Monday 9 October 2017

DIBALIK ROTI GOSONG

DIBALIK ROTI GOSONG
Pagi itu suami saya terkejut bukan main melihat hasil karya saya di meja makan.
.“Ya Allah ini roti bakarnya gosong??” Ujarnya dengan pertanyaan yang tidak butuh jawaban, melainkan mencari pengakuan.
Ia takjub melihat bagian belakang roti bakar yang terhidang hampir seperti arang. Saya meletakkan di piring saji dengan bagian mulus tanpa gosong di atas sehingga gosong parahnya tidak terlihat.
“Iya maaf gosong gara gara lihat HP tadi, hehe. Fokus sama sebelahnya aja yang gak gosong. Masih bisa dimakan. Mubazir kalau dibuang,” jawab saya ringan. Berusaha ngeles. Maklum istri pengusaha bimbel #apahubungannya.
Suami saya cuma nyengir getir. Sudah biasa dengan alibi saya yang merupakan gabungan antara optimis, realistis dan males.
Maka roti gosong saya pun ludes. Tersisa sisi gosongnya saja yang siap masuk tong sampah.
Episode roti gosong ini mengantarkan saya pada renungan penting dalam dunia pernikahan. Ini tentang FOKUS kita dalam memandang pasangan.
Segala sesuatu tergantung bagaimana kita melihatnya.
Seperti roti yang gosong sebelah tadi. Jika kita fokus pada bagian hitamnya, kita tidak akan menemukan sisi matang sempurnanya di bagian lain.
Begitu juga dalam pernikahan. Setelah pesta selesai, panjangnya waktu yang dilalui bersama menghapus riasan pengantin kita.
Memperlihatkan wajah yang sebenarnya. Dimana jerawat, komedo, dan berbagai kulit kusam tampil apa adanya.
Saat jarak tak lagi memisahkan, kita mulai bertemu versi asli pasangan.
Lelaki yang dulu perhatian saat belum resmi jadian, sekarang cuek sama istri dan lebih fokus sama tv. Perempuan yang dulu terlihat tenang dari luar, ternyata panikan dan ambekan.
Lalu kita mau fokus kemana?
Pada kenyataan bahwa pasangan punya kekurangan, atau mengubah sudut pandang sekian derajat untuk memergoki sisi baiknya yang lain?
Kita mau meratapi sisi ZONK dari pasangan, atau balik arah dan menemukan ternyata masih ada sisi baik yang berimbang?
Jika kita fokus pada gosongnya sebelah roti bakar hingga membuang SELURUHnya ke tong sampah, kita tidak akan sempat menikmati sisi matang sempurnanya.
Jika kita fokus melarutkan diri dalam rasa kecewa melihat kekurangan pasangan, kita tidak akan sempat BERSYUKUR telah diberi kesempatan untuk merasakan kehidupan pernikahan.
Maka sebelum menikah, sadari bahwa kelak kita akan menerima sisi tergelap pasangan kita. Bukan lari darinya. Kecuali sisi gelap itu nyata nyata membahayakan jiwa dan raga kita.
Menikah adalah pilihan. Nikmati episode indahnya, terima episode mendungnya. Agar kelak kita sempat melihat pesona pelangi setelah hujan reda.

No comments:

Post a Comment