Wednesday 8 April 2015

Jejak 9 April

Sorry to say, saya tidak ingat kapan pertama kali persisnya saya bertemu dengan pria yang menjadi suami saya saat ini. Mungkin pertemuan pertama kami memang tidak berkesan. Setelah menelusuri memori masa remaja (eeaa), saya dapat mengira ngira momen pertama yg berkesan tentang suami, dan sayangnya kesan pertama itu sangat tidak menggoda ;p
Saya dan suami ditakdirkan bersekolah di SMA yang sama. Dengan izin Allah pula, kami bergabung di ekskul yang sama: KIR dan Rohis. Tapi dia lebih aktif di KIR bahkan menjabat ketua dan saya menjadi salah satu pengurusnya.
Suatu ketika, dalam kegiatan rutin mingguan, KIR mengadakan permainan post to post berjudul KIR Zone. Isinya seru dan unik2. Mulai dari memecahkan teka teki, melatih daya ingat, sampai masuk ruangan dengan mata tertutup lalu suruh nebak benda berdasarkan baunya (dasar anak esema aya2 wae).
Nah, di salah satu post itulah si kakak edwin bercokol. Dengan rambut kaku belah tengahnya ia menjayus tak karuan di depan adik2 kelas yg masuk pos. Dalam hati saya manyun ketemu kakak satu ini. Ya, begitulah tipikal saya waktu itu, males banget dotkom sama cowok yg gayanya suka ngebanyol ga jelas. Tipe saya tuh yg kalem, cakep, pinter, keliatan intelek gitu lah. Lah si kakak ini mah 180 derajat dari deskripsi cowok idaman saya.
Sialnya, di acara Latihan dasar kepemimpinan KIR, saya harus sekelompok dg si kakak tadi.gubraks. Awalnya underestimate dan males again kenapa hrs sekelompok sama senior yg macam gitu. Dia jadi ketua pula. Tapi krn saya lagi semangat2nya di SMA, okelah saya terima (dg terpaksa) jd anggotanya.
Hari LDP (di KIR namanya latihan dasar penelitian) tiba. Setelah pembukaan, kami diberi tugas berkenalan di kelompok. Aneh, si kak edwin beda banget dr waktu di Kirzone. Kali ini dia tampak serius jaga wibawa, ya mungkin krn jd ketua. Di sesi perkenalan itu saya terkejut mendengar ternyata saya lebih tua 2 bulan darinya. Entah mengapa sejak hari itu sampai seterusnya, saya selalu ingat tanggal kelahiran yg ia sebutkan: 9 April 1987.
Sesi post tengah malam tiba. Saya semakin merasa kak edwin beda dg kesan pertama dulu. Ternyata dia kakak yg baik, dan bisa memimpin dg baik. Tapi hanya sebatas itu perasaan saya, karena saat lulus SMP saya berjanji tidak mau gampang suka sama lawan jenis. So, berlalulah bayang2 kak edwin begitu saja.
Beberapa bulan kemudian, kak edwin terpilih jadi ketua KIR. Secara khusus ia meminta saya gabung di bidang IPA, setelah sebelumnya saya mendaftar di bidang jurnalistik. Alasannya sih, kt dia waktu itu, saya lbh dibutuhkan d bidang IPA (errr ga tau sih apa itu sebenernya modus doang biar bs nyapa saya, kikikik ge-er).
Maka setahun itu saya merasakan dipimpin oleh seorang kak edwin. Overall, dia hanya dapat poin CUKUP baik dari saya. Dia memang rendah hati, bijak, dan baik. Tetapi menurut saya, terlalu lembut utk jadi seorang pemimpin. Makanya saya ga rekomen waktu dia dicalonin jd ketua ini itu di kampus (qodarullah, ketemu lagi di kampus ui, satu fakultas pula).
Ada satu momen yg paling berkesan saat dia jadi ketua kir. Ceritanya hari itu para pengurus kir bersekongkol utk ngerjain kak edwin yg lagi ultah. Dibuatlah skenario bahwa para BPH ga puas dg teamwork ka edwin dan minta pleno hr itu. Sepulang sekolah kak edwin disidang sama kami anak kir. Saya sih ga ikut2 ngomong abis ga pinter akting. Ikut ngeramein aja dah.
Lumayan juga akting tmn2 pengurus yg marah ini dan itu. Saya lihat kak edwin mukanya kusut kayak jemuran belom disetrika. Tapi anehnya, saya tidak menangkap emosi marah di wajahnya. Hanya ada emosi sedih yang terpancar.
Setelah puas marah2, gantian kak edwin diberi kesempatan bicara. Intinya dia terima dan mau memperbaiki. Detik terakhir saat dia bicara, pintu kelas terbuka. Beberapa pengurus datang membawa kue sambil menyanyikan lagu ulangtahun (maap2 dah dulu msh jaman jahiliyah ;p). Kak edwin terlihat kaget, tapi seperti masih syok, wajahnya tidak terlihat senang dg surprise party tsb. Setelah potong kue kak edwin kabur. Mulanya para pengurus kir takut kak edwin marah beneran. Ternyata, setelah dikuntit tmn yg lain, dia cuma ambil wudhu ke musolah,,ngademin hati..
