berbagi inspirasi : 2019

Sunday 15 December 2019

Telur-telur Kebahagiaan


Akhirnya kelas Bunda Cekatan yang saya tunggu selama ini tiba :) Eh Alhamdulillah ya, pas jadwal buncek pas dikasih hamil anak keempat sama Allah :D Pas juga dengan sekumpulan agenda pribadi lain yang sedang digarap. Jadilah ini beneran latihan cekatan :D

Bismillah, semoga Allah beri yang terbaik. Usaha tetep, proses dijalani dan biarkan Allah yang menentukan hasilnya.


Alhamdulillah sempat menyimak video Bu Septi dan mendapatkan pengajaran lagi. Intinya yang saya tangkap tentang memerdekakan diri untuk belajar apa yang membahagiakan sekaligus meningkatkan kualitas diri dan keluarga. Tentu dalam perjalanan ada banyak hal tidak ideal yang menantang, tapi selama kita memutuskan untuk menjalaninya dengan bahagia, insya Allah semua bisa terlaksana.

Terkait pesan tersebut, peserta buncek diberi tugas perdana berupa pengisian kuadran akitivitas.

Berikut saya lampirkan gambar yang diberikan untuk diisi




Isinya hasil observasi dan refleksi diri. Alhamdulillah saya tidak terlalu kesulitan mengisi telur telur bisa dan suka, karena sejak SMA merasa sudah tahu betul apa passion saya. Hanya saja dalam perjalanan berperan sebagai ibu, memang perlu banyak penyesuaian untuk menekuni passion ini.


Alhamdulillah lagi, saat ini saya sudah on track dalam merenda karir sesuai passion. Meski menjalani dari rumah dan dengan segala keterbatasan, dukungan suami dan anak atas izin Allah telah mengantarkan saya berkarya di bidang yang saya sukai. InsyaAllah saya sudah menemukan jalan itu dan akan terus belajar serta meningkatkan jam terbang di bidang tersebut.

Hal yang masih menjadi tantangan bagi saya adalah menjalani hal yang tidak bisa dan tidak suka padahal itu dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai ibu. Misalnya, masak serta dandan.


Seringkali saya keasyikan dengan hal yang  saya suka (nulis, baca, main sama anak) dan jadi males, lalai untuk memenuhi tugas masak dan tampil cantik.

Jadilah kerjaan saya beli masakan tetangga. Soal dandan dan perawatan, nggak pernah ada yang Istiqomah.

Terkadang merasa bersalah karena tidak bisa menyajikan masakan yang terjamin kesehatannya karena beli melulu. Begitu juga dengan urusan dandan plus perawatan. Kadang pengen tampil kinclong di hadapan suami tapi ya kemampuan make up dan motivasinya segitu gitu aja :D

Satu lagi tantangan terbesar lainnya adalah manajemen keuangan. Duh, saya tuh belum berhasil mengalahkan malas dan lalai dalam mencatat pengeluaran. Alhamdulillah kalo soal hemat, kami sekeluarga memang gak konsumtif amat sama belanja yang nggak penting. Tapi kalo jajan makanan itu, masih pe-er..doyan banget emang.


Hehehe, jadi curhat.
Semoga di kelas buncek ini saya menemukan jalan untuk mengalahkan malas dan lalai dalam hal hal tersebut serta bisa meningkatkan kualitas diri lebih baik lagi. Aamiin.

#janganlupabahagia
#jurnalminggu1
#materi1
#kelastelurtelur
#bundacekatan1
#institutibuprofesional


Monday 9 December 2019

Burn out Mom

On fire boleh, burn out jangan 🌟πŸ”₯


Mak, pernahkah kita merasa begitu lelah saat terjaga di pagi hari?
.
Merasa tak sanggup bahkan hanya untuk memikirkan apa lagi yang harus dikerjakan hari ini.
.
Menjadi begitu mudah marah karena kesalahan kecil yang dilakukan bocah tak berdosa.
.
Merasa sudah melakukan semuanya tapi tak pernah cukup baik, tak ada yang menghargai.
.
Kalau pernah, itulah saat kita diserang burn out.
.
Burn out awalnya adalah istilah psikologi organisasi untuk pekerja yang mengalami kelelahan fisik, emosional, dan mental karena tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi namun minim apresiasi.
.
Melihat definisinya, ternyata burn out tak hanya bisa dialami para pekerja. Namun juga para ibu baik yang berada di rumah maupun bekerja di luar rumah.
.
Banyak ibu yang kelelahan lahir batin karena status sebagai ibu tidak mengenal jam istirahat, cuti, apalagi resignπŸ˜… Tidak pula mengenal gajian, bonus tahunan, apalagi THRπŸ˜‹ (tapi insya Allah balasannya surga 😍aamiin).
.

Sejak bangun tidur hingga tidur lagi, ibu melakukan berbagai pekerjaan yang tak ada habisnya.
.
Ketika pekerjaan itu tak mendapatkan apresiasi, tak ada yang menghargai, berulang terus disertai tuntutan yang semakin tinggi, sang ibu pun mengalami burn out.
.

Di era digital ini, burn out bisa dipicu juga oleh berbagai postingan sesama emak di timeline. Melihat anak orang lebih montok, lebih pintar, lebih manis perilakunya, membuat sebagian emak merasa dirinya tidak cukup baik.
.
Apalagi kalau melihat sesama emak lebih berprestasi, suaminya lebih romantis, hidup orang lain seolah sempurna.
.
Emak pun mulai membanding-bandingkan diri. Makin lelah lahir batin rasanya.
.
Sesekali merasa lelah, sedih, tertekan, adalah hal yang wajar.
.
Menjadi tidak wajar ketika perasaan itu terus menerus ada sehingga membuat kualitas hidup menurun. Emak terjebak dalam lelah berkepanjangan tanpa bisa bergerak untuk membuat perubahan.
.
Berikut ini beberapa tips mengatasi Burn Out:

πŸ–️ jeda sesaat dari rutinitas. Cukupi kebutuhan raga dan jiwa untuk beristirahat sejenak.
πŸ–️ Heningkan diri sesaat dalam sugesti, zikir,  maupun doa
πŸ–️ keluar rumah ikut kegiatan positif, pergi ke tempat favorit
πŸ–️lakukan hobi dan temukan mood booster kecil kecilan setiap hari, sesederhana menghirup udara subuh atau minum teh manis hangat.
πŸ–️ delegasikan tugas atau berbagi peran
πŸ–️bertemu teman atau berbincang dengan sosok yang positif
.

Menjadi ibu memang tidak mudah, sebab balasannya adalah surga. Sesekali merasa sedih, kecewa, marah, dan lelah karena menganggap diri belum bisa menjalankan peran ibu dengan baik, adalah hal yang wajar.
.
Segeralah bergerak dan beri nutrisi jiwa agar semua perasaan negatif tak berlarut-larut menyedot semua energi positif dalam diri ibu. Berlarilah kepada Tuhan yang selalu ada untuk menjaga hambaNya sepanjang waktu.
.
Wallahua'lambishshawab.
.
Yunda Fitrian

Monday 14 October 2019

Trauma Healing



Trauma Healing

"Aduh, aku trauma deh belanja di XYZ antrenya puanjaaang banget!"

"Anakku trauma main sama Si JKL, soalnya dia tuh pernah mukul anakku!"

