuesday 5 December 2017

Tantangan hari 3 Melatih Kemandirian Anak

Tantangan hari 3 Melatih Kemandirian Anak

Hari ini kali ketiga Nafsa saya latih istinja sendiri. Ketika ia berkata ingin BAB, saya kembali mengingatkan untuk berlatih istinja mandiri.

Karena kemarin PRnya adalah menyiram dubur sekaligus membasuh sendiri, maka hari ini pun tugas tersebut yang saya dampingi dan latihkan.

Saya memberi instruksi sambil mengamati dari pintu kamar mandi. Awalnya saya pikir ia akan kesulitan menyiram sambil membasuh karena ukuran gayung yang terlalu besar untuk genggaman tangannya.

Karena itu saya sediakan gayung kecil untuk Nafsa. Lantas saya amati kembali.
Saya lihat ia bisa melakukan keduanya bersamaan, menyiram sambil membasuh dubur.

Tapi ketika saya amati lebih jelas, ternyata karena kidal, Nafsa membasuh dubur dengan tangan kanan, sementara tangan kiri memegang gayung untuk menyiram.
Saya lalu mengingatkan bahwa istinja dilakukan dengan tangan kiri.

Memang selama ini saya sudah sering melatihnya makan dengan tangan kanan. Saya jelaskan bahwa itu contoh dari Rasulullah dan yang mengikuti beliau akan bertemu dengannya di surga. Namun saya belum jelaskan bahwa istinja dilakukan dengan tangan kiri.

Setelah saya minta ganti tangan, Nafsa terlihat kesulitan tapi tetap berusaha.
Belum selesai proses istinja, si bungsu merengek minta keluar kamar. Saya pun meninggalkan Nafsa dengan berpesan untuk mencui tangan yang bersih.

Tak lama kemudian, Nafsa menyusul saya keluar kamar. saya bertanya apakah ia sudahmencuci tangan. Dengan mantap dan lantang ia menjawab sudah. Lalu saya mengulang pertanyaan untuk meyakinkan. Dengan ekspresi sedikit geregetan ia berkata, “udah Bu, Ibu kan tadi gak lihat!”’

Baiklah..PR saya berikutnya, memastikan Nafsa konsisten menggunakan tangan kiri untuk membasuh dan tangan kanan untuk menyiram duburnya.
Semoga makin lancar :)

Sunday 3 December 2017

Tantangan hari 2 Melatih Kemandirian Anak

Tantangan 10 Hari Latihan Kemandirian

Hari Ahad ini adalah hari kedua latihan kami.

Hari ini Nafsa BAB ketika sedang menyusui si bungsu. Tepat sekali dengan awal tujuan mengapa saya memilih skill istinja untuk dilatihkan: beberapa kali saya tidak bisa standby untuk istinja Nafsa karena sedang menyusui.

Akhirnya saya minta bantuan si sulung menjadi asisten. Sebelumnya ia sudah dibriefing tentang latihan kemandirian si tengah.

Saya baru ingat, belum menurunkan tempat sabun agar bisa dijangkau Nafsa. Jadi saya minta si sulung mengambilkan sabun dan mengawasi adiknya istinja.

Dari kasur saya mendengarkan episode latihan itu. Saya dengar si kakak memberikan instruksi pada Nafsa.

Si kakak melaporkan bahwa Nafsa masih belum bisa membasuh sambil menyiram duburnya. Selebihnya Alhamdulillah lancar. Saya berterima kasih pada keduanya karena mau saling menolong.

Sore Hari Nafsa BAB Lagi. Giliran saya kembali melatih langsung. Saya segera membuat tempat sabun dadakan agar  Nafsa bisa mengambil sabun sendiri.
Ketika ia hendak istinja, saya perlihatkan tempat sabun yang baru untuknya.

 Ia lantas membasuh tangan dengan sabun lalu dengan panduan saya mulai membersihkan duburnya. Seperti sebelumnya, meminta saya menyiramkan air sambil ia istinja.

Sambil menyiram, saya beri Nafsa petunjuk untuk melakukan sendiri esok hari. Saya katakan, tangan membersihkan, tangan kanan menyiram dengan gayung.

Proses istinja selesai, saya ajari ia mencuci tangan dengan benar. Saya amati dan pandu untuk membersihkan tangan dengan sabun sampai ke sela jari lalu memastikan bekas sabun sudah hilang.