Begitulah. Akhirnya kesan positif saya bertambah. Tapi tidak pernah membuat saya menjadi pengagum buta si kakak kelas. Entah mengapa, selalu ada saja catatan ttg dia. Maksudnya, saya jadi ga pernah naksir karena masih lihat kekurangan kak edwin walaupun secara umum menganggapnya sebagai orang baik.
Ka edwin pun lulus. Ia mendapat predikat lulusan terbaik. Ia juga diterima di kampus ui. Setelah kak edwin jadi alumni, kami hampir tdk pernah bertemu lagi. Tapi ada satu momen yg saya ingat. Suatu siang kak edwin menelepon ke rumah. Saya kaget dan merasa aneh. Kenapa tiba2 menghub saya (skrg baru sadar jgn2 modus). Ia minta tlg saya membuatkan pamflet dan menyebarkan ke kls 3 ttg undangan bedah fakultas psikologi. Saya ingat sekali waktu itu dia bilang, nanti uang fotokopian pamfletnya diganti. Waktu itu saya nurut saja. Dan percaya ga percaya sodara2, sampe sekarang utang 2000 perak itu belom dibayar ;D
Singkat cerita, kami bertemu lagi di kampus. Ia sempat jadi ketua panitia acara jalan2 rohis utk mahasiwa baru. Sayangnya, terjadi musibah. Salah satu bis kami jatuh ke semacam jurang kecil dan membuat beberapa mahasiswa luka cukup parah. Kak edwin pun disidang di kampus. Saya lihat, dia tampak cukup tertekan tapi bisa menguasai diri. Saya sbg adik kelasnya hny menonton dr jauh. Tdk satu kata simpati atau dukungan pun yg saya sampaikan. Kasus itu akhirnya selesai dan alhamdulillah semua korban pulih tanpa kekurangan suatu apapun.
 Waktu bergulir lagi. Selanjutnya kak edwin membuat saya iri karena di semester 3 ia sudah dapat pekerjaan freelance jd pengajar BIP NF. Hal yg akhirnya saya dapatkan pula di semester 3. Saya ingat, suatu hari saya minta wejangan krn mau tes di NF Depok. Di depan perpus, di bawah tangga gedung D psiko yg ramai kami ngobrol. Beberapa patah kata saja. Seperlunya.
Ia juga digadang gadang menjadi ketua rohis kampus. Yang saya ingat, di hari H pemilihan, saya berkeras tidak memilihnya karena melihat track recordnya di rohis kampus kalah dengan calon yg satunya lagi. Catatan lainnya, menurut saya, lagi2 dia terlalu lembut utk jadi seorang ketua organisasi. Lagipula, kak edwn kebanyakan aktif di luar kampus gara2 ngajar dan merintis bisnis bimbelnya. So, akhirnya gagallah ka edwin ketua fusi psikologi ui :D
Kami jaraaang sekali komunikasi. Kalau berpapasan pun kadang sungkan utk saling sapa. Saya pun sibuk dg dunia saya, dia dg dunianya.
Sampai tibalah pemilu raya ketua bem ui. Saya syok ketika kak edwin mencalonkan diri. Lelaki selembut itu mau jadi ketua bem??? Saya tak habis pikir dan hampir saja golput. Walau akhirnya mencoblos nmr 2, tp hati masih ga sreg. Saat dia terpilih, dlm hati saya mendoakan smg ia diberi kekuatan. Krn politik kampus bukan dunia yg pas utk orang selembut dia,,menurut saya. Lagi2 saya hny menonton, tanpa sepatah kata pun memberi dukungan, selamat atau sekedar sapa.
Sampai akhirnya, hari itu tiba. Selepas shokat ashar di kosan, menjelang berangkat ngajar nf. Adik saya memberikan sepucuk surat. Dia tidak mau bilang dari siapa. Dan saya buru2 membawa surat itu naik angkot, tak sempat baca di kosan.
Karena penasaran, saya membacanya di angkot. Airmata saya menetes satu satu (malu juga waktu itu, kayak sinetron nangis d angkot). Seseorang meminta saya menjadi pendamping hidupnya. Utk bersama menjadi muslim tangguh membangun madrasah peradaban. Di akhir surat itu tertulis tanda tangan dan nama jelas: edwin nofsan naufal.
9 April 2009 ia datang memperkenalkan diri pada orang tua dan keluarga saya, menyampaikan niatnya menikahi saya.
9 April 2015 ia terlelap di kamar kami yang sederhana. Ditemani hela nafas dua bocah buah cinta. Ia telah menjadi belahan jiwa, penyempurna separuh agama saya. Ia telah menjadi pria dewasa, yg kelembutan dan keceriaannya menuntun saya membijaksana...
Terima kasih cinta, selamat hari lahir yg ke-28 tahun. Semoga Allah menyayangimu, menguatkan dan memberkahi setiap langkahmu..

#Banyak cerita di skip krn udah time limit ;p

No comments:

Post a Comment