Kata trauma sering kita sertakan dalam percakapan sehari-hari. Tapi, apakah kita sudah memahami apa sih trauma itu sebenarnya?


Tulisan singkat ini adalah sedikit rangkuman (karena aslinya banyak banget yang perlu dirangkum :D)  dari dua hari workshop trauma healing yang saya ikuti beberapa bulan lalu.



Apa itu trauma?


Trauma adalah respon emosi saat peristiwa negatif berlebihan.


Peristiwa negatif berlebihan adalah kondisi yang membuat tubuh, pikiran, perasaan, tidak nyaman hingga menimbulkan perasaan tidak berdaya. Semua ini sifatnya subyektif, tergantung persepsi orang yang mengalami.


Tanda dan gejala trauma adalah sebagai berikut:


-terlalu banyak perasaan atau justru sedikit, tak berperasaan
-putus asa, merasa tak tertolong
-tak berharga
-malu, takut
-marah, dendam
-duka, sedih
-cemas, serangan panik



Kemampuan bina hubungan:
-sukar percaya
-sukar menjalani hubungan
-mengalami masalah seksual
-takut terhadap orang lain
-terkucil dan menarik diri
-tak menyadari berada dalam situasi bahaya
-tak tahu bagaimana memberi dan menerima dalam hubungan
-berulangkali mencari seseorang untuk melindunginya


Tubuh:
-ingatan tubuh dan kembali mengalami atau menginderai
-sukar tidur termasuk mimpi buruk
-Keluhan fisik seperti sakit kepala, muntah, nyeri lambung, nyeri otot, keluhan pencernaan
-kelelahan fisik


Pikiran:
-perhatian berlebihan pada situasi tertentu
-sulit konsentrasi
-bingung
-hilang ingatan


Perilaku:
-mencelakai diri sendiri
-terlibat dalam perilaku adiksi
-mencari hubungan seksual atau menghindarinya
-memanfaatkan dan melecehkan bahkan melakukan kekerasan terhadap orang lain


Banyak trauma berasal dari 5 tahun pertama kehidupan. Sebab saat itu manusia berada dalam fase kanak-kanak yang masih sangat terbatas kemampuannya dalam mengelola pikiran, perasaan, dan gerakan.


Jika memori traumatik terus membayangi hingga mengganggu kehidupan sosial setidaknya selama 2 bulan berturut-turut, membuat kita berniat mengakhiri hidup atau menyakiti orang lain, maka kita perlu mencari bantuan profesional untuk mengatasinya.


Dampak Trauma


Pak Asep Haerul Gani, narasumber workshop yang saya ikuti, dengan berkelakar mengatakan bahwa semua orang di ruangan ini korban trauma dan kita masih hidup sampai hari ini, baik-baik saja. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan dari trauma. Manusia punya kemampuan alamiah untuk sembuh dari trauma.


Namun yang perlu diwaspadai dari trauma adalah potensi perilaku maladaptif yang akan keluar ketika terpicu stimulus yang mirip dengan kejadian di masa lalu.


Misal, XYZ pernah mengalami bencana tsunami. Pada peristiwa tersebut, kedua orangtuanya menjadi korban.


Sampai saat ini , XYZ masih merasa gemetar, kepala pusing, keringat dingin ketika mendengar kata bencana dan tsunami. Hal ini membuat kondisinya terkadang tidak stabil.


Atau seorang istri yang pernah mengalami pelecehan seksual di masa kanak-kanak, tidak mau melayani suami karena memori traumatik yang menghantuinya.


Karena itulah, trauma perlu ditangani dengan tepat.


Bagaimana menyembuhkan trauma?


Saya ingin menekankan bahwa kesembuhan itu berasal dari Allah semata. Apa yang kita lakukan adalah semata ikhtiar, yang hasilnya menjadi kewenangan Allah.



Tema penyembuhan trauma adalah seputar merespon aspek Thinking, Feeling, Acting, dan Need yang terjadi saat seseorang mengalami peristiwa traumatik.


Penjelasannya sebagai berikut.


Thinking: mengalirkan apa yang kita pikirkan saat peristiwa itu terjadi.

Feeling: mengungkapkan apa yang kita rasakan saat peristiwa terjadi.

Acting: menyatakan yang ingin dilakukan saat peristiwa itu terjadi.

Need: menyampaikan apa yang dibutuhkan saat peristiwa itu terjadi.

Keempat hal inilah yang perlu dialirkan jika ingin menyembuhkan peristiwa traumatik.

Teknik trauma healing banyak, namun pada intinya adalah mengalirkan semua aspek di atas dalam bentuk cerita lisan, menggambar, psikodrama/bermain peran, menulis, atau mengimajinasikan kembali memori traumatik bagai menonton film dalam kepala kita.


Demikian rangkuman singkat workshop trauma healing yang pernah saya ikuti. Semoga bermanfaat ;)

Thursday 29 August 2019

Variasi dan Jeda agar Ibu Tetap Berdaya (Sesi Tanya Jawab KUNCI)

Variasi dan Jeda agar Ibu Tetap Berdaya




.



Ada beberapa pertanyaan bagus selama acara KUNCI 10 Agustus lalu. Tapi yang paling berkesan bagi saya adalah pertanyaan dari seorang teman, yang merupakan ibu dari 2 anak.




.




Bunyinya kurang lebih begini:



.




"Bu, kenapa ya saya merasa lebih mampu sabar menghadapi anak, ketika dalam sepekan ada satu atau dua aktivitas di luar rumah? Meskipun aktivitas itu melelahkan, saya akan pulang ke rumah dengan lebih sabar, seperti apapun perilaku anak saya.




.




Sementara jika saya sedang terus menerus hanya beraktivitas di rumah, saya cenderung cepat emosi, sulit sabar menghadapi anak. Padahal saya ingin terus menerus bisa ada di rumah untuk mengasuh anak saya"



.



Jawaban Bu Mun membuat saya terharu dan makin melihat kebijaksanaan dalam diri beliau.




.




Bu Mun menceritakan pengalamannya sebagai ibu rumah tangga penuh waktu. Hampir seluruh waktunya beliau habiskan di rumah bersama anak-anak. Beliau baru berkarir di luar rumah setelah anak terakhir berusia 5 tahun. Beliau paham betul bagaimana kehidupan seorang ibu rumah tangga.




.




Bu Mun sependapat, berada di rumah sepanjang waktu, melakukan rutinitas pekerjaan domestik dan mengasuh anak sejak bangun tidur hingga tidur lagi, terkadang membuat diri dihinggapi kejenuhan.




.




Kejenuhan inilah yang memicu emosi menjadi tidak stabil.




.




Bu Mun mencontohkan refleksi diri beliau ketika mengasuh anak dalam kondisi kuliah S1 dan lanjut S2 di luar negeri. Beliau melahirkan, menyusui, menyelesaikan tugas rumah tangga tanpa seorangpun yang membantu kecuali suami. Semua kegiatan kuliah diatur sedemikian rupa agar urusan keluarga tetap menjadi prioritas.




.


Menurut beliau, saat mengerjakan pekerjaan domestik seolah tidak ada selesainya, tidak kelihatan hasilnya.




.



Misalnya memasak. Begitu selesai masak, dimakan, habis. Lalu masak lagi, dimakan, habis lagi. Tidak ada bekasnya.




.




