Thursday 27 September 2018

Resume Kajian Parenting Ust Bendri, copas dari WA

Rangkuman Forum Usroh
Ahad, 23 September 2018
Masjid Al Falah, Cipayung dan Masjid Nurul Amal, Pasar Minggu

Tema: Dunia Ini Keras, Nak! (Kiat dampingi anak agar tidak cengeng)

Fasilitator: Ustadz Bendri Jaisyurrahman
Notulis: Aldiles Delta Asmara

Perseteruan antara haq dan bathil memang diciptakan untuk manusia. Karena haq dan bathil merupakan pertentangan, jangan sampai kita menjadi manusia yang lemah dan menjadi generasi cengeng. Maka konsep dasar pengasuhan mendidik anak menjadi tangguh merupakan hal mutlak agar anak tidak cengeng.

Cengeng bukan berarti suka menangis. Sebab menangis adalah kelembutan hati. Anak-anak usia di bawah 7 tahun sering menangis bukan karena mereka cengeng tetapi karena memang hati mereka lembut. Seperti halnya Abu Bakar yang selalu menangis tiap mendengar ayat Al Qur'an. Begitupun dengan Umar bin Khatab, mudah menangis bahkan hingga pingsan saat mendengar surat At-Thur. Dan para shalafus sholeh lainnya yang digambarkan sebagai orang yang mudah menangis. Hal ini menunjukkan jiwa yang lembut.

Lalu apa yang membedakan dengan cengeng? Cengeng adalah bentuk kelemahan jiwa. Cirinya ketika anak putus asa, kabur dari masalah, tidak bertanggung jawab, memilih zona nyaman. Maka tugas kita adalah membedakan antara hati yang lembut dengan jiwa yang lemah atau cengeng ini. Sebab saat anak menangis dan kita langsung memberi cap cengeng, maka kita merusak salah satu potensi dasar yang merupakan fitrah anak, yaitu sifat empati. Anak-anak yang sejak kecil dilarang menangis karena dianggap cengeng, saat menikah akan menjadi suami yang tidak peka terhadap perasaan istrinya.

Bagaimana mendidik anak menjadi tangguh? Syarat ketangguhan yang utama adalah ketika bisa melewati segala kesulitan. Allah memberi contoh dalam surat Yusuf. Para ibu hamil sering diminta untuk membaca surat Yusuf, menurut beberapa ulama karena kita diminta membaca kisah terbaik. Yaitu kisah Yusuf, kisah seorang hamba yang Allah uji dengan ketangguhan saat melewati masa sulit.

Masa sulit yang Yusuf alami terjadi di usia pubertas. Usia 7 tahun dijatuhkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya yang hasad. Kemudian ditolong dan menjadi seorang budak. Namun setelah menjadi budak Yusuf dijebloskan ke dalam penjara.

Usia penderitaan Yusuf yaitu di rentang usia 7 -19 tahun. Dalam rentang usia tersebut hidup Yusuf amat diuji. Namun ujian ini tak membuat Yusuf stres. Inilah bentuk ketangguhan Yusuf, ujian paling berat bagi anak yang tangguh adalah melewati fase kesulitan dengan sabar.

Menciptakan seorang anak tangguh seperti Yusuf membutuhkan proses. Maka orang tua harus mencetak anak yang tangguh melewati ujian kesulitan dengan kesabaran.

Apa yang harus orangtua lakukan di usia 0-7 tahun anak?

3 unsur asupan agar anak tangguh versi nabi Yaqub:

1. Akal, fasilitasi anak agar banyak berpikir. Akal harus diberi asupan agar tidak mengalami kelumpuhan. Asupan otak berupa, membaca, berpikir, diskusi, dan lain-lain.
2. Jasad. Asupan jasad seperti makanan, minuman, dan suplemen tubuh (jika dibutuhkan) tidur yang cukup dan olahraga.
3. Ruh

3 unsur inilah yang wajib dipenuhi orangtua untuk mencetak generasi tangguh. Dua unsur pertama selalu orangtua berikan dengan maksimal, namun banyak orangtua lupa memenuhi asupan untuk unsur terakhir. Padahal ruhani adalah sumber kekuatan asli dari seorang anak.

Yang membuat Yusuf kuat menghadapi segala ujian Allah adalah ruh yang kuat. Maka anak kita harus memiliki ruh yang kuat.

Pola mendidik anak tangguh adalah seimbangnya 3 unsur tersebut sejak kecil. Ruh hanya bisa hidup jika diberi unsur tauhid. Cirinya ketika anak mampu berkata "Sesungguhnya aku mengadukan keluh kesahku hanya kepada Allah." Q.S Yusuf:86

Sebab menggantungkan segala kehidupan kepada manusia adalah bentuk kerapuhan, dan jangan ajarkan anak bergantung pada kita sebagai orangtua, tetapi ajak anak agar bergantung hanya pada Allah.

Terpenuhinya asupan ruhiyah akan menanamkan tauhid, berujung pada anak-anak yang bergantung pada Allah.

Cara yang bisa orang tua lakukan:

1. Saat anak menangis, ajak anak untuk menceritakannya pada Allah.

2. Orang tua membiasakan berdoa di depan anak, hal ini juga dapat menguatkan tauhid anak. Seperti dicontohkan oleh Rosulullah yang berdoa di depan anak. Berdoa di depan anak merupakan ajaran tauhid. Memintalah hanya pada Allah.

3. Latih anak merasakan fase challenge zone, dimulai ketika masa penyapihan sang anak.
Pada 0-2 tahun anak berada di usia comfort zone. Cirinya orang tua harus menjaga zona nyamannya. Segera menyambut ketika anak menangis, memeluknya, dan lain-lain. Bahkan Rosulullah mempercepat sholat wajib ketika mendengar bayi menangis sebab Rosulullah tahu bahwa bayi tidak bisa menunggu.

Melewati 2 tahun anak sudah memasuki usia challenge zone, yaitu fase tangisan yang dibiarkan. Diawali oleh proses penyapihan. Kenalkan bahwa ASI setelah dua tahun bukan lagi kebutuhan tetapi hanya keinginan, maka ia akan belajar bahwa tidak semua keinginan bisa terpenuhi. Latihan ini akan membentuk otot sabar di masa depan.

Yang utama kenalkan tauhid saat proses penyapihan, bahwa ini adalah perintah Allah. Biarkan anak menangis agar ia tidak melulu berada dalam zona nyaman, yaitu ketika semua keinginannya terpenuhi.

Fasilitasi challenge zone ini lewat kehadiran ayah, sebab ayah adalah sosok yang mewakili dunia ketangguhan karena ayah mengetahui dunia luar. Harus ada figur lelaki dalam melatih anak agar tidak cengeng, maka peran ayah amat penting. Jika tidak ada ayah, sosok lelaki bisa digantikan oleh kakek, atau paman, atau guru laki-laki.

4. Latih anak untuk mengurus dirinya sendiri. Seperti nabi Yaqub yang memberi tugas kepada masing-masing anaknya termasuk Yusuf. Di usia Yusuf yang masih 5 tahun, ia sudah bertugas untuk melayani ayahnya, menyiapkan makan untuknya dan membersihkan rumah.

Bersambung...

Instagram: @langkahkitaid
Grup Facebook: Forum Usroh (For Us)
www.langkahkita.id
#forumusroh

No comments:

Post a Comment