Tuesday 23 January 2018

Tentang Postpartum Depression


Saat sebagian orang bersemangat dengan resolusi tahun baru, dua ibu muda ini justru putus asa karena merasa hidup tinggal jalan buntu.

Masalah demi masalah yang sejak usia dini bertumpuk dalam diri, tak mampu terurai menjadi solusi. Keputusan untuk menyudahi gelapnya hidup mereka pilih. Bagi mereka, jalan terang itu adalah mati.

 Tak serta merta keputusan itu diambil. Semua sudah melalui pertimbangan masak masak. Termasuk memikirkan anak anak. Jika ibunya pergi, bagaimana nasib mereka? Tentu akan lebih sengsara tak ada yang peduli. Jangan sampai mereka merasakan pahit yang sama. Mereka lebih baik dibawa mati.

Dua berita memilukan tentang ibu muda ini mengusik hati saya. Seingat saya, bukan sekali ini terjadi. Setelah saya telusuri, benar adanya kasus kasus ini hampir tiap tahun terjadi. Itu yang tercatat, entah yang tidak.

Saya tidak ingin berpanjang panjang menjelaskan tentang apa yang terjadi. Kita semua bisa cari tahu sendiri (baca postpartum depression, PPD). Saya hanya ingin mengajak kita sama sama mencari solusi.

Kemarin pagi, saya berbagi kegelisahan ini di dua grup WA. Pertama grup alumni psikologi UI 2005, yang kedua grup komunitas Ibu Profesional Tangsel. Alhamdulillah saya mendapatkan secercah titik terang. Di grup pertama, seorang teman berbagi pengalaman melahirkan di Australia.

Di sana, setelah melahirkan bidan datang berkunjung untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bidan akan rutin berkunjung sampai bayi agak besar jika terlihat sang ibu sendirian atau butuh bantuan.

Dalam beberapa minggu setelah melahirkan, ibu juga diminta mengisi kuesioner kesehatan mental. Jika ada indikasi gangguan kesehatan mental, ibu akan dirujuk ke dokter. Dua langkah terakhir ini yang mungkin belum ada di Indonesia dan perlu dilakukan.


Kalau bidan datang ke rumah, saya sempat mengalami saat kelahiran anak ketiga. Dan rasanya memang beda ya, seperti ada yang sangat peduli, mendukung, sekaligus memberi solusi dengan keilmuan mumpuni.

Sharing lainnya dari teman teman adalah program konseling keliling dari para psikolog. Ada yang mencontohkan mobil konseling keliling di Bandung, atau program konseling di mall di Jakarta yang dilakukan salah satu teman kami.

Selain itu juga mengoptimalkan kehadiran psikolog di (sebagian) puskesmas. Kami menyadari, sebagian masyarakat masih memandang tabu mendatangi psikolog. Seolah label sakit jiwa itu akan langsung melekat. Padahal, justru orang yang datang ke psikolog adalah orang yang sehat mental karena bisa diajak bekerjasama untuk mengendalikan diri sendiri.

Sementara di grup sebelah, saya juga mendapatkan sharing yang menarik. Di Bogor, komunitas Ibu Profesional pernah mengadakan program Pelita (Peduli Ibu dan Balita). Bentuknya sosialisasi dan konseling terkait PPD.

Selain itu, teman teman juga mengatakan kami bisa menjadi bagian dari solusi dengan lebih peka terhadap sesama. Orang orang yang mengalami PPD ini sangat mungkin tertolong jika sejak awal diketahui tanda tandanya, dan ada yang begerak menolong. Bisa jadi mereka memang tidak sanggup bercerita, atau di lingkaran terdekatnya tidak ada yang peka meski ia sudah menunjukkan tanda tanda.

Selain itu, teman teman juga setuju untuk lebih terlibat kegiatan masyarakat seperti posyandu, taklim ibu ibu maupun PKK. Tak ketinggalan, aktif memberi informasi dan solusi terkait permasalahan para ibu melalui media sosial kami masing masing.

Satu hal yang masih mengganjal adalah, jangkauan dari berbagai alternatif solusi ini. Sebab beberapa kejadian yang tercatat berlangsung di daerah, bukan pusat kota. Di pusat kota animo masyarakat dan SDM terkait mungkin masih sangat memadai.

Akhirnya, mari lakukan apapun yang bisa kita lakukan. Sebab menjadi bagian dari solusi adalah cara bersyukur kita atas nikmatNya.

Teriring salam terimakasih atas  teman teman yang sudah berbagi di grup psikologi 2005 dan komunitas ibu profesional tangsel.

Yunda Fitrian, 250118

Notes:

kuesioner PPD link kiriman Fatimah psikologi 2005:
https://www.beyondblue.org.au/health-professionals/perinatal-mental-health/perinatal-mental-health-questionnaires

Gejala PPD:

www.bidankita.com/10-tanda-depresi-post-partum-depresi-paska-melahirkan/

No comments:

Post a Comment