Begitu pula mencuci, menyetrika, beberes rumah. Kalau sudah beres, pasti ada pengulangan pekerjaan lagi dan lagi. Tak terasa waktu sudah beranjak malam kembali, tapi pekerjaan itu tak habis-habis. Besok dan besoknya, sama. Ada lagi, ada lagi.




.



Beda halnya ketika waktu digunakan untuk mengerjakan tugas kuliah, misalnya. Dalam dua jam kita selesai satu bab, jelas kelihatan hasilnya. Orang pun seolah lebih menghargai karena terlihat nyata hasilnya.





.






Oleh karena itu, menurut Bu Mun, seorang ibu perlu VARIASI dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terus menerus tenggelam dalam tugas domestik. Melainkan punya waktu sesekali untuk keluar rumah, melakukan kegiatan yang bermanfaat dan tidak monoton.




.



Dalam pengalaman Bu Mun, variasi ketika beliau menjadi ibu rumah tangga beranak balita 4 adalah kegiatan beliau membina keIslaman di sekitar rumah. Ini beliau lakukan dengan istiqomah, baik saat berada di luar negeri apalagi saat pulang ke Indonesia.




.


Sambil mengasuh 3 balita,
 dan 1 anak yang sudah masuk TK, Bu Mun menawarkan diri ke tetangga-tetangga belajar baca Al-Quran secara privat, lalu membentuk kelompok pengajian ibu-ibu di sekitar rumah. Beliau juga  mengontrak rumah dekat tempat tinggal mendirikan Diniyah Bina Insaniyah untuk mengajarkan tambahan pelajaran agama bagi anak-anak SD.



.


Saat di luar negeripun demikian. Meskipun harus naik turun angkutan umum, membawa 4 anak kecil dan 1 bayi, beliau giat mengisi kajian keislaman untuk kalangan Muslimah Jepang, Pakistan, Bangladesh, Mesir, dll. Beliau senang melakukannya sebab menjadi aktivitas yang memberi warna tersendiri dalam kehidupan beliau sebagai ibu rumah tangga.




.



Beliau juga selalu meluangkan waktu membawa anak-anak ke taman untuk membuat mereka sibuk bermain bebas. Membawa anak anak-anak ke perpustakaan atau toko buku sehingga tak heran menjadi pecinta buku. Saat anak-anak anteng dengan kegiatan mereka, Bu Mun bisa membaca buku, tilawah, untuk memberi santapan jiwa.




.



Bu Mun menyarankan para ibu untuk menekuni hobi dan berjejaring dalam komunitas yang memberdayakan. Saat ini untuk mengikuti berbagai k

egiatan positif kita sudah dibantu oleh teknologi digital sehingga lebih mudah, tidak perlu sering meninggalkan rumah.




.



Semua variasi itu adalah usaha untuk mengusir kejenuhan agar ibu bisa tetap optimal menjalankan perannya di rumah.




.


Pernah suatu ketika, Bu Mun ditelepon oleh sesama Muslimah di Jepang. Ibu tersebut menangis minta nasihat. Ia mengaku benar-benar merasa sudah tidak bisa sabar menghadapi tiga anak yang rewel padahal ada segunung pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya.



.



Apa jawaban Bu Mun? Beliau tidak mengeluarkan nasihat, tidak menyitir ayat, melainkan menyuruh ibu tersebut keluar rumah saat itu juga, membawa semua anaknya.



.



Ibu tersebut awalnya heran. Mengingat di luar rumah salju sedang turun. Membayangkan betapa repotnya keluar rumah membawa semua anaknya saat itu. Sementara di rumah cucian menumpuk demikian pula peralatan makan yang kotor, juga rumah yang berantakan.



.



Tapi Bu Mun terus menerus mengulangi saran itu hingga menekankan untuk dilakukan saat itu juga. Sang ibu menyerah dan mulai berubah pikiran. Ia mengajak semua anaknya keluar rumah dengan kostum lengkap yang melindungi dari dingin salju.



.



Beberapa saat setelah berada di luar, anak-anaknya puas bermain. Sang ibu pun merasa tenang karena dapat menghirup udara segar dan menyaksikan tiga anaknya bergembira.


.



Mereka pulang setelah ketiga anaknya puas bermain. Sampai di rumah ketiganya tidur pulas dan sang ibu bisa menyelesaikan segunung pekerjaannya dengan hati yang ringan.  Sang ibu menelepon Bu Mun dengan ceria, menyampaikan terimakasih atas  saran Bu Mun.  Alhamdulillah Allah berikan kembali semangat sang ibu menjalankan perannya sebagai manajer rumah tangga.



.



Begitulah, betapa sebuah jeda dan variasi sangat dibutuhkan dalam keseharian seorang ibu.




.


Saya pun menghela napas.





.


Jadi, saat diri mulai penat dengan rutinitas, bukan berarti ada yang salah dengan seorang ibu. Bukan  berarti ia tidak ikhlas, tidak ridho dengan perannya.





.




Mungkin ia hanya butuh variasi untuk mencukupi kebutuhan intelektualnya yang dinamis. Ia hanya butuh jeda untuk mengisi ulang baterai hatinya agar jiwanya kembali semangat memperbarui keikhlasan, kesabaran, dan kekuatan menjalani perannya sebagai ibu.




.



Masya Allah, terimakasih Bu Mun atas pengalamannya yang menginspirasi.



.


#KUNCI
#KelasIbuBerdaya

Monday 29 July 2019

Menuju Bahagia Maksimal dan Pusing Minimal: Empat Trik Mengasuh Tanpa Teriakan Tanpa Kekerasan*

*Menuju Bahagia Maksimal dan Pusing Minimal: Empat Trik Mengasuh Tanpa Teriakan Tanpa Kekerasan*



_Bingung ngadepin anak..dilembutin gak ngerti-ngerti, dikasarin tambah jadi..terus aku kudu piye??!!”_



Kalimat itu saya jadikan pembuka di buku saya, Parenting Tanpa Pusing: Cara Asyik Mengasuh Anak dengan Bahagia.



Banyak orangtua yang pusing menghadapi anak, tanpa menyadari bahwa anak pun pusing diasuh dengan cara keliru oleh orang tua😡😱



Semakin saya belajar parenting, semakin saya menyadari satu hal: bahwa *anak terlahir untuk membuat kita bahagia.*

Sebagaimana Allah memberikan kita *amanah untuk membahagiakannya.* ❤❤



Jadi, mari bergandengan tangan untuk saling membahagiakan.




Tentu, hidup tak pernah lepas dari masalah.


Namun, jika kita memilih bahagia, maka kita dapat menghadapi masalah dengan hati selapang angkasa.




Gimana, Mak, maukah bahagia maksimal dengan meminimalisir kepusingan?



Yang mau boleh lanjutkan baca, yang nggak, gapapa kalo mau ikutan baca jugaπŸ˜…



Bahagia dimulai dari cara pandang yang tepat dalam menyikapi masalah. Berikut ini contoh cara pandang yang keliru dan memicu stres dalam mengasuh anak:



1. Fokus pada KEKURANGAN anak daripada KELEBIHANNYA


2. Fokus pada PERILAKU BURUK anak daripada PERILAKU BAIKNYA


3. Fokus pada MASALAH bukan pada SOLUSI


4. Fokus ingin mengubah anak tapi tidak mengubah DIRI SENDIRI


Nah, apakah kita memiliki salah satu cara pandang ini?