Begitulah. Tugas saya hari berikutnya berarti memastikan Nafsa bisa menyiram sendiri saat istinja.
Bersambung :)

#KuliahBunsayIIP
#Melatih Kemandirian
#Level2
#Tantangan 10 hari

Tantangan hari 1 Melatih Kemandirian Anak

Tantangan Kemandirian 10 Hari

Jumat lalu kelas Bunda Sayang kembali bertemu. Kali ini kami berkumpul di Sanggar Kemuning Mbak Ventri di bilangan Kampung Sawah.

Alhamdulillah pertemuan berlangsung hangat meski di akhir acara kami sempat pindah dari kebun ke selasar karena hujan angin ringan.

Setelah mereview materi 1 dan menutupnya dengan aliran rasa masing-masing, Mbak Nani memimpin diskusi tentang materi 2 yaitu Melatih Kemandirian Anak. Kami diminta mengucapkan 1 kata yang terpikir ketika mendengar kata mandiri. Kami juga berdiskusi mengapa harus melatih kemandirian anak.

Kesimpulannya, kami sepakat bahwa melatih kemandirian anak sangat penting. Sebagai orangtua kami tidak akan hidup selamanya untuk melayani anak. Sebagai individu, anak perlu kemandirian sebagai keterampilan untuk survive dalam hidup.

Kami lalu diminta untuk menuliskan pengalaman proses melatih kemandirian anak yang sudah tercapai sejauh ini.

Tulisan dirinci menjadi tugas, usia, dan bagaimana cara melatih kemandirian tugas tersebut.
Tulisan kami dikumpulkan di papan tulis lantas kami diberikan waktu untuk membaca seluruh pengalaman tersebut. Kami diharapkan dapat mencari inspirasi untuk tantangan 10 hari berikutnya.

Kali ini tantangan 10 harinya adalah melatih kemandirian anak. Cara mengerjakannya, kami harus memilih 1 anak dan 1 skill kemandirian yang akan dilatihkan. Tantangan dilakukan 1 bulan ini, tiap skill dapat dilatih selama 1 pekan. Jadi total ada 4 skill yang dilatih selama 1 bulan.
Untuk tantangan 10 hari berarti kami akan melaporkan 2 skill.

Malam harinya, saya berdiskusi dengan si sulung dan si tengah. Saya tanya menurut mereka mandiri itu apa dan pentingnya apa untuk mereka.
Awalnya si tengah tak paham, tapi setelah si sulung menjawab, ia dapat menjawab benar dengan bahasanya sendiri.

Kata si sulung, mandiri itu mampu mengerjakan semua sendiri, penting karena ibu tidak mungkin bantu semuanya terus menerus. Si tengah berkata mandiri itu gak dibantu ibu, penting karena kita udah gede.

Saya pun mengapresiasi jawaban mereka sambil mengkonfirmasi bahwa mandiri artinya mengerjakan sendiri apa yang sudah bisa dilakukan. Penting karena usia mereka sudah besar, tidak bisa bergantung terus pada ibu. Saya tambahkan pula pertanyaan mereka lebih senang bisa sendiri atau dibantu terus? Alhamdulillah mereka menjawab lebih suka bisa sendiri.

Saya beritahu targetnya bahwa pekan ini untuk kakak saya akan melatih kemandirian membereskan mainan. Sementara si tengah kemandirian untuk istinja (cebok usai BAB) sendiri.

Dalam tantangan kali ini saya memilih melaporkan perkembangan si tengah.
Hari Sabtu lalu adalah hari pertama latihan kami. Ketika si tengah mulai mau BAB, biasanya ia minta bukakan celana.

 Nah, kali itu saya kembali jelaskan hari ini kita mulai latihan, jadi Nafsa buka celana sendiri.
Ia pun menurut dan mulai buka celana sendiri.

Ketika mau instinja, saya lupa sabun masih dalam posisi tinggi tidak terjangkau oleh Nafsa. Saya pun mengambilkannya. Lalu mulai proses istinja sambil mententir Nafsa.

“Gini ya Kak besok kalau mulai mau cebok sendiri. Ini sabunnya dibasuh dulu ke tangan. Terus tangn kiri usap bagian pantat tempat bekas BAB. Sambil diguyur pakai tangan kanan. Kalau terasa sudah bersih, cuci dua tangan pakai sabun. Bilas deh"
Saya ucapkan semua sambil melakukan proses istinja. Saya lihat ia menyimak dengan baik.

Selesai istinja saya minta ia memakai celana sendiri. Biasanya ia suka minta dipakaikan. Alhamdulillah Nafsa berhasil mengenakan celananya sendiri.

Latihan hari pertama selesai. Tugas saya berikutnya adalah meletakkan sabun pada tempat yang terjangkau oleh Nafsa.
Bersambung :)

#KuliahBunsayIIP
#Melatih Kemandirian
#Level2
#Tantangan 10 hari