Jika Ya, saatnya mengubah cara pandang kita agar bisa mengasuh dengan bahagia. Tanpa teriakan, tanpa kekerasan.



Emang bisa Mak? Insyaallah bisa, selama kita berusaha mengasuh sesuai rambu Yang Menitipkannya.



Gimana caranya, Mak?


Yuk belajar sama-sama menerapkan trik berikut ini:



1.🐣 Menerapkan komunikasi efektif sesuai tahap dan fitrah perkembangan anak


_"Gimana ya Mak, anakku itu gak ngerti-ngerti diomongin berkali-kali!"_


Coba perhatikan, Mak. Apa cara ngomong kita sudah tepat untuk anak seusianya?


Perlu diingat pula, anak lebih meniru apa yang ia lihat daripada ia dengar.


Hal penting lainnya, otak anak belum matang untuk bisa nyambung memahami ceramah 2 SKS emaknyaπŸ‘©πŸ»‍πŸŽ“πŸ‘©πŸ»‍🏫



Bukankah bapaknya yang sudah dewasa pun sering gagal paham walaupun udah berkali-kali dikomplen emak? 🀦🏻‍♀πŸ’†πŸ»πŸ€·πŸ»‍♀


Kira-kira begitu, detailnya, nanti kita diskusi langsung aja yuk πŸ˜„


2.  🐣🐣Menemukan PESAN dibalik perilaku anak


_"Kenapa ya Mak, anak saya ini hobinya ngamuk sampe ngerusak barang?"_


Ya, saya mah gak tau kenapa.


Saya cuma bisa bilang, anak itu gak ujug2 ngamuk ngerusakin barang dari lahir kan?



Semua perilaku anak ada latar belakang pemicunya, ada pesan yang ingin disampaikan.


Orangtuanya-lah yang sebenarnya paling paham, jika mereka jadi pengamat ulung, jeli memperhatikan anaknya.


Apapun perilaku anak, biasanya pesannya berhubungan dengan *kebutuhan anak.* Bisa kebutuhan fisik maupun psikis, yang coba ia sampaikan dalam keterbatasannya berkomunikasi.


Selanjutnya, langsung didiskusikan saja yaa.



3.🐣🐣🐣 Menerapkan kesepakatan, komitmen dan KONSISTEN dengannya


_"Gimana sih cara menerapkan kesepakatan? Konsekuensi atau hukuman bedanya apa?"_



Bagian ini silakan tanya jawab aja ya biar gak kepanjangan artikelnya πŸ˜†
Kan judulnyaa meminimalkan kepusingan, jadi tulisannya jangan panjang-panjang lah😷


4. 🐣🐣🐣🐣 Menjadi orang tua penuh cinta yang diidolakan anak


Kenapa ada abege yang mau susah payah sukarela bangun subuh, antre berjam-jam, nabung jauh-jauh hari, demi artis K-POP kesayangannya?


Ya karena mereka jatuh cinta, nge-fans, mengidolakan si artis.


Gimana kalo anak kita ngefans-nya sama orang tua? Bayangkan sendiri enaknya 😚πŸ₯°


Saya cukupkan di sini ya Mak, biar gantung, penasaran jadi tanya langsung 😊


Sebetulnya semua penjelasan lengkap ada di buku Parenting Tanpa Pusing Cara Asyik Mengasuh Anak dengan Bahagia, yang masih coming soon 😘
Tapi saya bocorkanlah di grup ini buat Mamak2 kece kesayangan.



Silakan bagi yang mau diskusi dipersilakan. Saya hanya memfasilitasi, sama-sama belajar aja πŸ€—



Terimakasih.


*Yunda Fitrian, C-Team*

Friday 19 July 2019

Orangtua Alien

ALIEN VS THE PRETENDERS

“Ustadz, saya bingung. Anak gadis saya pacaran sama lelaki pemabuk dan gak bener..sekarang dia melawan, gak mau nurut untuk putusin pacarnya. Saya bingung, kok bisa bisanya dia lebih nurut sama lelaki itu daripada saya yang melahirkannya?!”

Sang ustadz tidak menjawab, melainkan balik bertanya, “ibu dan bapak selama ini ada dimana ketika putrinya sedih, sakit, bingung, atau butuh bantuan? Mungkin lelaki itulah yang selalu ada saat putri ibu membutuhkan perhatian dan pertolongan. Jadi jangan heran Ia lebih memilih lelaki itu”

Potongan dialog itu diceritakan suami saya sepulangnya beliau dari sebuah seminar parenting.

Sebuah dialog yang menyentak kami sebagai orang tua.

Kedekatan Hati memang tidak selalu berbanding lurus dengan banyaknya waktu atau kegiatan bersama. Melainkan pada Intensitas emosi yang menyertai, serta momentumnya.

Ada kalanya, kita merasa begitu dekat dan terpengaruh oleh seseorang meski waktu bersamanya hanya Bilangan Bulan, hari, bahkan jam.

Karena orang itu hadir di saat kita membutuhkan. Saat emosi kita begitu intens menyala. Saat momennya pas.
Misalnya saja, konon orang yang pergi haji akan merasa sangat erat persaudaraannya dengan sesama rombongan. Bahkan setelah di tanah air, jika bertemu setelah bertahun berpisah pun akan tetap merasa akrab.

Atau ingatkah kita bahu siapa yang pernah jadi sandaran ketika airmata luruh di masa remaja? Err berasa tuwir sih pas ngetik ini,hwkwk. Tapi bener kan, yang pernah ngalamin masa sulit pas remaja (atau di masa sulit apapun) pasti masih inget pernah curhat nangis2 sama siapa..hayooo.

Maka Parenting juga adalah tentang menciptakan momen bersama anak. Tentang menjadi orang yang diandalkan untuk merasa nyaman.

Momen bahagia ketika bermain bersama.
Atau momen lega, tentram, damai ketika datang membawa masalah.

Maka pertanyaan berikutnya, apa yang kita lakukan saat anak datang membawa masalah?
Atau lebih dulu yang harus dijawab, apakah kita tahu ketika anak sedang punya masalah?

Dalam kasus dialog tadi, kondisinya si anak sudah remaja.

Banyak cerita orang tua merasa tidak kenal lagi dengan anaknya yang beranjak remaja. Seolah anak berubah menjadi alien.

Nyatanya, orang tualah yang sejak kecil menjadi Alien bagi anak anaknya.

Alien, makhluk asing yang tidak tahu dunia anak. Tidak paham bahasa anak. Alien yang lupa bahwa dulunya dia adalah anak manusia.. (nah lho bisa jadi judul sinetron; alien yang tertukar, hwkwk).

Orang tua alien, saat anak balitanya coret coret tembok, langsung angkat suara tinggi, seolah di planetnya gak pernah ada kejadian begitu.

Padahal cukup ajak anak mencoret d tembok kamar atau kertas, beres. Memang fasenya mereka corat coret. Melatih jemarinya terampil menulis (atau mengetik layar #digitalnative).

Atau saat balitanya dikit dikit nangis, langsung disambit dengan teriakan dan label cengeng. Seolah di planetnya gak ada balita nangis.

Padahal cukup ditenangkan, lalu diajak cari solusi bareng. Yah namanya juga bocah, wajarlah nangis dikit dikit. yang penting anak diajarkan untuk belajar mengendalikan emosi.

Orang tua alien, menanggapi dingin celoteh balitanya. “He-eh" “iya" “oh bagus" “boleh" sambil matanya tak lepas memantau planetnya yang bernama gadget.

Sampai balita ini masuk sekolah, lalu beranjak dewasa, polanya tidak berubah.
Maka si remaja pun mulai belajar bahwa orangtuanya adalah alien. Asing di rumah sendiri.

Mencarilah ia sesama makhluk bumi: teman sebaya yang bisa memahaminya.
Ya kalau temannya baik alhamdulillah.
Kalau tidak?

Teman sebaya ini tidak hanya berwujud sesama remaja. Tapi bisa berupa sebuah geng, komunitas, acara dan dunia maya.
Tempat mereka merasa diterima dan dianggap ada, sebagai manusia.

Maka siapa yang mengandung, melahirkan, menyusui, menafkahi, tidak ada signifikansinya dalam hidup mereka.
Mereka kan tidak minta dikandung, dilahirkan, dinafkahi.

Tidak ada kenyamanan saat bercerita, karena ujung ujungnya pasti dimarahi.
Tidak ada kemauan untuk terbuka, karena akhirnya pasti disalahkan.

Jadi tidak aneh kan, ada anak yang lebih pilih pemabuk untuk melabuhkan hatinya? Karena si pemabuk ini punya banyak momen berarti dengan si anak.
Sementara orang tua?

Hhh, memang banyak yang harus kita pelajari sebagai orang tua. Bagaimana tidak, yang Allah titipkan pada kita ini wakilNya di muka bumi.

Dan sebagai penutup, lirik lagu ini tiba tiba mengalun di memori saya. Saya berikan teks lengkapnya copy paste dari mbah gugel..theme song kita para ortu untuk anak kita, seharusnya...

Oh,.why you look so sad?
Tears are in your eyes
Come on and come to me now, and don't be ashamed to cry,
Let me see you through, 'cause I've seen the dark side too.

When the night falls on you, you don't know what to do,
Nothing you confess could make me love you less,

I'll stand by you,
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you

So if you're mad, get mad, don't hold it all inside,
Come on and talk to me now.

Hey there, what you got to hide?
I get angry too, well, I'm alive like you.
When you're standing at the cross roads,
And don't know which path to choose,
Let me come along, 'cause even if you're wrong

I'll stand by you,
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you.

Baby, even to your darkest hour, and I'll never desert you,
I'll stand by you.

And when, when the night falls on you baby,
You're feeling all a lone, you're wandering on your own,

I'll stand by you.
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you, baby even to your darkest hour,
And I'll never desert you,
I'll stand by you,
I'll stand by you.
I'll stand by you, won't let nobody hurt you,
I'll stand by you, baby even to your darkest hour,
And I'll never desert you
(I'll stand by you-the pretenders, pernah jadi ost dawson creek yak klo ga salah)

So, don't be alien
let's stand by our children,
Before someone else does...


(Notes FB Yunda Fitrian Maret 2017)

Thursday 11 July 2019

Membelokkan Fitrah

Membelokkan Fitrah

Tiap anak terlahir dengan potensi menjadi baik (fitrah), orang tualah yang membentuknya menjadi bermasalah.
Anak terlahir dengan potensi jujur. Namun ketika ia tak sengaja menumpahkan air, orang tua melotot sambil berteriak, "siapa yang numpahin air?!"
Sehingga ia belajar, jujur mengakui kesalahan hanya akan membuatnya kena omelan.
Yang ingin anak tetap dalam fitrah jujur, mari ganti respon kita dengan berlatih:
"Airnya tumpah sayang, ayo dilap. kalau tidak dilap bisa licin nanti ada yang jatuh".
Begitu juga ketika anak membawa pulang kertas ulangan bernilai buruk. Tidak perlu disalahkan. Cukup bertanya apa yang bisa ayah ibu bantu?
Karena semua orang, makin disalahkan hanya akan makin banyak berbuat salah.
Anak lahir dengan fitrah menjadi mandiri. Namun orang tua merusak fitrah itu ketika ia belajar memasang kancing dan kesulitan, lalu berkata:
"Sini mama bantu, lama amat sih!", begitu berulang ulang ketika anak lelet memasang tali sepatu, membuka tutup tempat minum dan seterusnya.
Sehingga ia belajar, aku tidak bisa apa apa. Mama Papa lah yang punya daya.
Maka jangan salahkan anak ketika usianya mendewasa tapi jiwanya tetap kerdil dalam ketergantungan.
Yang ingin anaknya tetap dalam fitrah mandiri, mari ganti respon kita dengan menahan diri. Biarkan anak mencoba. Beri ia kesempatan karena percayalah ia pasti bisa.
Ayah bunda mari terus belajar untuk menjaga ananda tetap dalam fitrahnya. Menjadi manusia yang hatinya selalu hidup dalam kebaikan. Sebab sejak lahir ke dunia, tugas kita adalah menjaga fitrahnya. Menjadi manusia beraqidah lurus dan memakmurkan bumi dengan segala potensi kehebatannya.
(Bersambung..)

Butuh Hiburan-facebook Yunda Fitrian

Butuh Hiburan


Di sebuah seminar parenting, Ustadz Bendri ditanya apa pendapatnya tentang anak yang gemar K-Pop.
Saya kira Ustadz Bendri akan mengatakan bahwa K-POP itu berbahaya dan sejenisnya. Ternyata dugaan saya salah.
Ustadz Bendri justru menjawab dengan memposisikan diri sebagai anak.
Beliau bilang, K-POP adalah kebutuhan hiburan bagi anak.
Anak akan mencari pelarian ke KPop ketika orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan hiburan anaknya.
Maka jadilah orangtua entertainer yang bisa menghibur dan bermain dengan anak.
Kebersamaan yang menyenangkan dengan orang tua akan membuat anak terpenuhi kebutuhannya akan hiburan.
Mereka tak akan haus akan sosok penghibur yang akhirnya menjadi idola.
Sebagaimana Rasulullah telah mencontohkan kegembiraan beliau bersama kanak-kanak. Berlomba lari, berboncengan unta, bercanda, menghibur di saat lara.
Beliau Shalallahu alayhi wasallam pun dengan mudah menjadi idola karena akhlaknya yang mulia.
Anak juga punya kebutuhan untuk diapresiasi. Ketika menjadi penggemar K-Pop membuat mereka diapresiasi oleh sesama, mereka jadi bangga.
Jadilah orangtua yang gemar memberi apresiasi bagi anak. Hargai usaha dan karya mereka.
Berikan pula waktu khusus bagi anak agar mereka selalu merasa istimewa.
Jawaban Ustadz mengingatkan saya pada sebuah cuplikan wawancara Kak Seto di televisi.
Waktu itu beliau mengatakan hal yang hampir sama. Katanya, orang tua harus multitalenta agar bisa jadi idola anak. Buat anak berbinar gembira saat bersama dengan orang tua.
Saya pun bercermin diri.
Apakah saya sudah berhasil menghadirkan binar bahagia di mata anak-anak?
Apakah saya sudah mematri kenangan manis dalam masa kecil mereka?
Apakah mereka terhibur ketika bersama saya?
Semoga masih ada waktu untuk itu semua.
Semoga Allah berikan kita kesempatan dan kemampuan untuk memenangkan hati anak-anak kita.

ANAK (TIDAK) MAHAL-facebook Yunda Fitrian 2017

ANAK (TIDAK) MAHAL

Emak bapak yang lagi cerita soal anaknya kadang menggunakan istilah 'anak mahal' pada anak mereka.
Istilah tersebut merujuk pada anak yang proses kelahiran maupun perkembangannya memakan banyak biaya melebihi anak lain seusianya. Misalnya anak yang lahir lewat berbagai tindakan medis atau membutuhkan bermacam perawatan dalam perkembangannya.
Kalau dipikir pikir, menurut saya, semua anak pantas menyandang gelar anak mahal. Karena hakikatnya, seorang anak terlahir sebagai anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Mahal semahal mahalnya.
Apa ada manusia yang mampu membayar dengan materi untuk menciptakan setetes mani, sebutir sel telur, rahim yang kokoh, segumpal darah, janin, dan seterusnya...
Atau, mampukah manusia membeli segala potensi fisik, akal, dan jiwa dari seorang anak?
Semua anak mahal, namun seringkali orang tua-tanpa sadar-memperlakukan anak seperti 'barang murah'.
Ciri barang murah itu diperlakukan seenaknya, seadanya. Tidak perlu ilmu khusus.
Maka murahnya anak kita. Sebab untuk mencari ilmu mendidiknya lewat seminar parenting seharga ratusan ribu kita mengeluh mahal. Sementara tangan ringan mengeluarkan uang untuk gadget jutaan atau belanja kebutuhan sekunder bahkan tertier.
Mengeluarkan uang untuk buku parenting rasanya berat, padahal beli pulsa bisa berkali kali harga buku.
ciri barang murah itu tidak dihargai keberadaannya. Karena kita lebih sibuk menikmati barang mahal yang dibeli dengan pengorbanan lebih.
Sering tanpa sadar kita tidak menghargai keberadaan anak, baik fisik maupun jiwanya.
Saat anak berada di dekat orangtua, kita sibuk dengan gadget. Masih mengurus yang lebih penting bernama bisnis atau pekerjaan kantor.
Barang murah itu sering terlupakan, tidak jadi prioritas karena sudah ada rutinitas.
Ketika anak mengajak bermain, kita sibuk dengan cucian dan kain pel..belum lagi kompor.. Kita lupa, betapa mahal harga kecerdasan yang terjalin dari kegiatan bermain.
Bukan hanya kehadirannya secara fisik yang sering diperlakukan serupa dengan barang murah, tapi juga jiwanya.
Buktinya, ada orang tua yang merendahkan harga diri anak, hanya karena anak tak sengaja menumpahkan segelas susu.
"Gitu aja gak becus!"
"Selalu deh tumpah kalau nuang susu!"
"Makanya jangan belagu mau nuang susu sendiri!"
"Banyak tingkah sih!"
Dan ucapan ucapan pengerdilan lainnya.
Hanya karena segelas susu. Hanya karena ia mencoba melakukan sesuatu sendiri.
Seolah segelas susu begitu mahal harganya.
Lebih mahal dari harga diri anak kita.
Ketika anak tak sengaja memecahkan piring. Mengapa jadi begitu murah harga diri seorang anak?
Lebih murah dari sebuah piring. Sebab ketika piring pecah, anak dimaki seolah piring jauh lebih mahal dari kepercayaan dirinya.
"Dasar teledor!"
"itu piring mahal tau!"
Atau ketika nilai ulangannya tidak sebagus kita di masa sekolah, murah sekali usaha belajarnya kita hargai.
"Kamu ngapain aja sih, nilai rapormu jelek begini?"
"Papa dulu selalu juara tau!"
"Udah disekolahin mahal mahal cuma begini hasilnya?!".
Kalau anak diperlakukan seperti barang murah, jangan heran ia merasa rendah.
Jangan aneh ia tumbuh menjauh dari bunda dan ayah
Karena di sisi kita, mereka merasa tak berharga
Jangan kaget suatu saat anak masuk geng motor atau pulang pagi pergi ajep ajep
Karena di sana mereka dibuat bangga dan diajak tertawa
Kalau anak diperlakukan seperti barang murah, kelak saat kita tua mereka pun bisa berbalik memperlakukan kita dengan cara yang sama...

Friday 24 May 2019

Itikaf Emak dan Anak Balita


Sepuluh hari terakhir Ramadhan telah datang. Pada saat ini, ibadah i'tikaf  merupakan ibadah utama yang sangat dianjurkan.

Para emak yang ingin mendapatkan keutamaan di sepuluh hari terakhir ini dengan itikaf, terkadang terkendala dengan urusan rumah tangga. Terutama urusan anak.



Pada kajian parenting bersama Ustadz Bendri bulan lalu, saya sempat bertanya tentang itikaf para emak yang membawa balita.


Berikut ulasannya, semoga bermanfaat dan berhasil itikaf bersama ananda tercinta ;)


Bagaimana hukum beritikaf dengan balita?


Jawab:


Itikaf adalah kunci ibadah Ramadhan.

Jika ingin membawa anak beritikaf, pastikan anak sudah diperkenalkan dulu dengan masjid dalam momen sebelumnya.


Awal berkenalan jangan dibawa saat ramai agar anak tidak terganggu dan mengganggu.


Kondisikan anak dengan kalimat positif---tidak dengan kata jangan. Sebagaimana Rasulullah mengarahkan seorang anak yang makannya berantakan.


Beliau tidak mengatakan jangan, melainkan: 'wahai anak muda, sebutlah nama Allah, makan dengan tangan kanan, ambil makanan yang terdekat'


Begitu juga cara kita mengarahkan anak. Katakan dengan jelas dan singkat. Nak, nanti kita di masjid yang tenang ya, ikut sholat, boleh bercanda kalau sudah selesai.



Membawa balita itikaf hukumnya boleh. Namun untuk yang belum tuntas toilet training nya harus dipastikan memakai diapers agar najisnya tidak tercecer.




Pastikan posisi juga tepat, sebaiknya tidak di ruang ibadah utama. Pilih tempat yang nyaman dan aman untuk anak.


Terakhir, jangan langsung frontal membawa anak itikaf langsung sepuluh hari. Coba dulu dengan durasi setengah hari, dan seterusnya. Perhatikan apakah anak nyaman dan bisa melanjutkan.



Selalu pastikan anak memiliki kesan positif terhadap ibadah tersebut, jangan sampai mendapatkan kenangan buruk karena situasi dan kondisi yang kurang tepat.



Demikian jawaban Ustadz Bendri. Catatan saya sendiri berdasarkan pengalaman pribadi, sebaiknya memang pilih masjid yang sudah familiar dengan anak.


Alhamdulillah kalo di masjid tersebut jama'ah nya juga ramah anak.


Sebelum itikaf, anak sudah dijelaskan jauh hari perilaku apa yang boleh dan tidak di masjid.


Saat itikaf, saya juga meminta anak-anak membawa mainan dan camilan kesukaan mereka. Mainannya hanya boleh yang kecil ringan, sementara camilan yang tidak menghadirkan remah.



Selain itu, pastikan berbagi peran dengan suami apalagi jika membawa anak lebih dari satu.


Insya Allah, jika anak nyaman dan senang, kita sedang menginstal memori indah tentang manisnya ibadah i'tikaf di Ramadhan. Aamiin.


Yunda Fitrian

Sahabat ibu Berdaya

Friday 5 April 2019

Ketika Perempuan (Paling) Shalihah Berkeluh Kesah-FB Yunda Fitrian

Ketika Perempuan (Paling) Shalihah Berkeluh Kesah



"Ah, emak-emak depresi itu kurang iman aja!"



Kadang ada orang yang menganggap depresi atau stres tingkat tinggi itu karena kurang iman. Kurang ibadah. Kurang ngaji.



Saya tidak punya cukup ilmu untuk menilai. Tapi saya ingin berbagi sesuatu yang saya dapat setelah merenungkan kisah seorang perempuan penghulu surga.



Perempuan terbaik, paling shalihah di zamannya; Maryam binti Imran. Bunda dari Nabi Isa Alayhissalam.



Alquran mengabadikan ucapan Maryam saat hendak melahirkan Isa alayhissalam. Sebuah kalimat yang menyiratkan beban mental begitu berat.



Sebuah kalimat yang menurut saya, terlalu tabu untuk diucapkan. Apalagi oleh seorang perempuan yang menjadi pemimpin perempuan surga. Kalimat yang mungkin kalau diucapkan di hadapan emak yang gak empati, responnya persis sama dengan kalimat yang saya tulis di awal tadi :D



Allah mengabadikan ucapan curhat Maryam itu dalam Alquran. Ucapan yang memang hanya Maryam ucapkan dalam kesendirian, bukan di hadapan kaumnya apalagi di medsos yak. Ucapan tersebut tertulis dalam surat Maryam ayat 22-23.



"Dan kisahkanlah di dalam Kitab (Al-Qur’an) tentang Maryam, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Rasa sakit hendak melahirkan membawanya pada pohon kurma, ia berkata: “Oh, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tak berarti dan dilupakan.”".


Saya membayangkan duka hati Maryam. Seorang gadis yang beribadah siang dan malam di Baitul Maqdis. Semua orang hanya mengenalnya sebagai seorang perempuan shalihah.


Lalu tiba-tiba ia hamil tanpa suami? Apa kata dunia??


Maryam tahu tak akan ada yang percaya. Hanya Zakariya dan istrinya, yang yakin akan kebenaran cerita Maryam.


Setegar-tegarnya Maryam, setinggi-tingginya iman Maryam, gadis itu tetap hancur hatinya mendengar omongan orang.


Itu Maryam, perempuan paling shalihah pada zamannya. Paling banyak zikirnya. Paling bagus ngajinya. Paling tebal imannya. Jangan ditanya ibadahnya.


Bisa-bisanya perempuan seshalihah itu akhirnya berkeluh kesah? Bahkan sampai berucap mengharap kematian?Hanya karena omongan orang?



Betapa begitu besarnya pengaruh kalimat tuduhan, nyinyiran, dan penghakiman terhadap batin seorang Maryam.



Maryam sang manusia pilihan masih bisa merasakan sakit hati, pilu terhadap pandangan orang.



Bahkan sampai berandai mati saja. Dilupakan orang. Dianggap tak pernah ada. Daripada harus menghadapi dunia yang tak berpihak padanya.




Di situlah saya tersadar. Maryam, perempuan shalihah yang imannya tak mungkin diragukan itu, hanya manusia biasa.



Manusia, diciptakan Allah dengan fitrah rasa. Punya emosi dalam jiwa. Keberadaan iman tidak meniadakan gejolak emosi manusia. Melainkan mengarahkannya untuk mengelola segala rasa dalam taat padaNya. Tapi sekali lagi, bukan menghilangkan semua emosinya. Inilah bedanya manusia dengan malaikat.



Butuh waktu bagi manusia untuk mengelola emosi jiwa dan buncahan rasa.   Ada proses yang perlu dilewati, bukan dalam sekejap mata.



Ah, entah mengapa setelah membaca  kisah Maryam, saya tak sampai hati menyimpulkan perempuan yang depresi itu kurang iman.



Justru bisa jadi episode depresi yang mereka alami, adalah cara Allah menaikkan mereka ke derajat yang lebih tinggi. Atas jihad mereka mengelola hati.



Siapa tahu, sakit hati yang mereka rasa, adalah jalan menuju surga. Sebab gugurnya dosa. Sebab pahala atas lelah jiwa.


Jangan-jangan saya yang ujiannya biasa-biasa saja, sedang jalan di tempat belok kiri dikit masuk neraka, hiks naudzubillahimindzalik..



Kembali ke kisah Maryam. Setelah curhatan duka tersebut, Allah pun langsung meresponnya.



Ternyata bukan dengan menghardik Maryam karena ia mengeluh berandai mati saja. Allah tidak bilang, "Eh Maryam, gak boleh ngomong gitu! Mana iman kamu?!".



Tidak.



Allah Maha tahu, manusia yang ia ciptakan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Sedang kalut dengan emosi yang mengaduk jiwa.


Allah Maha tahu, yang dibutuhkan Maryam saat itu bukan omelan.  Bukan nasihat. Tapi dukungan. Ketenangan.


Apa yang Allah lakukan?



Surat Maryam ayat selanjutnya, 24-26.


"Kemudian Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyang-goyangkanlah pelepah pohon kurma itu ke arahmu niscaya akan gugur buah-buah kurma yang telah masak itu kepadamu. Maka makanlah dan minumlah, dan senangkanlah hatimu. Jika kamu melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar kepada Yang Maha Pengasih untuk berpuasa, maka aku takkan berbicara kepada seseorang pun pada hari ini.”"


Allah mengutus 'konselor' berupa malaikat Jibril untuk memandu Maryam. Menghalau kesedihan dan menuntunnya fokus pada kekuatan yang masih ia miliki.  Perintah untuk menggoyang pelepah pohon kurma untuk menjatuhkan kurma matang adalah cara Allah membuat Maryam percaya dirinya masih punya daya.


Selanjutnya Maryam diminta makan dan minum, serta menyenangkan hatinya. Menurut saya, ini solusi yang sangat manusiawi!


Maryam yang sedang tenggelam dalam rasa sakit karena melahirkan, emosi sedih membayangkan tudingan kaumnya, diberikan kesempatan untuk makan dan minum. Setelah  terselesaikan  kebutuhan  pokoknya  tersebut, barulah  Allah menyuruh Maryam menyenangkan hatinya.


Selama Maryam menata hati, Allah beri ia kesempatan untuk menenangkan diri, memenangkan pertempuran batinnya dengan berpuasa. Maryam diperintahkan untuk berpuasa dan tidak berbicara. Tidak membantah apapun komentar negatif kaumnya.



Masya Allah.


Membaca kisah ini sungguh membuat saya merasakan kasih sayang Allah. Bahwa Dia tak pernah meninggalkan hambaNya. Tidak pernah membebani di luar batas kemampuan hamba Nya. Bahwa Allah sangat memanusiakan manusia.


Bahwa ungkapan kesedihan, merasa tak ada harapan, bukanlah pertanda hilang iman. Melainkan pertanda bahwa yang mengucapkannya hanyalah manusia. Ciptaan Allah yang dibekali fitrah rasa. Makhluk yang membutuhkan perlindungan Robb-nya.



Maka jika ada emak yang curhat kelelahan, sedih, sampai punya keinginan menyakiti diri sendiri atau anaknya, jangan buru-buru menghakiminya kurang iman.



Ajaklah ia duduk nyaman, fokus pada kekuatan yang masih dimilikinya. Bawakan makan, minum, dan senangkan dulu hatinya. Baru bantu ia menata emosinya.



Jika sang emak curhatnya di medsos, gak usah nimbrung komentar nyinyir. Cukup diinbox, diwapri, diajak ngobrol personal aja. Kalau benar-benar peduli dan sayang padanya.


Sebab kita tak pernah tahu, Allah mungkin sedang menaruh perhatian padanya. Sedang mengamati siapa yang akan ikut dapat pahala dalam skenario ujian seorang hamba. Siapa yang ikut menolong dengan tulus dan siapa yang hanya ikut menjatuhkan sesama.


Wallahu a'lam bishshawab. Semoga Allah kuatkan semua ibu yang sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Makan, minum, dan bersenang hatilah, Bunda. Sebab Allah sedang membukakan jalan menuju surga. InsyaAllah.


Yunda Fitrian, Sahabat Ibu Berdaya











Monday 18 February 2019

Ilmu Cahaya

Ilmu itu cahaya.

Makanya emak-emak sebanyak apapun anaknya,

Serempong apapun hidupnya,

Kalau dikasih kesempatan terus belajar, matanya akan tetap berbinar.

Menuntut ilmu itu Allah WAJIBKAN bagi lelaki maupun perempuan.

Bagi emak-emak maupun bapak-bapak

Sejak lahir sampai masuk alam kubur.

Tidak berhenti sampai mati.

Manusia yang terus belajar akalnya terasah karena ada ilmu yang jadi pelita.

Ia jadi mampu ambil jeda dari emosi sesaat yang terkadang bergelora.

Ia jadi bisa melihat lebih dekat masalah yang ada,

Menemukan solusi karena ada pengetahuan dan inspirasi dari sesama.

Tidak, ia tidak jadi manusia sempurna.

Ia hanya jadi manusia yang berusaha memperbaiki diri sesuai ilmu yang dipelajari.

Karenanya Wahai Para Suami,

Izinkanlah istrimu menuntut ilmu dengan totalitas jiwa dan raga,

Gak sambil ngegembol bocah karena sudah pasti konsentrasi terpecah.

Sudilah beberapa jam saja menjaga anak-anakmu agar istri bisa fokus saat belajar.

Bukankah hampir 24/7 ia mengasuh anak-anakmu agar kau tenang bekerja?

Rasakan sesaat penatnya seharian bersama buah hati tercinta, yang selama ini mungkin hanya kau lihat lucu-lucunya saja.

Ingatlah, sejak Islam datang perempuan dimuliakan.

Diwajibkan menuntut ilmu.

Bahkan para  shahabiyah di masa Rasulullah punya hari khusus untuk majelis ilmu.

Lantas apa pantas lelaki yang mengaku pengikut Beliau, abai terhadap kadar keilmuan istrinya? Ibu dari anak-anaknya?

Dengan ilmu terang benderang lah jalan keluar dari masalah yang semula gelap gulita.

Dengan ilmu Allah tinggikan derajat hamba di hadapanNya.

Dengan ilmu, insyaallah dunia dan akhirat bahagia.

Yuk terus saling semangati pasangan kita untuk menuntut ilmu,

Agar makin tunduk merendahkan diri di hadapan Allah, karena nyala lentera ilmu dalam jiwa.

*Teriring doa semoga Allah limpahkan cinta dan ridhoNya kepada para suami yang senantiasa memberikan ruang bagi istrinya untuk menuntut ilmu

#keluargaberdaya
#suamishalihbaikhati
#suamiistribelajarlagi

Komentar Gak Ngaruh

Jenis-jenis komentar orang ketika kami menjawab punya tiga anak perempuan semua:

1. MasyaAllah pintu surga!

2. Alhamdulillah, rejeki!

3. Penasaran dong, nambah lagi lah!

4. Nanti juga dapet mantu laki-laki!

5. Ah masih muda, coba lagi, entar yang keempat dapet cowok!

Semua jawaban itu biasanya kami jawab dengan jawaban serupa:

Senyum, bilang aamiin, Alhamdulillah.

Karena kita gak pernah bisa mengendalikan komentar orang.

Kita hanya bisa mengendalikan respon diri sendiri.

Tiap ucapan adalah doa, dan akan kembali pada yang mengucapkannya.

Jadi biarlah Allah saja yang membalas tiap komentar dengan perhitunganNya.

Cukuplah kita berbaik sangka, memohonkan kebaikan, dan memuji Allah atas semua ketentuanNya.

Kadang tak mudah belajar melapangkan hati dalam memilih respon, tapi percayalah lebih tak mudah jika semua komentar kita masukkan dalam hati.

Biarlah hanya komentar bermanfaat saja singgah di hati. Yang mudharat, biar menguap ke langit, serahkan pada pemilik semua hati.

Dan semoga kita termasuk orang yang dapat pahala dari komentar dan celetukan kita, di dunia nyata maupun maya.

#selfreminder
#dibawaasikaja
#alhamdulillah
#keluargaberdaya

Bukan Peminta Sedekah_catatan FB Yunda

"Wahai suami, kalau istri dengan kesadaran dan kerelaan hati, memilih mengabdikan dirinya di rumah mengurus anak-anakmu, meninggalkan pekerjaannya di luar rumah yang menghasilkan uang,

maka jangan biarkan ia sampai MEMINTA-MINTA hanya untuk belanja kebutuhan keluarga.

Penuhilah kebutuhannya tanpa DIMINTA", kalimat itu terucap dari seorang ustadz pada sebuah seminar keluarga.

Emak ada yang setuju?

Saya yakin semua emak paling tidak nyaman kalau harus meminta.

Apalagi kalau sejak lajang sudah terbiasa mandiri. Begitu nikah, punya anak, gak kerja lagi rasanya sungguh gak nyaman harus nagih nafkah dari suami. Padahal itu hak istri.

Gak heran, hampir semua istri berbinar-binar kalo ngomongin peluang cari penghasilan dari rumah. Betul apa bener?

Karena para istri itu sungguh tidak ingin bergantung apalagi jadi peminta-minta di hadapan suami.

Jika dalam Islam, sedekah terbaik adalah kepada anak istri, maka wahai suami, marilah nafkahi anak istri dengan cara terbaik.

Bukan menunggu istri meminta-minta.

Ia ibu anak-anakmu, muliakanlah ia dengan memberikan haknya tanpa ia harus meminta.

Insyaallah, ridhonya padamu dan ridhomu padanya akan mendatangkan ridho Allah, yang telah menjodohkan kalian berdua.

Jadi buat para suami, yuk biasakan bertanya:

"Ma, uang belanja tinggal berapa? Ini Papa tambahin", aseeeek...eh, Alhamdulillah :D

"Bun, bulan ini kamu mau ikut seminar dimana? Mau beli buku apa? Ini budgetnya Ayah siapin", duuuh masyaAllah, gimana istrinya gak meleleh tuuuh.

Alhamdulillah ayah @edwin.naufal sudah mempraktekkannya.. walaupun istrinya tetep suka minta jatah tambahan :D maafkan istrimu yg tak pandai atur uang ini yaaa  wkwkwk :D

#cerdasfinansial
#suamishalihbaikhati
#keluargaberdaya

Thursday 10 January 2019

Testimoni Suami

Hari ini pas buka grup baru inget harus ngumpulin testimoni keluarga.

Alhamdulillah suami pas lagi available di rumah :D

Terimakasih pak suami baik hati atas testimoninya ;)